04; Wrong

11.3K 1.8K 1.3K
                                    

Halo Outta!

Tes ombak dulu sini! Siapa yang langsung baca pas dapet notif? 👋🏼👋🏻

Aku mempertimbangkan saran kalian untuk waktu tepat update. Bisa selang-seling.

Tapi komennya sanggup lebih dari part kemarin ga nih? 😏 karena ini panjang. Ayodong semangat.

Eh, btw maskot kita masih anak ayam 🐣🐥 for alpha female 😌

Yuk bantu writer semangat updatenya. Yang gak absen setor komen dapet jidat Maru.

 Yang gak absen setor komen dapet jidat Maru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.












Wanita itu berhasil menarik perhatian Maru.

Shin Eunjo namanya.

Jeon Maru merapalkan nama itu dalam hati. Membayangkan wajah Eunjo membuat perutnya tergelitik.

Sambi berdiri memandangi jalanan di balik kaca, Jeon terus tersenyum. Pusat kota tampak sibuk. Padahal hampir larut malam.

Sesekali ia mencoba menghitung jumlah mobil yang berseliweran, namun gagal. Matanya lelah menyipit. Mobil itu hanya seperti balapan semut di sekitar titik cahaya.

Satu tangannya menyangga ponsel di telinga, sementara tangan lainnya mengetuk-ngetuk permukaan meja.

Ia masih mendengarkan apa yang dibicarakan pria di dalam ponsel. Sang kakak. Dialah Jeon Neru—yang kini di negeri antah berantah sebelah mana, Jeon Maru tak tahu keberadaan Neru saat ini. Keberadaan pria itu tak terdeketsi. Pria itu melarikan diri sejak enam bulan lalu. Meskipun begitu, hubungan keduanya melalui pesawat telepon tidak pernah terputus. Cukup misterius karena Neru tak pernah ingin membocorkan tempat tinggalnya. Neru hanya bilang dia baik-baik saja dan sudah menjalani hidup normal.

Seperti rutinitas treatment, Neru menghubunginya satu bulan sekali. Biasanya Neru yang menghubunginya pertama kali. Berterima kasihlah pada kakaknya, karena berkat Neru sekarang dia terjebak di sini.

"Bagaimana pertemuan kalian tadi?" tanya Neru.

"Data yang kau kirim ternyata sama, ya. Kenapa bukan kau yang menikah dengannya?" Maru memperhatikan kaca jendela yang mulai ditimpuki titik-titik air dari langit. Di luar gerimis. Hujan datang tanpa kabar, mengaburkan pandangannya ke jalan.

"Sudah kubilang, aku lelah dengan semua permintaan kakek."

Jeon Maru menunduk dan tertawa. "Kau sudah katakan itu sebanyak 68 kali, Hyung."

Neru balas tertawa. Jauh berbeda dengan Maru, suara tawa Neru lebih terkendali, sangat berwibawa dan dewasa. "Aku hanya khawatir kau kerepotan melakoninya."

"Santai saja. Kau sudah mengajariku banyak hal tentang kehidupan kerasmu. Info-info yang kau kirim lebih dari sekedar membantu."

Neru memang selalu mengirim profil pribadi wanita yang hendak mendatanginya. Bagaimana pun juga Neru sudah tahu persis apa yang akan dilakukan Jeon Sang-il—kakeknya. Neru membayar mata-mata, menguras banyak digit rekening hanya agar bisa mengetahui Umpan seperti apa yang dijejalkan Sang-il selanjutnya kepada Maru. Mereka berdua kompak melakukannya sembunyi-sembunyi.

Play OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang