12. Sikap palsu 2

3K 416 113
                                    

"Gam, mendingan lo gantiin tugas Natalie sekarang, sebelum pemimpin redaksi kita yang Maha Benar itu ngomel ke seisi newsroom," bisik Kanya pada Agam yang tampak memggaruk pelipis pelan.

Agam mengakui kalau bisikan Kanya memang benar. Absennya Natalie membuat susunan rundown jadi kacau balau. Di sisi lain Agam bisa saja, tapi ia juga perlu persiapan diri membawakan berita bersama narasumber alot seperti pengamat ekonomi di Indonesia.

"Gue nggak sanggup, Key."

"Ck! Terus gimana?"

"Anchor!"

Baik Kanya maupun Agam berjengit terkejut mendengar auman pemimpin redaksi mereka. Dua orang itu saling meneguk saliva kemudian berpura-pura sok sibuk, membalik beberapa lembar skrip berita. Sementara beberapa news anchor lainnya memilih segera berkumpul mendengar auman barusan.

Kanya menyenggol lengan Agam dan mengedikkan dagu ke arah Edo. "Lo anchor bukan, huh?!"

"Sial." Perlahan Agam berjalan ke arah Edo yang sudah bersiap mengamuk.

Dengan wajah kusut, kedua tangan disimpan di samping kanan kiri pinggang, Edo mengeluarkan aura mematikan pada seisi newsroom karena tidak becus menyiarkan acara pagi ini.

Sambil melihat Edo marah-marah di sudut newsroom, Kanya berpikir, sebab apa yang membuat acara berantakan. Natalie absen. Wanita itu tidak berangkat setelah memiliki janji untuk menyiarkan berita pagi hari bersama narasumber. Tapi, tadi pagi saat wanita itu berangkat bersama Edo, saat Kanya memegang ponsel lelaki itu, Kanya jelas-jelas membaca isi pesan Natalie. Pesan yang tanpa Edo sadari ada dua, dan hanya sekali dibacakan oleh Kanya.

Omongan kamu kemarin bohong 'kan, Do?

Jangan batalin perjodohan kita.

Kedua mata Kanya berlinang. Dia tidak menyangka kalau selama ini Edo menyembunyikan fakta yang hampir membuatnya pingsan di mobil. Kanya menghapus pesan kedua Natalie dari ponsel Edo dan berpura-pura buta dengan informasi. Dia berusaha diam, menjalani kisahnya bersama Edo sekali ini saja dan mencoba untuk bersikap egois.

Bahu Kanya dirangkul seseorang membuat wanita itu mengedipkan mata beberapa kali. Eko muncul.

"Ngapain lo ngalamun?"

Kanya mengalihkan pandangannya sesaat. "Nggak, gue capek aja sama kerjaan."

Bullshit, Eko tahu betul Kanya hampir menangis barusan. "Makam siang sama anak-anak nanti. Nggak suka gue liat lo lemah." Eko menggeser tubuh Kanya. Menatap wanita itu serius.

Ditatap seserius itu, Kanya hanya bisa terkikik. "Gue nggak lemah, Ko. Barusan nguap aja jadi matanya basah."

Kedua mata Eko masih memicing curiga. Tetapi senyum lebar Kanya membuat lelaki itu akhirnya menghela napas berat. Kanya memang susah untuk ditebak, benar apa yang dikatakan kakaknya. Dan tanpa Eko sadari, lelaki itu sangat menyayangi Kanya, ingin sekali menjadikan Kanya adik kandungnya yang harus ia jaga dari segala marabahaya.

Eko semakin mengeratkan rangkulannya di bahu Kanya.

"Kalo ada apa-apa bilang ke gue, biar gue sikat habis orang yang udah nyakiti elo!"

"Ekhm."

Eko dan Kanya menoleh. Di depan mereka Edo sudah berdiri dengan kedua tangan dilipat di depan dada.

Melihat kekasihnya dirangkul seerat itu oleh adik sendiri, Edo mengedikkan dagu kepada Eko, menyuruh lelaki itu pergi bekerja dengan benar daripada harus flirting-flirting tidak jelas.

• A Believer •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang