19. Menuju Keputusan

3.3K 429 106
                                    

Sudah hampir empat hari Kanya hanya mengurung diri di kamar. Wanita itu menolak semua panggilan di ponsel, menutup telinga rapat-rapat tentang berita yang mulai bertebaran di televisi, dan semua makanan yang dibuatkan Nina. Kanya berubah jadi wanita patah hati yang tidak punya semangat. Kesehariannya hanya tidur meringkuk di atas tempat tidur, menangis, lalu mandi dan berendam hingga berjam-jam.

Semua keanehan itu belum pernah dihadapi oleh Nina bahkan Sandro sekali pun. Mereka hanya kebingungan dengan Kanya yang tidak mau berbuat ini dan itu meski sudah dipaksa oleh Noah. Semuanya kelimpungan, mereka hanya tidak tahu bahwa ada satu orang yang mengerti dengan kondisi Kanya sekarang.

Nina menyikut siku suaminya keras, menyuruh agar lelaki berdarah Indonesia-Amerika itu mengutarakan maksud dan tujuannya.

"Ehm ... Damian, saya ingin meminta tolong sama kamu."

"Dad?" Noah mengernyit bingung mendengar Sandro justru meminta tolong pada lelaki yang hampir merobek keperawanan adiknya.

"Noah, diem!" bisik Nina galak.

Sandro menarik napas dalam dan mengembuskannya berat saat Nina sudah banyak mengancam ini-itu.

"Saya memanggilmu kemari karna saya rasa kamu tahu tentang kondisi Kanya. Dia mengurung diri di kamar, menolak semua makanan dan hanya menangis seharian."

Damian mengangguk. "Dia patah hati."

Semua kening di ruangan tersebut memgernyit, bingung.

"Dia pernah begitu sebelumnya?" tanya Noah terkejut.

"Pernah, dulu waktu Edo lupa memgucapkan ulang tahun ke duapuluh. Hampir seharian Kanya mengurung diri di kamar asrama, menolak untuk makan dan hanya menangis sambil menonton video online."

Semua orang menghela napas. Sandro yang paling terpukul mendengar semua penjelasan Damian. Lelaki itu seakan merasa gagal sebagai ayah karena tidak tahu tentang kondisi Kanya yang satu ini.

Sandro beranjak dari sofa, diikuti Nina yang merasa khawatir.

"Setengah jam, saya memberi kamu ijin untuk menenangkan Kanya. Bujuk dia supaya mau makan dan kembali seperti Kanya yang ceria." Setelah mengucapkan titah itu, Sandro memilih pergi ke halaman belakang diikuti Nina.

Melihat hal tersebut, kini Noah mulai paham, bahwa Sandro merasa amat terpukul dengan kondisi adik pertamanya. Lelaki itu lantas mengedikkan dagunya ke arah kamar Kanya, menyuruh Damian segera melakukan tugas.

Tetapi sebelum Damian melangkah menaiki tangga, Noah lebih dulu mencegah.

"Damian, menurutmu Kanya masih tetap percaya dengan perasaannya?"

Damian tersenyum tipis. Lelaki itu kemudian mengangguk tegas. "Dia bukan wanita yang mudah beralih hati. It means, she's a believer who truly believes that the man she love, will loves her back. Kapan pun itu akan terjadi, Kanya selalu percaya pada perasaannya."

Noah terpaku. Meskipun ia dan Kanya merupakan kakak adik berbeda Ibu, mereka masih tetap memiliki persamaan yang kental. Seorang yang begitu mempercayai perasaan pada orang yang ia cintai sejak awal.

"Boleh aku ke atas sekarang?" ijin Damian yang sudah berada di anak tangga paling bawah.

Noah tergeragap. "Hm, ya, boleh."

***

Tanpa mengetuk pintu, Damian menerobos masuk ke kamar bernuansa serba pink yang merupakan kamar Kanya. Lelaki itu bisa melihat sang pemilik kamar hanya meringkuk di atas tempat tidur. Damian masuk kemudian menutup kamar perlahan.

• A Believer •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang