Intuisi

18 5 0
                                    

"Tidak Ada Sebuah Kebetulan Didunia Ini Semuanya Telah  Direncanakan Oleh Sang Pencipta"



Now Playing 🎶
Yura Yunita - Intuisi


***

*Lazuardi POV

Hari menjelang siang, kala itu aku dan mutiara selesai membeli bahan makanan untuk 3 hari kedepan. Tempe, sayur dan ikan menjadi santapan yang seringkali kami buat daripada mie instan. Mengingat  tenggorokan ku yang tidak kuat mengonsumsinya dalam frekuensi yang sering. Kami putuskan untuk pulang menyusuri jalan yang sempat terjadi kecelakaan kecil tadi. Di antara goesan kaki dan alur nafasku tiba tiba terlintas suatu hal.

"Ra, Prawira sekarang gimana kabarnya ya?" Tanyaku. Tanpa berpikir panjang sambil menggoes pedal sepeda

"Hah? Masih aja kepikiran Wira? Padahal itu cerita lama. Aku aja udah bosen dengerinnya." Jawabnya sembari sibuk membenarkan posisi duduknya karena kedua tangannya menggenggam dua keresek yang dipenuhi oleh bahan makanan.

"Ra, Prawira ya bukan Wira. Aku ga suka kalo kamu manggil dia Wira kayak nama om om tau ga." Aku protes. Ya, meskipun Mutiara selalu begitu. Menyebut Prawira dengan sebutan "Wira" karena dia tidak mau ribet menyebutkan nama orang lain yang lebih dari tiga kata, bahkan setiap perkenalan pun ia selalu memperkenalkan dirinya seperti ini, 'Hai, namaku Mutiara. Biasa dipanggil Ra, gausah kepanjangan ribet.' Lalu setelah itu dia nyengir-nyengir sendiri. Haduuhh.

"Iya Prawira. Kamu kenapa sih sampe sebegitu nya sama dia? Udah kaku, dingin, cuek apalagi yang kamu harapin dari dia? Padahal kan Laz banyak temen se fakultas ku yang nanyain kamu tapi kamu cuekin. Mana si Prawira itu masih kalah ganteng lagi sama Dewa." Jawabnya. Mutiara memang begitu, dia tidak mau membahas terlalu jauh tentang seseorang yang dia anggap tidak ada kontribusi nya sama sekali. Yaaa, seperti Prawira contohnya.

"Engga tau. Entah kenapa dia itu punya daya tarik tersendiri dan aku rasa aku emang bertakdir sama dia orang terbukti kok pas waktu itu ...."

*Flashback On

Sore hari rintik hujan membasahi bumi saat selepas pulang sekolah SMA.

"Huft cape nya hari ini banyak banget tugas." Keluhku sembari berjalan di trotoar dengan menendangi batu-batu kerikil.

'Perasaanku kok kayak bakalan ketemu Prawira kenapa ya? Ah perasaan aja kali karena dia emang nongkrong di tempat itu kan.' Benakku saat aku melewati salah satu tempat yang biasa dijadikan Basecamp oleh Prawira dan para komplotannya. Tempat itu berwujud tempat kost, tapi setelah hampir 3 tahun di sekolah aku belum pernah tahu siapa yang mengekost disitu. 

Tiba-tiba dari arah berlawanan muncul sepeda motor model scoopy berwarna merah dengan helm berwarna hitam dibalut kemeja jeans biru yang melesat dengan cepat. Tanpa sadar mataku mengikuti gerak laju motor itu.

"Eehh ehh, bukan nya itu Prawira ?? " Sambil menunjuk sepeda motor yang sedikit demi sedikit tertelan oleh jarak.

'Kenapa intuisiku selalu terarah padanya? Bukan sekali atau dua kali aku seperti ini namun terlalu sering merasakannya. Bahkan saat aku memohon ingin dipertemukan di tempat yang jauh dan mustahil untuk dia datangi dia selalu ada meskipun selintas pandangan mata'

*Flashback Off

"Alah bucin kamu Laz, itu mah paling khayalan kamu doang. Kamu kan halu tingkat bebeb,Hahahaha" Mutiara tertawa puas sambil memukul  pundak ku. Halu tingkat dewa maksudnya.

"Aww jangan pukul pundak ku sakit tau..."
"Engga ih ,asli Ra. Ini bukan halu." Tegasku

"Hahaha, lagian kamu lucu sih ah masa yang kayak gitu dibilang takdir dasar. Yang harusnya kamu anggap itu yang terjadi sekarang-sekarang. Kamu dikasih kesempatan buat merantau dan itu artinya Tuhan kasih kamu kesempatan buat bisa cari sumber kebahagiaan lain selain dari si Wira yang udah pulang kampung ke Yogya itu." Aku sangat senang jika Mutiara sudah memberiku masukan. Tapi tetap saja, jika tujuannya untuk membuatku berhenti, hatiku mati.

"Yaudah kalo kamu ga sepemikiran sama aku. Lagipula ya takdir itu bisa datang kapan aja." Balasku

"Tapi ga berharap sama kejadian di masa lalu juga kali Laz!" Aku paham, kali ini Mutiara pasti sudah sangat kesal. Aku diam seribu bahasa, aku takut Mutiara malah tidak mau mendengarkan kalimat-kalimat dari lidahku lagi. Tanpa kata-kata, aku terus menggoes pedal sepeda menyusuri jalanan menuju kost kami.

***

Waduh gimana nih readears greget kan sama Prawira yang dingin dingin manja wkwkw

Yang belom move on sama masa lalu, mana suaranya ? Mari kita rapatkan barisan

Kalian jangan kemana mana yah masih banyak kebaperan yang bakalan kalian nikmati :v

Jangan lupa vote ,comment dan tag temen kalian sebanyak banyaknya buat baca terus "Dewa Prawira"

Lopyuuu Readers 🧡

~Titik Kata Semesta

Dewa PrawiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang