“Sreekkk...” suara pintu pagar ditarik. Andri membuka pintu gerbang rumah kos-kosannya.
Pertama kali masuk gue lihat kos-kosan Andri ini cukup bagus. Halaman parkirnya luas. Bisa menampung 3-4 mobil sedan dan beberapa sepeda motor.
Rumah kos ini memiliki dua lantai. Dan kamar Andri ada di lantai dua paling ujung.
“Kok sepi Ndri?” tanya gue begitu naik ke lantai dua.
“Iya nih emang sepi gini kos-kosannya.”
“Tapi ada yang ngisi kan?”
“Iya ada. Entahlah, aku juga enggak tahu. Biasanya enggak sepi-sepi banget kaya gini.” Jawab Andri.
Gue ikuti Andri sampai ke kamarnya yang ada di ujung lorong. Sekilas selain luas, kos-kosan ini juga bersih untuk ukuran kos anak cowok. Cat orange pada dinging dan biru tua pada pintu terlihat masih baru. Rak-rak sepatu di depan masing-masing kamar juga telrihat rapi. Tidak seperti umumnya anak cowok yang tidak menata rapi sepatunya di rak.
Gue lepaskan tas carrier gue yang super berat ini. Sepatu gunung gue yang masih basah karena kehujanan saat di Raung kemarin juga gue lepas. Karena gue pakai terus seharian ini, maka bisa ditebak seperti apa bau kaki gue saat gue lepas sepatu.
“Eh Ndri, gue boleh nyuci enggak?”
“Boleh-boleh Gas. Ada tempat jemurannya juga di sana.” Andri menunjuk pada lorong lain. Agak jauh.
Karena gue bingung, maka Andri mengantarkan gue menuju tempat nyuci yang dimaksud.
Gue takjub ternyata rumah kos Andri ini lebih luas dari yang gue kira. Masih ada beberapa deret kamar kos di lantai dua ini. Lalu ada pohon mangga yang tumbuh di halaman tengah rumah. Daun-daun dari pohon mangga itu berdekatan dengan lantai dua tempat jemuran. Andai saja pohon itu berbuah. Anak-anak kos lantai dua ini pasti senang bukan main. Mereka bisa memetik mangga tanpa kesusahan.
Kesan yang sama masih terasa begitu gue lihat kamar-kamar yang lain di lantai dua ini. Semua bersih dan juga sepi. Rumah yang begitu besar tapi rasanya Cuma gue dan Andri saja yang menghuninya.
Andri kembali ke kamarnya. Sekarang gue sendirian di tempat nyuci yang remang-remang. Di bawah pohon mangga yang besar.
Semua pakaian gue yang basah oleh-oleh dari gunung Raung, gue cuci. Kaos kaki gue yang berbau neraka juga gue cuci. Sedangkan sepatu gunung gue biarkan saja. Lebih baik gue jemur saja.
Sambil mencuci gue ditemani suara percikan air dari keran. Tak ada suara lain.
Malam-malam begini gue jemur pakaian. Ternyata capai juga menjemur pakaian setelah naik gunung.
Sebelum kembali ke kamar Andri, gue sempatkan untuk jalan-jalan sebentar di lantai dua rumah ini. Barangkali Andri juga sudah tidur di kamarnya kecapaian.
Gue kembali takjub, ternyata ada ruangan fitnes juga di lantai dua. Ruangannya berada di ruang tamu. Gue baru sadar padahal gue tadi juga lewat ruang tamu ini.
Gue coba alat-alat fitnes yang ada. Meskipun tidak selengkap di tempat gym tapi untuk keperluan olahraga anak kos ini sudah sangat cukup.
Gue coba lihat-lihat ke arah lain. Masih sama sepi dan rata-rata kamar mati lampunya. Mungkin penghuninya sedang keluar.Tak ada hal unik lagi yang gue tamukan selain kamar yang sepi, lalu gue putuskan kembali ke kamar Andri. Badan gue sudah capai dan pegal. Tinggal sholat lalu tidur sambil menunggu jam 12 malam tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Novel Horror Seri Gunung: IJEN #2
AdventureLanjutan dari cerita seri pertama: Misteri Gunung Raung