Tangkai dua

24.2K 821 0
                                    

Author POV

"A-Apa yang kau katakan dasar pria mesum!" Kedua pipi chaeyoung merona seketika. Ia memang menggemari drama korea, tetapi baru kali ini dia bertemu pria sevulgar pria di hadapannya.

Jaehyun tak merespon ucapan wanita itu-setidaknya belum. Ia meraih sebuah berkas di hadapannya, mengambil sebuah lembar dan memberikannya pada Chaeyoung.

"A-Apa ini?" Wanita itu tampak ragu meski tetap memungut kertas itu.

"Itu adalah kontrak yang ditandatangani oleh walimu, Tuan Park. Di situ tertulis bahwasannya-intinya sekarang kau menjadi milik Grando Emerald, atau lebih mudahnya kau adalah milikku."

Chaeyoung terperangah. Sorot matanya masih mengatakan ketidak yakinan akan tetapi setelah membaca isi perjanjian itu ia membuang napas dalam-lebih terdengar seperti napas keputusasaan. Dia tahu tak ada jalan keluar, kecuali seseorang menebus uang jaminan sebesar 10 milyar.

Wanita itu mencubit pipinya pelan seakan meyakinkan dirinya untuk terakhir kali bahwa ia tak sedang bermimpi. Semua itu nyata, termasuk hak kemanusiaan yang telah direnggut darinya.

Chaeyoung POV

"Kau menggemaskan. Dalam situasi begini kau masih tenang, kebanyakan akan berusaha kabur, atau bahkan ada yang hendak mencongkel mataku." Pria yang memperkenalkan diri sebagai bos itu kembali bersuara.

Kali ini semburat senyum menghiasi wajah putihnya. Pesona pria itu benar-benar menyulitkanku untuk berpikir jernih.

"Bukankah tindakan seperti ini ilegal, Tuan Jaehyun yang terhormat?" tanyaku sedikit sarkas. Meski aku kuliah jurusan artistik bukan berarti aku buta tentang hukum.

"Tentu, karena itu kesepakatan ini terikat dengan jaminan, bukan atas dasar hukum perundangan."

Aku sedikit skeptis. "Jaminan apa?"

"Sederhana, hal yang paling berharga bagi seorang manusia."

Kata-kata pria itu tak gamblang, aku perlu mencernanya. Hal yang paling berharga bagi seseorang? Mungkin keluarga, harga diri, atau ..., jangan bilang-

Aku terkesiap saat pandangan kami bertemu, Jaehyun tengah menatapku dengan seringaian kecil dan itu berhasil membuatku bergidik.

"Nyawa, kau benar. Kau boleh melapor pada polisi tapi keluargamu yang akan menanggung akibatnya. Akan kugaransi pula jika kematian mereka akan terkesan disebabkan oleh 'kecelakaan', dengan begitu takkan ada tersangka."

Pria yang mengerikan! Bagaimana dia bisa bicara soal pembunuhan dengan mimik wajah datar seperti hal itu sudah biasa baginya. Apa aku sanggup menghadapinya? Ayah, ibu, tolong bantulah aku.

Tanpa terasa mataku sudah sembab. Aku tertunduk pada kenyataan, pada ketidakadilan, pada nasib yang ditimpakan padaku. Apakah aku harus menyerah? Aku tak tahu. Aku punya impian yang bahkan kini kuragukan akan kucapai.

Saat bulir air mataku hendak bergulir, sebuah usapan lembut kurasakan di pipi. Pria yang melakukannya, Jaehyun, memegang daguku dengan ujung jarinya lalu membuatku mendongak, menatap wajahnya.

Entah sejak kapan pria itu sudah berada tepat di depanku, bahkan wajah kita hanya terpaut satu jengkal. Pria itu tersenyum tipis. Jika malaikat memang ada kuingin sosoknya seperti dia. Tapi sayang pria di hadapanku itu hanyalah iblis yang berparas malaikat.

"Aku tak suka wanita cengeng, jangan coba-coba menangis di hadapanku."

Sejurus kemudian tatapan pria itu kembali tajam seperti biasa. Benar, sudah pasti dia itu iblis bukan malaikat. Kau harus sadar Rose.

Possesive AhjussiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang