Pendakian masih berlanjut. Dingin semakin mencekam. Gue hanya memakai jaket motor biasa yang dipinjami Andri dan topi. Tapi gue sedikit terbantu oleh kaos tangan yang gue beli di warung saat di Paltuding tadi.
“Tiap pagi buta begini berarti selalu ramai ya Mas?” gue kembali melanjutkan obrolan gue dengan guide lokal.
“Iya Mas. Para turis mengejar fenomena blue fire yang Cuma ada dua di dunia. Satu di Islandia, satunya lagi di sini. Habis itu blue fire-nya juga hanya kelihatan saat jam 2 -4 dini hari saja.” Jelas guide tersebut.
Hmm.. dari sini gue baru paham kenapa Andri menyuruh gue untuk berangkat tengah malam ke Ijen. Selain untuk summit attack ternyata api biru hanya muncul di pagi buta sampai jam 4 saja.
“Setelah jam 4 berarti api biru enggak kelihatan lagi Mas?”
“Semakin hilang Mas. Atau lebih tepatnya semakin tidak terlihat. Jam 5 ke atas sudah tidak terlihat.”
Gue lihat jam di tangan masih pukul 2 lewat setengah jam. Masih ada waktu.
“Ohya Mas... gue masih penasaran sebenarnya kenapa bisa muncul api biru di kawah Ijen? Dan apa bedanya sih dengan api biru yang di kompor gas yang biasa kita lihat itu?”
“Sebenarnya seperti ini. Api biru itu tercipta karena ada reaksi antara gas belerang dengan oksigen. Gunung Ijen sendiri memiliki gas belerang yang tinggi. Sehingga jika teroksidasi maka akan menghasilkan air biru.”
“Lalu apa bedanya api biru Ijen dengan api biru di kompor gas?”
“Kalau api di kompor gas bisa dimatikan. Kalau api biru di Ijen abadi Mas.”
Hmm... kali ini gue bisa menangkap apa yang dikatakan oleh guide. Memang sih kalau sekadar api biru, ibu-ibu rumah tangga juga bisa melihatnya. Tapi api biru di Ijen ini rupanya api yang abadi, pantas saja termasuk fenomena alam yang sangat langka.
“Saya beri tahu lagi Mas. Di kawah Gunung Ijen terisi oleh air asam dengan tingkat keasaman yang tinggi. Selain itu kawah Ijen juga dinobatkan sebagai danau kawah asam terluas di dunia Mas.”
“Wow... jujur gue malah baru tahu.”
Tak disangka ternyata pilihan destinasi gue ke Ijen ini sungguh tepat. Gunung Ijen memang gunung yang istimewa. Dan gue juga sangat senang bisa bertemu dengan guide lokal ini yang mau berbagi informasi meskipun gue bukan turis yang dibawanya.
**Trek pendakian semakin menanjak. Mungkin sudah semakin dekat dengan puncak. Gue dan guide tadi memilih berhenti sejenak dan istirahat. Dua bule yang dibawanya jalan duluan di depan.
Di pendakian Ijen tidak perlu khawatir tersesat karena jalurnya yang jelas dan hanya satu.
Obrolan gue berlanjut. Kali ini kami mengobrol tentang turis-turis asing yang suka sekali dengan wisata alam di Indonesia. Salah satunya di Ijen ini. Selain daya tarik dari blue fire yang abadi itu, para turis juga suka sekali terhadap kegiatan yang sifatnya outdoor seperti mendaki gunung.
Itulah yang menjadi magnet yang menarik para turis mancanegar untuk berdatangan ke Ijen. Untuk bisa melihat fenomena api biru, mereka harus datang pagi-pagi buta dan berjalan mendaki gunung terlebih dahulu. Butuh usaha untuk bisa melihat fenomena yang sangat langka tersebut. Gue pikir inilah tantangan tersendiri yang semakin membuat para wisatawan penasaran dan ingin mengunjungi Ijen.Gue melanjutkan pendakian. Keringat di badan lumayan bercucuran. Tapi bukan masalah. Karena sebentar lagi gue sampai di puncak Gunung Ijen.
Gue dan guide yang gue ikuti ini akhirnya sampai di puncak. Tidak ada pemandangan yang telrihat karena kondisi masih gelap. Hanya ada lampu penerang yang dipasang di sebuah gubuk. Sepertinya itu adalah tempat penjaga yang guide bicarakan sebelumnya.
Guide dan turisnya menuju gubuk tersebut dan membayar sejumlah uang. Lalu mereka turun ke bawah menuju kawah. Gue membuntuti di belakang mereka.
“Sini Mas.” Ucap guide itu.
Gue pun ikut turun ke bawah tanpa dicurigai oleh penjaga.
“Maaf Mas. Kita berpisah di sini ya. Soalnya saya harus fokus ke turis saya.”
“Oh iya tidak apa-apa. Sekali lagi terimakasih banyak.”
Mulai dari sini gue kembali sendirian menyusuri kawah Gunung Ijen mencari api biru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Novel Horror Seri Gunung: IJEN #2
AdventureLanjutan dari cerita seri pertama: Misteri Gunung Raung