“Mereka memang selalu dibuat kecewa, tapi mereka mencoba untuk tetap mengerti dengan keadaan yang memang sudah sedikit berbeda.”
☔☔☔
Hari ini, mereka tidak sedang bertujuh. Hanya ber-enam, karena Azra hari ini tidak bisa masuk sekolah karena ada urusan keluarga.
Seperti biasa, mereka ber-enam tengah berdiri di pinggir jalan, menunggu angkot untuk mengantarkan mereka ke sekolah. Mungkin nasib tengah berbaik hati kepada mereka ber-enam. Biasanya mereka menunggu angkot hampir satu jam, tapi untuk saat ini mungkin mereka sedang beruntung karena bisa dengan cepat mendapat angkot untuk menghantarkan mereka ke sekolah.
Di sekolah, seperti biasa, banyak yang harus mereka lakukan. Mulai dari piket kelas sampai mengerjakan tugas untuk para murid yang malas mengerjakan tugas di rumah.
Hari ini jadwal piket Zhira, Nayya, dan Azra, karena berhubung Azra tidak masuk sekolah, jadilah Zhira dan Nayya yang harus piket kelas berdua dengan beberapa murid laki-laki. Mereka piket dengan sangat cepat, mungkin karena dilakukan bersama-sama, jadi dengan cepat selesai tanpa banyak merasa kelelahan.
"Zhi, katanya besok bakal diadain rapat di sekolah kita ya?"
Kalimat itu menjadi kalimat pembuka obrolan saat Zhira dan Nayya baru saja duduk di bangku koridor saat setelah piket kelas.
"Iya, Nay. Dan kata Bu Shinta kelas kita yang bakal di pake buat rapat besok."
Nayya mengangguk. Tak lama kemudian ia kembali berujar dengan sangat antusias.
"Berarti, besok kita nggak belajar dong ya?"
"Iya. Tapi kita entar dikasih tugas sama guru yang bersangkutan."
"Yah..."
Nayya pikir besok akan menjadi hari yang sangat menyenangkan, karena mereka tidak akan belajar. Tapi karena para guru yang kelewat rajin itu ingin memberi tugas, jadi percuma.
☔☔☔
Kantin sekolah adalah surganya para siswa. Itu benar. Para siswa-siswi berlarian menuju kantin sekolah saat bel sudah berdentang cukup keras. Mereka akan setia berlama-lama di kantin sekolah, untuk makan, beristirahat, atau hanya sekedar untuk mengobrol ria. Begitupun dengan mereka ber-enam. Mereka memilih berlama-lama di kantin daripada harus terus-menerus berkutat dengan buku pelajaran.
Mereka ber-enam duduk di bangku kantin paling pojok, sengaja, agar tidak diganggu oleh segerombolan pembuat onar. Mereka memang suka duduk di bangku paling pojok itu, mereka bilang supaya lebih mudah bercerita tanpa diganggu oleh riuhnya suara yang berasal dari arah kiri-kanan. Makanan mereka sudah sampai, mereka hanya memesan semangkuk bakso dan segelas es teh. Memakannya, lalu mulai membuka obrolan dengan satu cerita yang mungkin sangat menarik untuk mereka bahas.
"Kalian pada tau nggak? Gue jadian."
Mereka berlima tersentak saat Zhira menuturkan kalimatnya. Mereka berlima menatap Zhira heran. Jadian?
"Jadian, Zhi? Sama siapa? Lo kok baru ngasih tau kita sih? Ish, parah Lo! PJ mana PJ?"
Chira menanggapi kalimat Zhira dengan sangat antusias. Telapak tangannya ia buka lebar, ia arahkan tepat di depan Zhira, ingin meminta apa yang seharusnya menjadi miliknya. "PJ-nya mana?"
Zhira memasang wajah penuh amarah, berusaha membuat Chira menjadi ketakutan, tapi kelima sahabatnya itu tahu, itu hanya candaan.

KAMU SEDANG MEMBACA
SEVEN √
Dla nastolatkówIni kisah mereka, yang tak pernah mengharap kata pisah, yang tak ingin persahabatan mereka berakhir begitu saja. Copyright©2019 By: Ranaraniranti