Assalamu'alaikum....
Hai ... apa kabar semuanya? :*
Sebelum mulai membaca, dimohon kerendahan hatinya untuk menekan tombol bintang/vote, yang ada di bawah ya ;)
Syukron buat yang udah vote, Barakillah ... semoga berkah, berkah buat yang nulis, berkah buat yang baca :)Happy reading :*
▪
Amanda duduk di kursi ruang tamu dalam rumahnya, Bu Runi turut serta di sana. Di atas kursi sederhana yang ditata melingkari meja kayu tersebut, terdapat Esa, serta Panji yang juga tengah duduk saling berdampingan.
Esa baru saja tiba dengan membawa Panji yang telah genap empat hari minggat dari rumah. Pemuda yang bernama lengkap Restu Panji Setiawan itu kini tengah menunduk di hadapan Ibu dan Kakak perempuannya.
"Makasih banyak ya, Esa, maaf jadi ngerepotin lagi," ujar Bu Runi pada Esa yang bukan untuk pertama kalinya menemukan Panji dan mengantarnya pulang.
"Ah gak apa-apa bu, lagian Esa kan udah nganggap Panji adik sendiri," balas Esa seraya merangkul pundak Panji.
"Kabur kemana lagi lo kali ini?" Kali ini Manda angkat suara, ditatapnya adik semata wayang yang kini terlihat lebih kurus dan hitam itu.
"Bukan urusan lo, Kak," jawab Panji ketus.
Amanda membuang nafas berat, susah sekali untuk menghadapi adiknya yang sekarang ini. Ditatapnya sang ibu yang hanya balas menatap dengan tatapan pasrah. "Nji, coba lo lihat ibu! Ibu udah cukup berat nanggung beban hidup setelah kehilangan ayah kita," ujar Manda, "Jadi gue mohon, Nji ... gue mohon lo jangan nambahin beban yang lebih berat lagi ke ibu, gue tau, lo pasti tertekan karna sekarang semua keinginan lo gak bisa terwujud kayak dulu lagi, tapi lo harus sadar kalo kehidupan kita yang sekarang udah beda, roda udah berputar dan keadaan udah gak mungkin kembali kayak dulu lagi, lo harus ngerti itu, Nji," lanjutnya dengan penuh penekanan.
Panji hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
"Lo udah gede sekarang, Nji, lo bukan anak kecil yang cuma tinggal ngomong semua yang lo pingin dan langsung terkabul saat itu juga, lo udah harus lebih dewasa dong, mau sampai kapan lo kayak gini! Hah?" Nada bicara Manda mulai meninggi.
Namun Panji lagi-lagi hanya diam, tanpa bereaksi sedikitpun.
"Ngomong lo, jangan diem aja! Panji, jawab!" sentak Manda.
Suasana hening untuk beberapa saat, pun Panji maupun Bu Runi sama-sama tidak mengeluarkan kata. Bu Runi tentu sudah mulai lelah menangani anak bungsunya itu, tapi Panji? Entah apa yang ada di fikirannya saat ini.
"Hmmm ... mungkin Panji butuh waktu, Mand...." Kali ini Esa yang angkat suara, sekaligus memecah keheningan yang menyergap sesaat itu.
"Waktu? Lo bilang waktu?" Amanda mengusap wajahnya gusar, "Ini nih, yang gue gak suka dari lo, Esa, lo tu terlalu manjain Panji, lo selalu belain dia, lo selalu jadi tempat perlindungan buat dia, lo selalu sok paling ngertiin perasaan dia. Please gue mohon mulai sekarang jangan lagi, Sa, adek gue sekarang udah gede ... udah waktunya buat dia berfikir dewasa sekarang," tuturnya panjang lebar.
Bu Runi yang sedari tadi hanya diam, merasakan suasana yang mulai tidak enak. Akhirnya ibu dari dua anak itu pun angkat bicara, "Udah udah, Manda, Esa, ibu gak mau kalian bertengkar gara-gara ini," ujarnya. "Esa, sekali lagi makasih yah, udah anter Panji pulang, tante titip salam buat ibu kamu ya," lanjut Bu Runi yang secara tidak langsung mengisyaratkan Esa untuk segera pulang.
"Oh iya, Tante. Ya udah kalo gitu Esa pamit ya, Tante," sahut Esa yang langsung menyalami tangan Bu Runi, "Mand," lanjutnya beralih melirik Manda, namun gadis itu membuang muka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berawal Dari Taruhan
Fiksi Penggemar"Ikhlasin mercy lo, atau taklukin si kakak galak tadi!" Kata-kata Arnold menjadi awal bagi jejak seorang Angga dalam mengenal sosok Amanda. Mampukah Angga berhasil menjalankan misinya dalam merebut hati Amanda? Dan bagaimana jadinya jika Amanda tahu...