Tangkai tiga

25.6K 811 18
                                    

Jaehyun POV

Aku menyusuri lorong menuju lift terdekat. Ruang kerjaku berada di lantai lima sementara kamarku berada di lantai sembilan.

Dari duabelas tingkat mengapa aku memilih tinggal di lantai sembilan?Alasannya karena aku menyukai angka itu, seperti halnya orang-orang yang menyukai angka tujuh sebagai angka keberuntungan.

"Bisa tidak lebih cepat?" kataku pada Rosi—Park Chaeyoung Roseanne yang entah mengapa aku lebih menyukai panggilan itu.

Sedari tadi gadis itu terlalu norak, melihat sana, melihat sini seperti tengah berada di mega mall. Beruntung ia segera menyamakan langkahnya denganku jika tidak aku sudah menyeretnya.

Setelah manaiki lift kami berdua sampai di lantai 9. Berjalan sejenak dan melewati empat kamar, akhirnya kami tiba di kamarku. Dengan pemindai sidik jari, aku membukanya lekas menarik Rose masuk.

"Woah, tempat ini luas sekali! Seperti apartemen yang kulihat di drama korea."

Mendengar gumamannya aku hanya mendengus. Tingkahnya benar-benar seperti rakyat jelata. Tapi yang diucapkannya memang benar. Hotel di sini hanyalah sebutannya karena fasilitas yang ada seperti apartemen mewah pada umumnya.

Alasannya satu, aku tak mungkin menyewakan dalam bentuk apartemen karena dilarang dalam satu atap dengan tempat hiburan. Untuk itulah aku mengkamuflasekan sebagai hotel, memang aku perlu menyogok tetapi hasilnya sebanding.

"Kau sudah selesai melihat-lihat?" tanyaku yang sudah lelah melihatnya kesana kemari.

Rose tersenyum kecut kemudian menghampiriku yang tengah duduk di sofa. Aku meneguk soda kalengan kesukaanku.

"Kau menyukai tempat ini?"

"S-Sepertinya," jawabnya malu-malu.

"Bagus. Kau boleh tinggal di sini bersamaku," ucapku yang lantas disambut dengan keterkejutannya.

"Bersama? Kau bercanda kan?"

"Untuk apa bercanda lagian kau milikku sudah sewajarnya kita tinggal bersama," balasku cuek. "Atau kau lebih memilih tinggal di jalanan?"

"Yak! Kenapa kau seenaknya menentukan sendiri, cih!"

"Yak? Cih? Kau berbicara kasar padaku? Bahkan daritadi kau belum memanggilku ahjussi, kau pikir peringatanku tadi lelucon?!" kataku sedikit menyergah, saat ini sebelah kakiku sudah di atas meja pendek dan tanganku mencengkram rahang bawahnya.

Aku kehilangan kesabaran. Dari awal aku memang berusaha lebih lembut namun tampaknya gadis lebih suka melonjak, terpaksa tanganku yang akan membuatnya menurut.

Rose menganga, tatapannya memucat jelas dia takut dan terkejut dengan perubahan sikapku yang drastis-padahal inilah sosokku yang selama ini kusembunyikan.

"A-Ahjussi ... maaf aku tak bermaksud."

Tatapannya nanar-hal yang paling kubenci—sementara bibirnya bergetar saat kalimat itu keluar.

"Jangan menangis, aku tak suka."

Aku melepas cengkramanku dan kembali duduk. Rose masih tertunduk, pahanya merapat dan kedua tangannya dipangku.

"Grando Emerald bukanlah sebatas nama. Grando berarti keagungan, kemegahan, dan kebesaran. Emerald berarti hijau yang melambangkan kemakmuran dan awal yang baru dalam kultur budaya kita."

Aku meletakkan kaleng kosong ke atas meja, memperhatikannya yang kini berani menatapku. "Tempat ini bukanlah tempat hiburan semata, tapi juga garis start bagi orang-orang sepertimu untuk memulai babak baru kehidupan. Namun semuanya ada aturan. Di sini aturan yang berlaku sepanjang waktu ialah tutur kataku. Mematuhiku berarti memudahkan jalanmu, mengerti?"

Possesive AhjussiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang