Chapter 1: STOP!

160 10 2
                                    

Hari ini, tanggal 8 November, aku dan keempat anggotaku dikirim ke Ibu Kota untuk melakukan investigasi terhadap satu Batalyon yang hilang. Diketahui bahwa sebelumnya Batalyon Infanteri Yonzikon 201 dikirim ke sana untuk membantu evakuasi warga sipil pascabadai yang melanda kota ini 8 bulan silam. Semua berjalan baik pada awalnya, markas pusat pun masih terus mendapatkan laporan terkini tentang situasi mereka. Hingga akhirnya Batalyon tersebut berhenti memberikan laporan terbaru mereka sejak tiga bulan terakhir. Terdengar juga isu bahwa di kota tersebut terdapat kelompok separatis yang bertindak anarkis dan sering sekali menjarah toko-toko atau pusat perbelanjaan demi kepentingan pribadi. Karena itu lah kami — empat anggota Kopassus, yang dipimpin olehku sendiri, dikirim ke sana untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.


Kapten Gilang bersama dengan timnya baru saja menginjakan kaki di kota yang sudah hancur lebur oleh badai angin itu. Terlihat di sana gedung-gedung dan beberapa bangunan lainnya porak-poranda. Semua fasilitas umum seperti halte dan fasilitas lainnya pun hancur tak berbentuk. Reruntuhan bangunan, pecahan kaca yang berserakan di jalan, langit yang gelap, semakin menambah kesan 'mati' pada kota ini.


"BMKG mengatakan bahwa kedepannya badai angin berkecepatan 350 km/jam akan kembali melanda kota ini. Maka dari itu kita harus selalu waspada. Hindari berdiri di bawah bangunan-bangunan besar. Sebisa mungkin kita berjalan melalui rute yang terbuka." Ujar tegas Kapten yang bertubuh tegap agak kekar dengan rahang yang tajam itu kepada keempat anggota timnya.


"Siap, Kapten!" Balas mereka serentak.


"Baik, ambil posisi."


Mereka pun dengan sigap mengambil posisi untuk berlindung.


"Apa ada pergerakan?" Tanya Kapten.


"Tidak, Kapten."


"Bagus."


Mereka pun melanjutkan perjalanan mereka dengan penuh kewaspadaan. Meskipun kota ini terlihat sepi dan mati, tetapi perlu diingat bahwa di luar sana masih ada kelompok separatis yang bisa mengancam nyawa mereka kapan saja. Karena itu lah mereka tidak boleh lengah.


Di tengah perjalanan, Kapten Gilang terhenti ketika melihat banyak sekali palang dan rambu bertuliskan 'STOP'. Mulai dari yang kecil hingga yang besar, papan, kayu, baliho, rambu-rambu, semuanya bertuliskan kata berhenti. Kapten Gilang nampak kebingungan, namun tidak dengan para anggota timnya. Mereka tetap bersikap biasa dan melanjutkan langkah mereka meninggalkan Kapten Gilang yang diam membatu. Seakan, hanya Kapten sendiri lah yang melihat itu semua.


"Kapten, lihat ini." Ujar Letnan Satu Adam, salah seorang anggota tim Kapten Gilang yang terlihat membawa Shotgun Benelli M4 yang kemudian menyadarkan Kapten dari lamunannya.

Kapten Martin dan yang lainnya pun berjalan menghampiri Letnan Adam.


"Mayat TNI?"


Kapten Gilang pun meraba sedikit mayat yang terbaring itu. Mayat itu terlihat kotor penuh debu dan mulai membusuk. Tulang-belulang pun sudah mulai terlihat. Pakaian perang yang dikenakan mayat itu bahkan sudah rusak. Seakan....

INFANTERITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang