Chapter 3

1.3K 218 20
                                    

Jisung terlihat terburu-buru untuk berangkat bekerja. Ia memiliki jadwal operasi di pagi buta seperti ini. Ia mendesah lega saat melirik jam tangannya yang masih menunjukkan pukul 05.10 itu artinya ia masih memiliki waktu 20 menit untuk persiapan.

"Kenapa tadi gue buru-buru banget." Gumamnya pada dirinya sendiri.

"Pagi dr. Han." Sapa salah satu suster yang akan membantunya di operasi pagi ini.

"Pagi.", Jawabnya singkat.

"Baru dateng dok?" Tanyanya.

Jisung hanya mengangguk menjawab pertanyaan perempuan itu. "Oh iya, Heejin. Pasien udah di cek?" Tanya Jisung.

Heejin mengangguk. "Barusan saya cek dok."

"Ya sudah kalau gitu saya ganti pakaian operasi dulu. Bawa pasien ke ruang tunggu operasi 10 menit lagi ya." Pesannya kemudian ia melenggang pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban Heejin.

Jisung merupakan dokter bedah umum yang cukup terkenal karena ketelitiannya. Setiap operasi yang ia tangani pasti selalu berhasil. Padahal ini baru tahun ketiganya berkecimpung di rumah sakit.

.
.
.
.
.
.
.


Jisung melangkah keluar dari ruang operasi untuk menemui keluarga pasien dan menjelaskan tentang operasi yang baru saja ia selesaikan.

"Selamat pagi, dengan keluarga pak Kim?" Sapa Jisung ramah.

"Iya kami keluarganya dok." Jawab salah satu perempuan yang ia yakini adalah Istri dari pasiennya.

Jisung tersenyum. "Operasinya lancar dan pak Kim sudah kami pindahkan ke ruangannya." Jelas Jisung. "Saya mohon jangan terlalu berisik agar tidak mengganggu istirahat pasien. Dan juga jika pasien sadar segera panggil suster dengan memencet tombol di dekat ranjang pasien ya." Pintanya ramah.

Wajah keluarga pasien terlihat berbinar. Mereka tak henti-hentinya mengucapkan terimakasih kepada Jisung. Padahal dalam hatinya ia tidak terlalu senang jika keluarga pasien berterimakasih kepadanya. Karena menurutnya, ia hanya sebagai perantara penyembuh yang dikirim oleh Tuhan.

Berhasil atau tidaknya operasi yang ia lakukan itu menurutnya juga atas kehendak dari Tuhan. Dan ia beruntung karena Tuhan selalu menghendakinya untuk berhasil ketika melakukan operasi.

Jisung meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Berada di ruang operasi selama dua jam membuat tubuhnya -terutama tangannya- itu kaku. Ia menyandarkan punggungnya di kursi empuknya seraya memejamkan matanya.

Jisung melirik jadwal operasi yang tertempel di dinding ruangannya. Operasi selanjutnya jam 8 itu artinya hanya tersisa setengah jam lagi untuk beristirahat. Ia mendengus kesal karena pasti tidak sempat untuk sarapan.

Tok tok tok

"Masuk." Ucapnya.

"Permisi, saya mengantarkan makanan yang anda pesan." Jelas orang itu.

Jisung nampak bingung namun kemudian ia menerimanya dan tidak lupa berterima kasih.

"Pasti kak Changbin." Gumamnya. Ia pun mengeluarkan ponselnya yang ia simpan di dalam tas. Benar saja ternyata laki-laki itu mengiriminya banyak pesan sejak tadi pagi.

KakChang

|Jisung berangkat jam berapa?
|Mau kakak anter nggak?
06.02
|Masih tidur?
06.15
|Jangan bikin khawatir dong
|Oi bocah
|Lagi ngapain sih?
|Apa jangan-jangan kamu udah berangkat?
06.28
|Oh ternyata kamu ada operasi pagi ya?
|Kalau gitu pasti belum sarapan.
|Kakak kirim kamu makanan ya.
|Pengennya sih kakak yang anter. Tapi habis ini kakak ada rapat.
07.23
|Udah sampai makananannya?

Kakak bawel banget sih|
Makanannya udah sampai barusan|
Makasih ya!|
Kakak baik banget ༎ຶ‿༎ຶ|
Oh iya, semangat rapatnya pak bos(☆▽☆)|

Jisung tersenyum simpul kemudian memakan makanan yang dikirim oleh Changbin dengan cepat karena ia tidak memiliki banyak waktu.

.


.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Dokter Han? Mau kemana?" Tanya Heejin yang sedang berjalan bersama beberapa rekannya.

"Gabung aja sini. Lo mau makan kan?" Tawar Jeno. Ia dan Jeno memang dekat sehingga tidak masalah jika mereka berbicara tidak formal.

"Gapapa nih gue gabung?" Tanya Jisung memastikan.

"Nggak papa lah dok. Kita malah seneng." Jawab Heejin mewakili rekan-rekannya yang mengidolakan Jisung.

Jisung kemudian menyetujui ajakan mereka. Toh bagus ia memiliki teman dari pada sendirian. Mereka berjalan menuju restoran yang berada di dekat rumah sakit. Mereka makan di luar karena bosan dengan makanan kantin rumah sakit.

"Kalian pesen aja. Biar saya yang traktir." Ucap Jisung.

"Lah ada apa nih kenapa mendadak traktir." Tanya Jeno dengan tatapan menyelidik.

"Nggak ada apa-apa. Cuman lagi pengen traktir aja." Jelas Jisung santai.

Sedangkan yang lain bersorak gembira.

"Harus sering-sering nih ngajak dokter Han makan bareng." Celetuk Somi. Yang kemudian mendapat respon tawa dari teman-temannya.

"Oh iya, dokter Han sama dokter Lee itu temen ya?" Tanya Yuqi penasaran.

Jeno mengangguk mantap. "Saingan kita dari dulu." Jelas Jeno.

Sedangkan Jisung hanya tertawa mendengar jawaban Jeno. Karena memang benar mereka selalu bersaing dalam hal apapun sejak SMA.

"Saingan dalam hal apa dulu nih?" Tanya Somi.

"Kalau saya sih seringnya bandingin nilai sama ipk." Jelas Jisung.

"Padahal jurusan kita aja beda." Sahut keduanya bersamaan. Kemudian mereka saling memandang dan tertawa. Ya memang benar. Jeno dokter bedah saraf sedangkan Jisung dokter bedah umum.

Heejin dan teman-temannya tertawa mendengar jawaban Jeno dan Jisung yang kompak.

"Yang kayak gini saingan?" Tanya Yuqi heran. "Kalian malah kelihatan kaya soulmate dok."

"Najis." Sahut keduanya bersamaan.

"Tuh kompak banget." Sahut Somi dan kemudian mereka menertawakan Jisung dan Jeno.

"Diem. Atau saya batalin nih traktirnya." Ancam Jisung.

"Yah kok gitu. Nggak asik ah dokter Han." Protes Heejin dan teman-temannya.

Namun, Jisung tidak menggubris protes yang dilontarkan untuknya karena saat ini matanya fokus dengan laki-laki yang sudah sangat ia pahami perawakannya. Siapa lagi? Tentu saja Changbin.

Changbin terlihat makan dengan tenang bersama dengan laki-laki manis yang ia lihat beberapa hari yang lalu. Terhitung sudah dua kali Jisung melihat Changbin bersama dengan orang lain.

Jisung mendadak heran dengan dirinya sendiri. Kenapa dadanya mendadak terasa sesak?

-tbc

lα ғιɴ || Binsung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang