“Kenapa mereka lebih mementingkan ego daripada perasaan yang sangat rentan terluka?”
Pagi ini, langit tampak sedang tidak bersahabat. Kelabu, menghias angkasa. Tampaknya sebentar lagi akan turun hujan, tapi tujuh anak perempuan itu sama sekali tak memperdulikan. Di tengah perjalanan menuju sekolah itu, mereka mengobrol ria tanpa peduli langit yang semakin menggelap.
Mereka tertawa saat melihat kelakuan lucu para sabahat, juga tersenyum saat mendengar lelucon terlontar dari mulut mereka. Mereka memang selalu seperti itu, akan lupa dengan suasana dan waktu saat mereka bertujuh telah berkumpul dan merasakan nyaman mulai memeluk ketujuhnya. Karena memang dari awal, mereka selalu berharap seperti ini, selalu bisa tertawa tanpa ada rasa sakit yang menjadi beban.
Mereka tertawa untuk kesekian kalinya saat mendengarkan Chira bercerita tentang idolanya yang berasal dari negara ginseng itu. Chira memang suka sekali bercerita kepada para sahabatnya mengenai para idolanya itu, dan para sahabatnya hanya menanggapi dengan anggukan dan juga tawa saat mendengar hal lucu tentang idola Chira itu.
Hingga gerbang sekolah semakin jelas di depan, mereka barulah menyudahi obrolan dan langsung bergegas masuk kelas untuk melaksanakan kebersihan, karena kelas mereka akan dipakai untuk rapat sekolah.
Zhira membagi tugas untuk para sahabatnya, dan sahabatnya setuju. Mereka mulai membersihkan kelas bersama teman sekelas mereka lainnya, tapi sepertinya tidak dengan Azra. Saat pembersihan kelas dimulai, Azra malah pergi ke kantin, Zhira tidak mempermasalahkan, tapi karena Azra pergi ke kantin hampir satu jam, itu membuat Zhira tersulut emosi.
Setelah hampir satu jam untuk membersihkan kelas, Azra baru datang dengan tampang tak berdosa, membuat Zhira semakin geram dan segera menghampiri Azra.
Zhira menatap tajam ke arah Azra, dan apa yang Azra lakukan? Dia malah tersenyum seakan dirinya tak pernah melakukan kesalahan. Memuakkan. Zhira menjadi muak dengan senyum Azra itu. Zhira maju, menatap tajam Azra sebelum kalimatnya terlontar begitu saja.
“Azra, lo gimana sih? Kita hampir satu jam bersihin kelas, sedangkan lo cuma nongkrong di kantin sama temen lo itu. Nggak guna banget, mending kamu jauh-jauh, nggak usah deketin kita lagi, main aja sama temen lo itu!”
Azra tersentak. Ia bingung kenapa Zhira menjadi marah-marah seperti itu. Tapi Azra malah menyampaikan alasannya, membuat Zhira semakin marah.
“Zhi, maksud lo apa sih? Gue ke kantin cuma buat beli cemilan.”
Zhira terkekeh pelan, kembali bersuara saat sebelumnya tatapan sinis tertangkap jelas di matanya.
“Beli cemilan sampai satu jam? Alasan lo kurang tepat.”
Azra diam, dia masih belum mengerti akan keadaan sekarang.
“Udah, gue nggak mau berdebat sama lo. Mending sekarang, berhenti deketin kita!”
Kalimat itu meluncur begitu saja, tanpa Zhira sadari, membuat Azra tersentak sampai tak bisa mengeluarkan sepatah kata.
Mereka berlima hanya diam, tak ada yang berani ikut bersuara, karena mereka sudah mengerti, jika Zhira sudah marah seperti itu berarti dia sudah benar-benar kecewa. Mereka terkejut, tentu saja, tapi mereka tak bisa berbuat apa-apa.
Azra menatap sorot mata Zhira, berusaha menemukan sedikit rasa maaf untuk dirinya, tapi tidak bisa ia temukan, karena sorot mata itu jelas memancarkan kekecewaan. Azra menunduk, menghela napas berat, dan kembali menatap wajah Zhira saat setelahnya ia melenggang pergi tanpa berhasil mengucapkan kalimat yang sudah ia rancang sedemikian rupa.
☔☔☔
Saat setelah menghabiskan waktu beberapa menit untuk berpikir, Azra mulai mengerti, bahwa dirinya melakukan kesalahan yang membuat Zhira tersulut emosi. Dan juga ia baru menyadari, bahwa mimpinya kemarin malam, benar-benar terjadi hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVEN √
Teen FictionIni kisah mereka, yang tak pernah mengharap kata pisah, yang tak ingin persahabatan mereka berakhir begitu saja. Copyright©2019 By: Ranaraniranti