Taehyung berlari memasuki gedung apartment Jimin, ia menunduk saat memasuki lift lantaran air matanya terus meluncur membasahi pipinya, ia juga mengabaikan beberapa orang yang menatapnya dengan penuh tanya.Seseorang yang berdiri di sampingnya tiba-tiba menyodorkan selembar tisu pada Taehyung karena sedari tadi namja cantik itu terus menyeka air matanya.
"Terima kasih" gumam Taehyung sambil membungkukkan sedikit pundaknya, setelah pada akhirnya mengambil tisu tersebut.
"Keluarkan saja, semuanya akan terasa lega setelah kita menangis" ujar orang itu, seorang yeoja yang Taehyung perkirakan berusia tiga puluhan.
Taehyung hanya mengangguk kecil, namun mendengar kata-kata seperti itu malah membuat tangisnya ingin semakin pecah. Tapi Taehyung masih bisa menahannya hingga ia tiba di lantai 8, di mana kamar Jimin berada.
"Jimin-ah~"
Taehyung menghambur ke pelukan Jimin, menumpahkan semuanya, semuanya yang selama ini hanya ia simpan dalam diam, menumpahkan air matanya yang selama ini hanya bisa tertahan, juga menahan raungannya yang selama ini hanya bisa ia redam.
Jimin belum bersuara, dengan ribuan pertanyaan yang memenuhi pikirannya ia tetap memeluk Taehyung dengan erat sambil mengusap halus punggung sahabatnya yang bergetar, hati jimin terasa sesak seolah dirinya ikut merasakan pilu hati sahabatnya.
Dan pada akhirnya, saat tangis Taehyung reda, Taehyung mencoba menceritakan semuanya pada Jimin.
•
•"Kau terlambat 20 menit, nak"
Ujar seorang pria paruh baya yang tak lain adalah ayah Seokjin. Seokjin baru saja tiba di restoran keluarganya, tepatnya saat ini ia baru saja masuk ke dalam ruang kerjanya.
Seokjin tak menjawab, ia hanya mendudukkan dirinya di atas sofa sambil bersandar dengan mendongakkan kepalanya.
"Appa~" Panggil Seokjin lemah pada sang ayah.
Ayahnya yang sedang berkutat dengan laptop di hadapannya pun menoleh.
"Hmm? Apa terjadi sesuatu?"
Seokjin diam beberapa saat, setitik air mata jatuh kala ia memejamkan matanya.
"Aku pengecut, Appa. Aku pengecut!"
Nada kesal itu membuat ayah Seokjin semakin serius dan terkejut menatap anaknya.
"Apa kau sedang ada masalah dengan Bomgyu?"
Seokjin membulatkan matanya, menatap ayahnya serius.
"Bomgyu? Argh! Ini bukan Bomgyu, Appa!"
"Eoh? Bukankah Eomma waktu itu menjodohkanmu dengannya? Hmm apa jangan-jangan kau selingkuh darinya? Atau jangan-jangan kau punya banyak pacar?" Tanya ayahnya penuh selidik.
"Dasar playboy!"
Like a friend, hubungan Seokjin dengan ayahnya ini bukan hanya sekedar hubungan ayah-anak tapi hubungan mereka juga layaknya seorang teman.
Ayahnya sudah paham betul bagaimana Seokjin, bisa saja kan pertanyaan-pertanyaan yang ia lontarkan tadi ada benarnya?
Seokjin mengusak surainya frustasi.
"Bukan, appa! Bukan! Argh sudahlah appa tidak akan mengerti"
Seokjin bangkit dan hendak meninggalkan ruangan itu.
"Appa tidak mengizinkanmu bekerja dengan kondisi seperti ini, pekerjaanmu akan kacau dan kau hanya akan memarahi para chef saja di dapur"
Seokjin mendesah kecewa, menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya sambil memegang pelipisnya, ia kembali duduk di sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends With Benefits | JinV |
Fanfiction|| Completed || Mereka berteman, bersahabat, Mereka berciuman, melakukan hubungan intim, kapan pun mereka mau as long as they enjoy being together.. Tanpa harus melibatkan perasaan. Itu yang terjadi antara Seokjin dan Taehyung beberapa bulan terakh...