Page 6

37 7 0
                                    

“Bahkan di saat bibir lo udah pucat kayak gitu aja, lo masih bisa tersenyum, seakan nggak pernah ada rasa sakit.”

—SEVEN—

Hari ini, Misya ingin sekali mencoba bersikap adil kepada para sahabatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hari ini, Misya ingin sekali mencoba bersikap adil kepada para sahabatnya. Ia ingin bersikap seolah para sahabatnya tak pernah ada masalah apapun. Bersikap seolah dirinya dan para sahabatnya tak pernah ada rasa sakit yang selalu mereka sembunyikan di balik senyuman. Ingin rasanya semua masalah itu melebur, menghilang, kemana saja, asalkan jangan mengganggu persahabatan mereka. Andai semua itu bisa ia lakukan…

Misya mengerjap, mengusir pikiran liarnya. Matanya kembali fokus menyimak semua yang Zhira paparkan. Mereka sedang berada di perpustakaan, mencari buku dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh Bu Shinta. Sebenarnya mereka mendapat tugas kelompok, dan kelompok mereka adalah Misya, Zhira, Hanny, dan Azra. Tapi Hanny dan Azra memilih untuk mengerjakan tugas sendiri-sendiri, tak ingin mengerjakan tugas bersama di perpustakaan. Misya tahu, Hanny dan Azra masih canggung untuk dekat dengan Zhira. Mereka mungkin masih butuh waktu untuk mengerti dengan semua ini. Mereka mungkin… Oh astaga, sudahlah. Ia tak ingin membahas itu lagi.

Zhira melambaikan telapak tangannya tepat di depan wajah Misya, membuat sang empu kembali tersentak dari lamunannya. Zhira mengernyit heran, bingung dengan apa yang menjadi pikiran Misya saat ini.

“Lo kenapa? Dari tadi ngelamun terus, ada masalah?”

Misya menunduk, mencoba menghilangkan semua pikirannya, mencoba untuk memfokuskan diri pada tugas mereka yang belum selesai. Ia kembali mengangkat wajahnya, menatap Zhira dalam, mencoba mencari kehangatan yang selama ini sudah sedikit menghilang. Tapi tak bisa, Zhira itu susah di tebak. Ia sama sekali tak bisa mencari tahu semua yang menjadi masalah dalam diri Zhira sampai harus melampiaskan kemarahannya kepada para sahabatnya.

“Masalah gue itu lo, Zhi.”

Zhira semakin dibuat bingung dengan jawaban yang Misya ucapkan. Maksudnya apa? Masalahnya terletak pada Zhira? Zhira kembali berujar, dengan nada tenang, seolah jawaban itu sama sekali tak membuat ia tersentak.

“Maksud lo, gue yang bikin hidup lo bermasalah? Masalah lo itu gue? Gue emangnya buat kesalahan apa sampai jadi masalah buat hidup lo?”

Misya menggeleng cepat, kini tatapannya kosong. Zhira tak mengerti, ia sama sekali tak mengerti.

“Bukan, Zhi, bukan itu masalahnya. Lo itu kenapa susah di tebak? Buat gue harus cari tahu semuanya sendiri. Lo nggak pernah cerita apapun sama gue maupun temen-temen yang lain, buat kita jadi bingung apa yang buat lo tiba-tiba jadi kayak gini. Lo itu terlalu tertutup, nggak pernah mau terbuka sama kita, nggak pernah mau ceritain masalah lo sama kita. Kita mau kok dengerin semua cerita lo, jangan kayak gini, tiba-tiba marah dan jauhin temen-temen. Kita nggak akan pernah ngerti kalo lo nggak pernah cerita, Zhi...”

SEVEN √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang