“Kalo seandainya lo tahu keadaan gue saat ini, apa lo bakal peduli?”
Upacara pagi ini sangat melelahkan. Cuaca panas, membuat keringat mengucur di pelipis. Bahkan beberapa siswa memilih pergi ke UKS dengan alasan sakit perut atau pusing kepala, untuk menghindari panasnya matahari.Mereka bertujuh masih setia berdiri di lapangan upacara. Mereka lelah, tapi selagi masih bisa bertahan, mereka memilih untuk tetap mengikuti jalannya upacara daripada harus pergi ke UKS seperti kebanyakan siswa.
Hanny berdiri tegap di barisan paling depan. Sama sekali tak terganggu dengan silaunya cahaya matahari. Tapi, dibalik tegapnya tubuh itu, ia menyimpan banyak sekali rasa sakit. Seperti sekarang ini. Ia mati-matian untuk tetap berdiri tegap saat kepalanya kembali merasa pusing. Ia merasa dunianya di putar. Penglihatannya sudah sedikit buram, tapi ia masih mencoba untuk tetap fokus, jangan sampai ia kelelahan dan berakhir tumbang.
Saat setelah menghabiskan setengah jam untuk bertahan agar tetap berdiri tegap, akhirnya upacara bendera pagi itu selesai, dan Hanny menghela nafas lega, setidaknya untuk hari ini ia tidak pingsan di tengah lapangan. Tapi saat semua siswa dan para guru telah membubarkan barisan, Hanny masih tetap berdiri di lapangan sambil sesekali mencuri pandang ke arah Zhira yang tengah berbicara pada Misya.
Ada yang ingin Hanny bicarakan pada Zhira, dan menurutnya ini adalah waktu yang tepat. Saat Zhira dan Misya usai berbicara, barulah Hanny mendekati mereka berdua dan mulai bersuara.
“Zhi, gue pengen ngomong sama lo.”
Zhira menoleh ke arah Hanny saat suara yang sudah sangat familiar itu terdengar di indra pendengarannya. Ia berdecih, kemudian bersuara.
“Nggak usah basa-basi! Ngomong cepet, gue masih banyak urusan lain!”
Hanny sedikit tersentak saat mendapat respon seperti itu dari Zhira, tapi ia berusaha untuk tetap tenang. Dan dengan hati-hati, ia mulai menuturkan kalimatnya.
“Zhi, gue cuma mau minta maaf sama lo. Memang, ini bukan sepenuhnya kesalahan gue, tapi gue mau minta maaf. Gue nggak maksa lo buat maafin gue kok, yang penting, sekarang gue udah minta maaf. Dan setelah gue minta maaf sama lo, semoga pikiran gue sedikit lebih tenang. Dan gue juga berharap, semoga lo juga bisa nenangin diri lo. Dan, semoga... Lo juga bisa maafin Azra.”
Hanny tersenyum saat setelah kalimat yang telah ia rancang sedemikian rupa itu berhasil ia sampaikan dengan perasaan tenang. Ia berharap, semoga kalimatnya itu bisa sedikit membuat hati Zhira melunak.
Misya ikut tersenyum saat mendengar rentetan kalimat panjang yang Hanny sampaikan. Ia sedikit lega karena Hanny bisa menyampaikan kalimat maafnya pada Zhira, walaupun ia belum tahu apakah Zhira akan memaafkan.
Hanny dan Misya tersenyum, tapi tidak dengan Zhira. Anak itu hanya diam dengan wajah datarnya. Kalimat itu terdengar begitu tulus, tapi entah kenapa hatinya menjadi sekeras batu sampai tidak melunak sama sekali.
Untuk sesaat, hening memeluk nyaman mereka bertiga. Membiarkan mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Tapi saat satu suara itu terdengar, lamunan mereka seketika buyar.
“Udah? Gitu aja? Oke, Sya ayo ke kelas, panas banget ini.”
Misya mengerjap, lalu mulai melangkah menyusul Zhira yang sudah lebih dulu berjalan menuju kelas.
Hanny menghela nafas panjang, menundukkan kepalanya. Ia meringis saat merasakan pusing pada bagian kepalanya, lagi.
Kalo seandainya lo tahu keadaan gue saat ini, apa lo bakal peduli?
☔☔☔
Entah sampai kapan hujan akan terus meneteskan airnya. Sejak istirahat tadi, hujan membasahi bumi dan sampai sekarang pun masih sama. Hujan turun dengan derasnya, membuat para murid di sekolah itu kesulitan untuk pulang ke rumah dengan seragam yang tidak basah.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVEN √
Ficțiune adolescențiIni kisah mereka, yang tak pernah mengharap kata pisah, yang tak ingin persahabatan mereka berakhir begitu saja. Copyright©2019 By: Ranaraniranti