Page 10

8 3 2
                                    

Malam ini angkasa cerah. Tidak ada mendung, tidak ada hujan. Di malam terakhir bulan Desember ini, angkasa benar-benar bersahabat dengan semua orang. Seolah segala beban yang menggantung di langit kota itu melebur bersama detikan waktu yang sebentar lagi akan memijak lembar baru. Waktu yang selalu ditunggu-tunggu oleh banyak orang diluar sana dan mereka bertujuh pun begitu.

Mereka duduk di atas karpet yang terbentang di rerumputan di halaman rumah Zhira. Menanti detik terakhir waktu di bulan Desember dengan membakar jagung. Seolah lupa dengan masalah yang akhir-akhir ini menjadi beban, mereka tertawa bebas tanpa ada sesak yang mereka pendam.

Semuanya telah kembali. Telah bersatu kembali. Puzzle itu, kini sudah bersatu tanpa ada keping yang hilang.

Memang benar, semuanya akan lebih baik jika kita saling memaafkan. Saling mengerti. Karena kata maaf, akan menjadi obat dari semua luka yang membuat sakit relung di dalam sana. Menjadi obat dari semua beban yang sangat menyesakkan.

Alea melirik jam di ponselnya kemudian meletakkannya kembali di dalam tasnya. “Dua menit lagi.” Ucap Alea dengan sangat antusias. Membuat ke-enam sahabatnya itu juga ikutan antusias.

“Mumpung masih ada waktu dua menit lagi, gimana kita foto-foto dulu?”

Azra memberi saran dan para sahabatnya langsung menyetujui. Jadilah mereka berfoto, menunggu detik terakhir itu tiba. Dan saat jam mulai menunjukan pukul 11:55, mereka mulai menyiapkan kembang api. Dan mulai menghitung mundur detik terakhir itu.

“Sekarang!”

Mereka menyalakan kembang api sebagai bentuk suka cita. Lecutan warna-warni menghias angkasa. Lalu tawa mereka pecah mengiringi letupan-letupan lain di atas sana, melebur bersama suara riuh orang-orang di sekitar.

Suasana malam itu sangat indah, kembang api menghias angkasa yang cerah. Dan persahabatan mereka menemani malam tahun baru yang terasa sangat menyenangkan. Semuanya hanyut dalam euforia, melupakan duka yang siap mengusik kapan saja. Malam ini… semua orang bahagia.

“Tahun depan, kita bakalan ngerayain tahun baru sama-sama lagi kan?”

Pertanyaan Misya berhasil membuat ke-enam sahabatnya menatap ke arahnya. Mereka tersenyum mengangguk mantap dengan mata yang kembali menampilkan binarnya.

“Pasti, Sya!” Jawab mereka kompak.

Hanny kembali duduk saat batang kembang api mereka sudah padam. Ia melirik ke arah jagung yang masih setia berada di atas pemanggangan.

“Eh, guys! Nggak capek berdiri terus? Mending duduk dulu, kita makan jagung bakarnya sama-sama.”

Satu seruan itu berhasil membuat mereka berenam tersenyum sumringah dan kembali duduk di atas karpet, dan langsung menyerbu jagung bakar yang masih panas.

“Aduh,duh! Panas, lidah gue kebakar!”

Jeritan Chira seketika mengundang tawa para sahabatnya. Membuat ia mengerucutkan bibirnya. “Ih, malah ketawa! Lidah gue jadi kebas nih.”

“Udah tau jagungnya masih panas. Makanya, makannya pelan-pelan aja.” Nayya menuturkan kalimatnya dengan sisa tawa yang mengekor diakhirnya.

“Tau nih si Chira, udah kayak orang nggak makan setengah abad aja, haha…”

Mereka kembali tertawa saat Misya menuturkan kalimat candaannya.

Rasanya sudah lama mereka tidak tertawa bebas seperti ini, sudah lama tidak bercanda seperti ini. Padahal, mereka hanya bermusuhan selama tiga Minggu, tapi rasanya, sudah berbulan-bulan sampai mereka sangat merindukan tawa itu.

Mereka hanyut dalam tawa, melupakan sejenak duka yang kapan saja mengusik. Mereka bahagia… karena kini, mereka telah kembali bersatu. Seperti seharusnya.

☔☔☔

Aku, Misya…

Ini kisah kami. Kisah kami bertujuh.
Yang selalu merindukan kehangatan persahabatan,
Yang selalu ingin bersama…

Aku sangat bersyukur,
Karena memiliki sahabat seperti mereka ber-enam.
Yang selalu mengerti satu sama lain,
Yang selalu bisa saling memaafkan…

Memang,
Selalu ada masalah kecil yang terjadi di antara kami bertujuh,
Yang membuat kami bertengkar dan berakhir saling mendiamkan.

Tapi…
Rasa rindu akan kehangatan itu lebih besar,
Mengalahkan ego yang selalu menguasai.

Aku bahagia…
Dan, kuharap,
Kebahagiaan ini akan selalu abadi,
Menemani kami bertujuh…

Kami, bahagia bersama…

“Yes! Akhirnya selesai!”

Misya berteriak girang saat tugasnya sudah selesai. Ya, tugas untuk membuat cerpen tentang persahabatan, dan Misya memilih untuk membuat cerpen kisah persahabatan mereka bertujuh.

Ke-enam sahabatnya ikut senang karena Misya bisa menyelesaikan cerpennya. Misya tersenyum sambil melirik ke arah layar laptopnya yang menampilkan sederet kalimat panjang itu. Ia senang bisa membuat cerpen itu, walaupun masih banyak kekurangan. Tapi tak apa, yang penting, ia sudah berani untuk mencoba. Bagus tidaknya, itu urusan nanti.

“Aduh… Capek juga ngetik panjang lebar kayak gini, jari gue sampai mau patah rasanya.”

Zhira terkekeh pelan mendengar keluhan Misya itu. “Memang semuanya butuh perjuangan.”

“Lo harus yakin, Sya, kalo kemampuan menulis lo ini bisa buat lo dipandang oleh semua orang nantinya. Bisa buat lo jadi penulis terkenal.” Kalimat penyemangat yang Hanny sampaikan berhasil membuat Misya tersenyum girang.

“Amin…”

“Amin…”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Part selanjutnya epilog.

HAPPY NEW YEAR!
2020, ALWAYS HAPPY, OKE??


Love you all♥

SEVEN √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang