t w o

24 3 0
                                    

Citra muncul keesokan harinya di sekolah dengan mata kucing yang agak sembab. Wajahnya nampak datar ketika memasuki kelas, dan langsung disambut komentar Ara tentang matanya ketika mendaratkan diri di kursi kelas.

"Habis marathon Hotel del Luna," ucap Ara sembari merebahkan kepala di antara lipatan tangan di atas meja kelas.

"Hah, lo nonton episode yang mana sampe mata lo jadi begini?" tanya Ara, bingung.

"Episode Jang Man-Wol nganterin mas kunang-kunang buat nyebrang jembatan. Sedih, kapal couple gue karam," sahut Citra, sendu.

"Emang sedih sih episode itu. Kayak, ya ampun, nggak nyangka banget nggak sih. Kirain  tuh laki udah reinkarnasi jadi siapaaa gitu, ternyata selama 1000 tahun malah milih jadi kunang-kunang..."

Dan Citra nggak mendengar lagi kelajutan ocehan Ara. Dia terlarut dalam lamunannya sendiri. Citra nggak bohong sih soal dia sedih sama nasib cinta mas kunang-kunang, tapi yang bikin nangis itu perasaannya yang berekspektasi terlalu jauh terhadap si cinta monyet sekaligus cinta pertamanya itu. Dia nggak mau cerita kejadian pulang sekolah ke Ara, terutama tujuan Angga sebenarnya ngasih coklat. Ngenes banget nasib percintaannya. Harusnya Citra bisa menguasai diri, nggak keburu baper sama sikap Angga kemarin.

Duh, sesek lagi kan nih dada. Kenapa sih nih hati nggak bisa biasa aja gitu kalo ada hal-hal yang berbau Angga? Kenapa harus Angga gitu lho? Ganteng sih, tapi galaknya itu lho. Mana ngeselin lagi. Huhuhu.

"Lho, Cit kok lo nangis?" Ara terkesiap mendapati Citra sudah berlinang air mata di sebelahnya. "Cit, lo nggak apa-apa?" tanya cewek bermata bulat itu, heboh.

Seketika seisi kelas mengerubungin meja Ara dan Citra, bertanya-tanya dengan kondisi Citra yang sesenggukkan dalam diam.

Anjir, Citra kenapa dah, Ara makin panik. Dia sibuk mengelap air mata Citra yang mengalir di pipi dengan tisu yang diulurkan Tasya tadi.

"Cit, udah, Cit. Lo kenapa sih? Sakit? Mana yang sakit? Bilang gue, jangan nangis gini." Ara bingung jadinya.

"Ada apa nih rame-rame?!" Angga tiba-tiba menyibak kerumunan, muncul di sebelah Citra.

Hari ini dia memang agak kesiangan, semalem habis numpang wifi di rumah Citra dia nggak langsung pulang, malah ngelayap dulu nyari wifi di mini market deket perumahan, jadi deh bangunnya rada kesiangan. Itu juga masih untung dibangunin bunda sebelum berangkat kerja, kalo nggak sekarang Angga pasti masih bergelung di pulau kapuk.

"Cit, kenapa lo?" Angga langsung bertanya ke gadis itu setelah beberapa anak jawabannya nggak memuaskan, alias pada jawab 'nggak tau'.

Citra bukannya jawab, malah nangisnya makin heboh, pake keluar ingus lagi. Haduh, ini kalo bukan karena patah hati plus patah semangat, dia nggak akan sampe segininya depan Angga.

"Ngga, beliin coklat lagi sana, biar happy nih si Citra," saran Ara.

"Dih, tekor gue yang ada beliin dia coklat mulu," tolak Angga.

"MAS KUNANG-KUNANG!" Citra tiba-tiba bersuara heboh sambil menangis. Sekelas ikutan heboh.

"Lo kenapa sih?!" tanya Angga, keki. Antara panik dan kesal karena Citra nangis nggak jelas gini pagi-pagi.

"Udah, Cit. Udah, nggak apa-apa. Kita doain IU sama mas kunang-kunang dapet project bareng, trus mereka bersatu di sana ya. Jadi, kapal couple lo bisa berlayar ya," ucap Ara menenangkan sembari mengusap-usap lengan kurus Citra yang dibalur seragam.

"Lo ngomongin apa sih?" tanya Angga, nggak ngerti.

"Lo nggak akan ngerti, udah sana. Bubar, pada bubar sana. Citra nggak apa-apa cuma shock aja. Sana, sana," usir Ara.

Beberapa anak kembali ke bangku masing-masing, beberapa masih bertahan sambil ngasih semangat. Angga masih terdiam di tempatnya sambil memandang Citra tanpa ekspresi. Sampai akhirnya bel masuk berbunyi, membuat kerumunan bubar sepenuhnya, termasuk Angga yang berjalan ke bangkunya tanpa kata.

*

"Lo yakin nangis heboh gitu cuma gara-gara si kunang-kunang?" selidik Ara sembari menatap Citra yang tengah menyesap teh hangatnya.

Mereka berakhir di UKS. Citra yang nggak bisa menguasai tangisnya, akhirnya dirujuk ke UKS oleh bu Sari, guru Fisika mereka ditemani Ara. Sebenarnya Ara cuma diminta nganter trus balik ke kelas, tapi dia mau bercokol sebentar di sini, nanti gampang lah bikin alasan si Citra makin histeris atau apa di UKS jadi dia nggak bisa langsung balik.

Setelah dapet teh hangat dari penjaga UKS yang pendiam, iya mbak Ratna memang terkenal pendiam. Diam-diam ngasih teh hangat, diam-diam ngasih selimut kalo ngeliat anak yang berbaring nggak enak badan, untung nggak diam-diam cinta kayak si Citra. Eh, nggak tau juga sih.

"Gue kok curiga, ada something wrong sama lo. Lo patah hati ya?" tebak Ara, nyaris tepat sasaran.

Citra hanya menggeleng lemah. Malas menjawab, kemudian ia meletakkan teh hangatnya di atas meja sebelah bed. Cewek itu melepas sepasang sepatunya menyisakan kaos kaki putih sebetis, lalu membawanya naik ke atas bed dan merebahkan tubuhnya.

"Gue mau di sini bentar, lo balik aja ke kelas, Ra. Ntar istirahat ketemu di kantin aja," ucap Citra akhirnya dengan suara sengau.

"Nggak apa-apa nih gue tinggal?" tanya Ara meyakinkan. Citra mengangguk. "Ya udah, gue balik ke kelas ya."

"Makasih ya, Ra udah anter gue ke sini."

"Iya, sama-sama. Jangan nangis lagi," pesan Ara sebelum beranjak dari UKS, meninggalkan Citra termenung sembari menatap langit-langit UKS dengan perasaan campur aduk.

Mungkin saking lelahnya menangis, Citra nggak sadar udah jatuh terlelap. UKS yang tenang dan sejuk membawa kedamaian tersendiri untuk alam bawah sadar Citra, mungkin dia memang hanya sedang lelah dengan perasaannya hingga nggak menyadari seseorang masuk ke ruangan tersebut dan menanyakan keadaan dirinya ke mbak Ratna. Berjalan menuju bed-nya dan terdiam cukup lama sembari memandang paras polosnya yang tengah tertidur pulas.

"Lo kenapa sih?" tanya cowok dengan rambut lurus menutupi kening tersebut. Mata sipitnya memandang Citra cemas. "Lo nggak nangis gara-gara gue kan, Cit?" Angga bermonolog.

Tanpa mereka sadari sepasang mata sedari tadi tengah mengamati dan secara nggak sengaja mendengar setiap percapakan yang berputar di dalam ruangan tersebut. Bukan, bukan mbak Ratna. Sosok itu, berada di ujung ruangan dekat pintu UKS. Bed yang ditempati agak tertutup tirai sehingga menghalangi orang-orang menyadari kehadirannya, kecuali mbak Ratna. Karena ketika sosok itu masuk ruangan, mbak Ratna hanya menatap tajam ke arahnya sembari mencatat namanya di buku kunjungan. Mbak Ratna sudah hapal nama dan kelas pasien jadi-jadian tersebut, tapi dia sudah terlalu malas mengadukan keberadaan orang itu di ruang kerjanya kepada guru piket, karena nggak ada gunanya. Besok-besok dia pasti muncul lagi seperti tanpa dosa.

Sosok itu menatap ke sepasang orang di ujung ruangan kesehatan itu. Posisi gadis yang tertidur dihalangi oleh posisi cowok yang berdiri menjulang di sebelahnya. Tapi bisa terlihat, jemari cowok yang berdiri itu mengusap lembut kepala cewek itu sebentar, kemudian menyimpan kembali kesepuluh jarinya ke dalam saku. Tanpa berkata-kata lagi, cowok jangkung itu berlalu dari sisi bed dan nggak lama terdengar suara pintu terbuka dan tertutup pelan.

Sosok itu mendengus sekilas, kemudian menatap langit-langit UKS miris. Anjir, dia habis nonton ftv kacangan secara live di tempat favoritnya untuk bolos.

Tbc.

I Wanna Be More Than FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang