Chapter 4

1.5K 389 84
                                    

Sepasang tungkai jenjang itu melangkah tanpa tujuan. Tatapan matanya terlihat kosong, menandakan jika suasana hatinya sedang tidak baik. Tetesan air hujan menimpa tubuh kurusnya, hingga membuat baju yang dikenakannya basah kuyup.

Chanyeol melepaskan kacamata yang membingkai matanya kemudian menyeka air mata yang mengalir di pipinya dengan kasar. Ia tidak boleh cengeng dan gampang menyerah begitu saja. Meski di luar sana banyak sekali orang yang memandangnya sebelah mata, namun itu tak akan pernah bisa menyurutkan tekadnya untuk tetap bertahan di tengah penderitaan yang ia rasakan.

Langkah Chanyeol terhenti. Pandangannya berubah sendu ketika melihat satu nama yang tertulis diatas batu nisan.

“Ibu,” panggilnya lirih.

Chanyeol berjongkok di samping makam tersebut. Kepalanya sedikit menunduk saat tangan besarnya menelusuri gundukan tanah itu dengan gerakan perlahan. Setetes air mata kembali mengalir tanpa diperintah.

“Apa yang harus aku lakukan? Jika seandainya ibu masih hidup, pasti aku tidak akan pernah berakhir seperti ini.”

Tubuh kurus Chanyeol tampak gemetar, ia tak dapat memungkiri bahwa emosinya selalu tak dapat terkendali setiap kali ia berhadapan dengan hal yang berkaitan dengan sang ibu.

“Ibu... kenapa kau malah pergi disaat aku belum bisa membalas semua jasa-jasamu? Kenapa kau rela mati demi seorang pria brengsek seperti ayah? Kenapa... kenapa ibu mengambil keputusan yang begitu bodoh? Seharusnya yang ada di tempat ini adalah ayah, bukan ibu!”

Chanyeol mencengkram batu nisan sang ibu, sorot matanya yang sendu perlahan-lahan berubah nyalang.

“Oi, pemuda bar-bar, apa kau tidak bisa bersikap sopan terhadap ibumu, huh? Kau pikir siapa yang sedang kau ajak bicara itu? Kenapa nada bicaramu terdengar seperti sedang menghakimi ibumu sendiri? Walaupun beliau sudah mati, tapi bukan berarti beliau tidak bisa mendengarkan semua keluhanmu!”

Tubuh Chanyeol membeku. Perlahan, ia mendongak.

Matanya menangkap sesosok remaja perempuan berdiri di belakangnya sambil memegang payung berwarna hitam.

“Siapa kau?” desis Chanyeol sinis.

Anak perempuan itu berjongkok di samping Chanyeol.

“Kau tidak perlu tahu aku siapa. Tapi... asal kau tahu saja, tanah yang sedang kau duduki itu adalah makam ayahku,” kata Kyungsoo tenang namun tajam.

Sekilas, mata bulat itu menangkap raut tegang di wajah Chanyeol.

“A-aku tidak tahu kalau dibelakangku ini adalah... makam ayahmu,” kata Chanyeol dengan suara pelan.

Kyungsoo menghembuskan napas panjang. Satu tangannya yang terbebas mendorong tubuh Chanyeol dari atas makam ayahnya hingga membuat pria itu terjatuh.

“Tidak tahu atau memang bodoh? masa kau sama sekali tidak bisa merasakan kalau tempat di duduki oleh bokongmu itu adalah sebuah gundukan tanah yang di dalamnya terdapat raga ayahku yang sedang tertidur panjang,” sahut Kyungsoo berironi.

Chanyeol melotot kaget. Baru kali ini ia diperlakukan dengan kasar oleh seorang perempuan!

“Kalau sudah selesai mengeluhnya, lebih baik kau pulang saja. Kau bisa sakit jika terus membiarkan tubuhmu di guyur hujan,” sambung Kyungsoo tanpa mengharapkan jawaban dari Chanyeol.

Chanyeol tak sekalipun berkomentar, sekali lagi pria itu hanya menatap Kyungsoo yang saat ini sedang memunggungi tubuhnya dalam diam.

“Oh ya, kalau kau merasa kesepian, tenang saja... kau tidak sendirian.”

Put It Straight [DISCONTINUE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang