Prolog

39.8K 1K 6
                                    

Chaeyoung POV

Namaku Park Chaeyoung Roseanne. Aku merupakan orang korea yang besar di australia bersama kedua orang tuaku.

Usiaku kini menginjak kematangan yakni 20 tahun dan saat ini tengah menempuh studi di sebuah universitas ternama di Seoul. Ya benar Seoul, Korea.

Aku sudah pindah semenjak kedua orangtuaku meninggal karena kecelakaan pesawat saat pergi berlibur. Kala itu aku sedang mengadapi ujian masuk universitas makanya tak bisa ikut, seandainya saja ..., maaf aku tak ingin membahas insiden itu lebih jauh lagi.

Saat ini aku tinggal bersama keluarga pamanku, namun lebih bisa dianggap menumpang karena paman memperlakukanku seperti orang asing. Pria pemabuk itu mulai gemar berjudi semenjak kepergian istrinya dan anaknya memilih tinggal di Jepang bersama istrinya.

Paman selalu pulang dalam keadaan mabuk tiap malam. Dulu ada pembantu yang mengurusinya, namun karena hobi berjudi uangnya habis dan kini ia tak bisa lagi menyewa beberapa pembantu lagi.

Akibatnya aku yang kena getah. Selain mengurusi tugas kuliah, belajar, aku masih harus mengurusi pekerjaan rumah. Sayangnya aku tak bisa menolak karena paman merupakan keluargaku yang masih tersisa, lagipula bagaimana pun dia tetap pamanku yang membutuhkan pertolongan.

"Chae ... kau sudah tidur?"

Suara berat paman mengagetkan yang sedari tadi hanya bergumul dengan selimut tanpa bisa menutup mata. Entah mengapa hari ini perasaanku gelisah.

"Belum, paman. Ada apa?" tanyaku sembari bangun ke dalam posisi duduk.

Pria itu tampak sempoyongan, kedua tangannya memegangi kusen kayu yang menyangga pintu kamarku.

Lampu di kamarku sudah kumatikan hanya menyisakan lampu meja yang temaram membuatku sulit melihat mata paman yang selalu merah jikalau mabuk.

"M-Maafkan paman, ya."

"Maaf untuk apa, paman?"

Aku mengernyit. Tak pernah aku mendengar kata maaf itu semenjak prosesi pemakaman kedua orang tuaku. Entah mengapa tubuhku bergidik seketika saat hawa dingin menyeruak masuk melalui lubang ventilasi udara di atas jendela.

Paman tak menjawabku, bahkan ia memutar tubuhnya dan keluar begitu saja tanpa menutup pintu.

Aku terhenyak, ingin kukejar paman tapi memang hubungan kami sebenarnya tak begitu dekat. Bahkan paman tak pernah menceritakan masalahnya begitu juga denganku. Aku ragu kali ini pun dia akan bersedia berbagi.

※※※

Esok pun tiba dengan diriku yang masih memikirkan masalah paman semalam. Seperti biasa aku bangun kemudian cuci muka dan menggosok gigi.

Selepas itu aku memasak dengan dibantu pembantu paruh baya yang masih ingin bekerja meski paman sudah mengusirnya namun aku tahan, akhirnya paman mengerti. Selesai itu aku pergi mandi sementara bibi membangunkan paman.

"Paman sudah bangun, bi?" tanyaku yang telah siap dengan balutan kasual.

"Belum, non. Sepertinya ada yang aneh dengan tuan, di-dia menangis," ungkap bibi tampak ragu-ragu.

"Menangis? Biar aku melihatnya," kataku kemudian bergegas menuju kamar paman yang terletak di lantai satu—tak jauh dari ruang makan.

Kuketuk pintu kamarnya, "paman?" kataku sembari memutar kenop dan mendorongnya. Kulihat paman tengah duduk bersimpuh menghadap ranjang dan membenamkan wajahnya pada bantal.

Samar-sama kudengar suara sesegukan, bisa kupastikan paman memang menangis tapi karena apa? Aku melangkah pelan mendekatinya.

"Paman ...? Apa yang salah paman?"

Paman beraksi mendengar suaraku. Ia menolehkan kepala namun yang kulihat sorot matanya yang memelas seakan lagi berputus asa. Tangisnya kembali meledak bersamaan dengan bibirnya yang gemetaran.

Aku terkejut saat paman mendadak bersujud di hadapanku. "Ma-Maafkan paman Chae. Paman telah berbuat salah padamu. Paman telah melakukan hal yang seharusnya tak paman lakukan."

"Paman, jangan begini. Bangunlah lalu ceritakan padaku apa yang paman lakukan sampai seperti ini," ucapku mengiba, sungguh meski paman tak perhatian padaku sama sekali tetapi melihatnya seperti itu membuat hatiku tersentuh.

Paman mendongakkan kepalanya, kedua tangannya mengatup seperti orang yang memohon ampun. Bibirnya terus gemetar, dia menelan ludah beberapa kali. "Pa-Paman semalam berjudi. La-Lalu ...."

"Lalu apa paman ...?"

"P-Paman menjadikanmu bahan...ta-taruhan, sugguh paman tak bermaksud. Awalnya paman pikir akan mampu menang tapi justru paman semakin bangkrut—"

Plak!
Seluruh tubuhku panas, darahku berdesir ke otak seakan kepalaku hendak meledak. Tanpa sadar sebuah tamparan keras kulayangkan ke wajah paman dan membuatnya membisu seketika.

Napasku berat, dadaku kembang kembis dengan susah payah. Tubuhku lemas seketika saat ucapan paman terngiang di kepalaku. Aku pun terkulai ambruk.

"APA PAMAN SUDAH GILA?!! INI AKU PONAKANMU!!!"

"Maafkan paman chae, paman sungguh menyesal. Paman akan berusaha menebusmu lagi, paman janji, paman—"

Plak!
Sebuah tamparan keras mengenainya lagi. Bahkan tadi itu sekuat tenaga sampai panas telapak tanganku, namun aku tak peduli. Aku tak peduli lagi pada semuanya. Air mataku berlinang, mengucur, tangisku pecah sejadinya.

Kudengar suara paman samar, entah karena dia memelankan suara atau memang kepalaku yang tak mau merespon, aku hanya terus menangis dan tak mengacuhkannya.

Jaehyun POV

Namaku Jung Jaehyun namun pegawai di kasino yang kumiliki memanggilku Bos muda. Bukan tanpa alasan sebab menginjak usia 34 tahun wajahku masih tampak muda seperti pemuda 20 tahunan.

Kasino Grando Emerald milikku terletak di tengah Seoul dan bisa dibilang tempat hiburan termegah di kota. Tak heran jika milyaran uang berputar tiap malam gedung bertingkat yang sekaligus menjadi rumahku itu.

Di Korea kasino memang tergolong bisnis legal meski pengawasannya ketat. Seperti halnya club, ada banyak celah untuk terjadinya tindak kriminal termasuk peredaran narkoba.

Aku membenci hal seperti itu, tak peduli seberapa kaya tamu yang hadir apabia kedapatan membawa narkoba akan langsung ditendang keluar. Bahkan pernah aku mengusir seorang pegawai pemerintahan yang cukup punya jabatan.

Akan tetapi aku munafik bila perjudian di Grando Emerald bersih dari tindak ilegal. Berbeda dengan narkoba yang dapat dicari barang buktinya, aku mengizinkan wanita sebagai pertaruhan. Bila bandar menang wanita itu akan menjadi milik perusahaan dan akan dipekerjakan sebagai waitress, hostess, maupun bell girl.

Aku lupa bilang bahwa Grando Emerald tak hanya menjalankan bisnis kasino melainkan club dan juga perhotelan dalam satu gedung. Ya, begitulah ide bisnisku yang membuat Grando Emerald tumbuh cepat dan kini menjadi tempat hiburan malam andalan kota Seoul.

Tok tok tok!
Sebuah suara ketukan pintu menarik perhatianku dari layar laptop. Aku menyandarkan punggung pada kursi empuk yang telah menemaniku beberapa tahun—bisa dibilang kuris yang penuh kenangan.

"Masuk," ucapku singkat.

Rupanya Yuta, dia adalah pegawai muda yang dapat kuandalkan untuk menangani bagian kasino. Jika aku tak ada di tempat dia yang akan menggantikanku—keputusannya ialah keputusanku.

"Ada apa?" tanyaku datar seperti biasa—namun bagi orang asing banyak yang bilang terkesan dingin.

"Kita mendapat wanita lagi setelah sekian minggu. Yah, kupikir ini kabar bagus untukmu." Yuta tersenyum, tampak jelas tatapan bangga di matanya.

Aku dan dirinya memang sudah begitu akrab jadi kubebaskan untuk berbicara semi formal padaku.

"Benarkah?" Aku mengerutkan dahi, sudut bibirku melebar. "Kerja bagus Yuta, sudah lama aku memang tak bermain. Besok bawa dia kemari," ujarku memberi perintah.

[] To Be Continued

Giamana tanggapannya?
Next? Jangan lupa voment yang baik dan cantik :*

Possesive AhjussiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang