Chapter 1

2.8K 275 32
                                    

"Silahkan pesanannya."

"Terimakasih mbak." Ucap Jisung seraya tersenyum. Ia kemudian berjalan menuju pintu keluar. Baru tiga langkah berjalan, ia mendadak menghentikan langkahnya. Tubuhnya gemetar. Ia tidak menyangka melihat sosok yang berusaha ia lupakan enam tahun ini.

Entah apa yang ada dipikiran Jisung saat itu, ia tiba-tiba berjalan mendekati laki-laki yang ia dengar dua minggu yang lalu memutuskan pindah dari Australia.

"Kak Minho?" Ucap Jisung lirih seraya mencondongkan badannya memastikan bahwa ia itu benar-benar Minho dan menatap laki-laki yang nampak terkejut dengan kedatangannya.

Laki-laki yang ia panggil -Kak Minho- itu mendongak menatap Jisung dengan tatapan terkejut."Ji-Jisung?"

Jisung tersenyum."Ah ternyata benar Kak Minho. Apa kabar?"

"K-kamu ngapain di sini Sungie?" Tanya Minho yang masih terkejut dengan kehadiran Jisung didepannya. Mengabaikan pertanyaan basa-basi yang dilontarkan Jisung.

Jisung nampak terkejut dengan pertanyaan Minho. Jisung tidak salah dengarkan? Apa tadi katanya? Sungie? Minho memanggilnya Sungie? Namun ia berhasil menutupi keterkejutannya dengan tersenyum. "Loh, lupa ya? Ini kan kafe langgananku." Jawabnya santai.

"Ah- betul juga. Kakak lupa."

"Wajar aja kalau kakak lupa. Toh buat apa inget hal nggak penting." Jawabnya seraya tersenyum. "Gimana kabar istri sama anak kak Minho?" tanya Jisung dengan senyum yang masih tersungging di wajahnya.

Minho nampak terkejut. Minho menatap Jisung dengan raut wajah seolah-olah bertanya 'Tahu dari mana?'

Jisung yang sadar dengan tatapan Minho pun berkata,"Hyunjin yang kasih tahu Jisung."

"Aa Hyunjin yang kasih tahu." Ucap Minho seraya menganggukkan kepalanya. "Mereka baik."

"Kak Minho bahagia?" Tanya Jisung dengan air mata yang sudah berkumpul di pelupuk matanya.

"Iya kakak bahagia. Jisung juga harus bahagia ya?" Pintanya.

Jisung yang mendengar itu tersenyum, namun air mata yang sedari tadi ia tahan mendadak meluncur bebas di pipinya.

Minho lagi-lagi terkejut. Ia hanya bisa menatap Jisungnya, dengan tatapan sendu. Ia juga sakit. Tidak hanya Jisung.

Jisung pun dengan cekatan menghapus air matanya."maaf. Aku ganggu ya? Kalau gitu aku permisi. Aku tadi cuma mau mastiin sesuatu." Jelas Jisung.

Minho menatapnya bingung."Mastiin apa?" Tanyanya.

"Mastiin kalau aku sudah bisa lepasin Kakak," jawab Jisung. Ia menarik nafasnya."Tapi ternyata, masih sama kak. Ternyata aku masih sama. Sedangkan Kakak...." ucapnya terpotong Jisung kemudian menghela nafasnya. "Ah maaf aku permisi."

Jisung yang kemudian berjalan meninggalkan Minho yang menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

Minho mengepalkan tangannya. Ia berkali-kali meyakinkan dirinya untuk tidak mengejar laki-laki itu. Ia kemudian menyandarkan tubuhnya di kursi seraya memejamkan mata dan menikmati rasa sakit yang menghujam dadanya saat ini. Tak bisa ia pungkiri. Dirinya sendiri juga masih sama. Tidak ada yang berubah, selama enam tahun ini.

***

Jisung membiarkan angin laut membelai wajahnya. Ia memejamkan mata menikmati angin yang berhembus.

"Masih mau di sini Ji?" Tanya laki-laki disampingnya yang sedang menatap wajah damainya dari samping.

Jisung mengangguk. "Aku masih kangen sama ayah bunda."

"Hyunjin nyariin."

"Kakak pulang dulu gih."

"Ya kan Hyunjin nyariin kamu bukan kakak."

"Tapi Jisung masih kangen ayah sama bunda kak."

"Besok kakak temenin kesini lagi deh. Gimana?"

"Nggak mau."

"Ji ini udah hampir gelap."

"Ya terus?"

"Kamu dari tadi pagi udah di sini. Pulang ya?"

"Ih kak Changbin duluan aja."

"Pulang atau kakak sama Hyunjin nggak akan nemenin kamu ke pantai lagi?" Ancam Changbin.

Jisung kemudian menatap lawan bicaranya dan terlihat berfikir.

"Gimana? Mau ya pulang? Hyunjin udah beliin makanan buat kamu."

"..."

"Kamu juga perlu istirahat Ji. Seminggu ini jam tidur kamu kacau."

"..."

"Kakak sama Hyunjin khawatir. Bunda sama ayah juga pasti sedih lihat Jisung kayak gini."

Jisung terdiam seraya menatap ombak yang bergulung dan kemudian pecah menabrak bebatuan.

"Pulang ya?"

Jisung menghela napasnya dan kemudian mengangguk. "Bunda, ayah Jisung pulang ya." Pamitnya seraya menatap ke laut di hadapannya.

Changbin menatap Jisung pilu. Hatinya ikut terasa sakit melihat laki-laki di sampingnya seperti ini. Ia kemudian merangkul bahu Jisung.

"Aku tuh lucu ya kak?" Tanya Jisung.

Changbin hanya menyimak menunggu Jisung melanjutkan kalimatnya.

"Kalau orang lain, orangtuanya udah meninggal, datengnya ke makam." Ujarnya dengan tatapan kosong. "Lah aku, malah datengnya ke pantai." Ucapnya seraya terkekeh.

Changbin yang mendengar hal itu hanya mampu mengusap punggung Jisung dengan lembut. Mencoba menenangkan laki-laki itu.

"Cuma itu ya yang bisa aku lakuin? Payah banget."

"Ji, bukan salah kamu."

"Kak, tapi jasad mereka belum di temuin sampai sekarang dan aku cuma bisa gini-gini aja. Nggak berguna banget jadi anak."

"Ji! Kakak yakin kalau bunda sama ayah denger kamu bakal di marahin habis-habisan." Tegur Changbin yang merasa kesal karena Jisung menyalahkan dirinya karena tidak mampu menemukan jasad orang tuanya yang empat tahun lalu tenggelam di tengah laut.

"Udah ya? Jangan nyalahin diri sendiri?" Pinta Changbin seraya menatap Jisung lembut.

Jisung kemudian menganggukan kepalanya dan tersenyum menatap Changbin. "Maaf..." Cicit Jisung.

"Minta maaf sama diri kamu, Ji. Jangan terlalu keras sama diri kamu."

"Iya."

"Kamu harus ikhlas juga, Ji. Ini udah takdir dari Tuhan. Kamu nggak boleh terus-terusan nyalahin diri kamu."

"Iya."

"Coba kamu lebih sayang sama diri kamu sendiri."

"Iya."

"Kakak aja sayang sama kamu. Masak kamu nggak sayang sama diri kamu sendiri?"

-tbc

lα ғιɴ || Binsung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang