Page 9

7 3 3
                                    

“Terima kasih, karena mau menjadi pendengar setia ku.”

•••

“Terima kasih, karena masih mau menerima diriku.”

—SEVEN—

Hanny tidak pernah membenci Zhira bahkan setelah gadis itu membuatnya terluka. Ya, luka yang tak akan bisa disembuhkan dengan plester ataupun obat merah. Selalu ada alasan baginya untuk memaafkan segala perbuatan Zhira. Bahkan kini, ia berusaha bersikap baik-baik saja, seakan tak pernah terjadi apa-apa.

Hanny berusaha mendekati Zhira, walaupun ia tahu nantinya akan menjadi seperti apa. Ia tahu, caranya untuk mendekati Zhira hanya akan berakhir dengan sebuah luka baru yang membuat ia semakin tersiksa. Tapi, setidaknya dengan begitu ia tahu bahwa dirinya masih sangat peduli dengan sosok yang selama ini menjadi sahabatnya. 

Hari ini, untuk pertama kalinya Hanny berangkat ke sekolah hanya seorang diri, tanpa seorang teman ataupun ke-enam sahabatnya. Entahlah, apa alasannya untuk pergi ke sekolah seorang diri. Tapi yang pasti, ia tidak berniat menjauhi sahabatnya, ia hanya sedang ingin pergi ke sekolah seorang diri, tanpa seseorang yang menemaninya.

Hanny sudah sampai di sekolah. Ia masuk kelas, meletakkan tasnya di kursi, kemudian menghampiri Misya yang tengah duduk di bangku koridor di depan kelas mereka. Hanny ingin menepati janjinya, janji untuk menceritakan semuanya kepada Misya. Hanny rasa, dirinya sudah siap untuk menceritakan semuanya. Dan semoga, Misya juga siap untuk menjadi pendengar setianya.

Hanny duduk di bangku koridor, di samping Misya. Dan Misya, kini menatap Hanny dengan senyumnya.

“Kenapa? Tumben nyamperin, mau minjem duit?”

Hanny hanya terkekeh mendengar kalimat candaan yang terlontar dari bibir Misya. Dasar, pagi-pagi sudah membuat ia tertawa saja.

“Nggak. Gue cuma pengen cerita sama lo, Sya.”

Misya kini menatap Hanny dengan sangat antusias. Ia memang selalu terlihat antusias saat sahabatnya ingin membagikan cerita kepadanya. “Cerita aja, gue selalu siap denger semua cerita dari lo.”

Hanny menghela nafas panjang. Matanya mengunci iris gelap milik Misya, sedangkan bibirnya kini mulai menuturkan rentetan kalimatnya.

“Lo pasti selalu ngerasa aneh kan kenapa akhir-akhir ini muka gue keliatan pucat? Itu karena gue lagi sakit, Sya. Gue ada penyakit Anemia kronis, makanya gue sering pusing, bahkan hampir pingsan saat upacara. Dan juga, akhir-akhir ini maag gue sering kambuh. Jadi, lo jangan heran kalo gue tiba-tiba ngeluh kesakitan, karena tubuh gue emang sering bermasalah.”

Misya berusaha mencerna kalimat yang Hanny sampaikan. Misya tahu kalau Hanny memang selalu mengeluh karena kepalanya yang terasa pusing, bahkan tak jarang Hanny meminta Misya untuk menemaninya ke kantin untuk membeli obat pusing saat ia lupa membawa obatnya. Tapi Misya tak pernah tahu kalau Hanny mempunyai penyakit Anemia kronis dan juga penyakit maag.

“Jadi, lo selama ini nyimpen rasa sakit lo sendirian? Gue benar-benar nggak tau kalo lo ada penyakit Anemia kronis. Lo selama ini nggak pernah mau cerita.”

“Iya, maaf karena gue baru cerita sekarang. Tapi lo nggak usah khawatir, sekarang gue baik-baik aja kok.” Hanny tersenyum, senyum yang akhir-akhir ini sangat jarang tertampak di bibirnya.

“Iya, nggak apa. Tapi, gue minta sekali lagi kalo ada masalah lo cerita aja sama gue ataupun temen-temen, ya?”

Hanny mengangguk, “Janji.”

SEVEN √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang