Bab 6

1.4K 131 10
                                    

Setelah Anweil keluar dan sudah bertemu dengan Arfan, Rani, juga Rendiya. Anweil kembali keruangan miliknya dengan kedua teman barunya ya itu Joe dan Miranda. Kemudian mereka membaca buku sihir satu persatu, tetapi tidak ada catatan yang membahas tentang pengendalian api, angin, tanah, dan air. Anweil nampak frustasi, tetapi Joe dan Miranda menyemangati Anweil.

"Tenang saja, kami akan membantu mu untuk berlatih. Sebelum perang ini terjadi," ujar Joe.

"Iya Joe benar, Anweil kami juga masih belajar. Jadi kita akan belajar bersama-sama," sahut Miranda menimpali.

Joe tersenyum kemudian ia kembali membaca semua buku sihir, ada beberapa mantra tertera disana. Baik mantra membunuh, penyembuhan, dan sebagainya. Mereka membaca semua buku itu. Tak terasa hari sudah senja, Joe dan Miranda pamit keruangan milik mereka.

"Anweil kami kembali dulu ke kamar kami, besok kita bertemu di kelas, Ok." ujar Miranda.

"Baiklah kalian hati-hati," sahut Anweil.

Joe menoleh kemudian kembali dan memberi semangat kepada Anweil. "Semangat, yakinlah pada dirimu sendiri. Jika kau yakin maka semuanya akan berjalan dengan sendirinya."

Anweil mengangguk lalu tersenyum kepada Joe, pipi Joe bersemu merah saat Anweil tersenyum manis padanya. Lalu Joe buru-buru pergi meninggalkan Anweil sendirian. Tidak lama kemudian Steven muncul mengagetkan Anweil.

"Eh monyet kau mampus," seru Anweil sedikit latah.

"Ahahahhaha, jelek banget latahnya. Heh lagian aku bukan monyet," seru Steve.

"Bisa tidak kau tidak mengagetkanku, menyebalkan." ujar Anweil.

"Ya maaf, lagian dari tadi ngelamun aja. Kau pasti bingung bagaimana mengendalikan semua kekuatan yang kau miliki? Aku akan menemanimu dan mengajarimu. Besok siang aku akan menemuimu," ujar Steve.

"Siang? Bagaimana caranya kau keluar, sementara kau hantu, emang bisa keluar siang-siang?" ujar Anweil.

"Heh bocah bodoh, kau pikir aku tidak bisa keluar siang-siang? Aku punya cangkang yang bisa ku pakai menjadi wujud manusia. Hanya saja jarang ku pakai," sahut Steve.

"Kau pikir kau itu keong? Ahhahah," ejek Anweil.

"Menyebalkan. Siap-siap besok aku akan melatihmu," sahut Steve sambil berlalu.

Anweil hanya mengangguk, ia segera naik ke tempat tidurnya berniat ingin tidur. Tetapi ia tak bisa tidur. Anweil bangun dan memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Sebenarnya jika ia ketahuan penjaga Academy, ia bisa saja di hukum. Tetapi ia tak bisa tidur malam ini, ia terus berjalan dan melangkahkan kakinya hingga ia sampai di sebuah taman belakang Academy, saat ia masuk dalam taman itu, sesuatu menarik perhatiannya. Sebuah cahaya temaram kehijauan berkedip-kedip di balik tumbuhan mawar. Merasa penasaran akhirnya ia pun menuju ke tumbuhan mawar itu.

Anweil mengulurkan tangannya, kemudian ia menyentuh cahaya itu. Cahaya itu adalah Kristal Emerald, kemudian....

Splaaaassshh

Kristal itu masuk kedalam tubuh Anweil, kemudian keadaan berubah, Anweil kini berada di tengah hamparan padang rumput yang hijau. Ia menyaksikan pemandangan yang indah itu. Rambutnya terhembus oleh angin yang sepoi sepoi, kemudin sebuah kereta kuda datang menghampirinya. Lalu Anweil naik ke kereta kuda itu dan membawa Anweil kesebuah danau yang sangat indah. Disana terdapat tumbuhan teratai, burung-burung bangau putih yang indah. Satu bangau menghampiri dan berubah menjadi pria yang sangat tampan.

"Selamat datang Anweil Bree," sapa Pria itu.

"kau tau namaku? Siapa kau?" sahut Anweil.

"Aku Rino dan itu adalah adik ku Bianka. Bagaimana aku tidak mengenalmu, ibumu adalah ratu yang sangat baik dan suka menolong sesama, tempat yang indah ini tercipta juga karena Saridah Bree," ujar Rino.

"Jadi kak Rini, eh maksudku Rino. Kau mengenal ibuku?" ujar Anweil.

"Aku mengenal baik ibumu nak, sayang sekali dia meninggalkan dunia ini lebih dulu, kau sebagai anaknya haru bisa menggantikan dan meneruskan apa yang sudah ibumu miliki. Nak, kami akan membantumu." ujar Rino.

Anweil terdiam sesaat kemudian ia melanjutkan. "Kakak, apakah kau bisa membantuku mengendalikan air?"

Rino tersenyum, kemudian ia pun menjawab. "Aku bisa membantumu. Meski tidak sehebat ibumu,"

"Terimakasih kakak, aku akan berlatih mulai hari ini." sahut Anweil.

Anweil dan Rino berlatih mengendalikan Air, mereka berdua berlatih dengan sungguh-sungguh. Setelah sekian lamanya mereka berlatih, Anweil akhirnya mampu menguasai pengendalian air dengan cepat. Rino mengangguk lalu ia baru saja teringat kalau Anweil harus kembali ke Academy.

"Kau harus kembali ke Academy, disana sekarang sudah pagi." ujar Rino.

"Apa? Baiklah aku harus segera kembali," sahut Anweil dengan buru-buru pergi.

Rino tersenyum ketika melihat tingkah Anweil, ia kembali teringat masa remaja mereka saat bersama Sarida Bree. "Tingkah mu menular ke anakmu, Saridah. Kalian berdua sama-sama konyol,"

Kembali ke Anweil, ia pun akhirnya sampai di kamarnya. Lalu sudah ada Steve disana yang menunggu lama, sedikit kesal Steve pun memarahi Anweil. "Heh bocah malas, dari mana saja kau?"

"A-aku habis dari taman." sahut Anweil.

"Ya sudah, hari ini kita belajar mengendalikan Api, karena itu hanya kemampuanku. Ngomong-ngomong aku mendapat kabar sari Mrs. Rani, perang tidak akan terjadi. Melainkan akan ada pertandingan antar Academy. Kau harus cepat belajar dan mulai menguasai semuanya." ujar Steve.

"Kenapa tidak jadi perperangan? Apakah mereka hanya menakut-nakuti kita?" ujar Anweil.

"Aku juga tidak tahu, Arfan dan Rendiya sudah menunggu di tempat pelatihan." ujar Steve lagi.

Anweil mengangguk, lalu mereka pun sampi di aula pelatihan. Arfan tersenyum manis ke arah Anweil, beda dengab Rendiya yang selalu siap menerkam bocah manis itu.

"Kenapa kau melihatku seperti itu? Itu mengerikan tau," seru Anweil kepada Rendiya.

"Aku ingin memakan mu, mencincangmu, dan..." kata-kata Rendiya berhenti saat ia merasakan pukulan mendarat di kepalanya.

Plaaaaak

"Kenapa kau memukulku Rani? Sakit tau," seru Rendiya.

"Kau menakut-nakutinya, kau ini." ujar Mrs. Rani.

"Heh sudah-sudah. Ayo mulai latihan, minggu depan sudah pertandingan, pertandingan ini sepenuhnya pertarungan dan adu kekuatan. Kau, harus bisa bertarung." ujar Arfan.

Anweil mengangguk, mereka semua melatih Anweil dengan keras. Anweil terlihat ngos ngosan dan keringat bercucuran. Seluruh tubuhnya terluka, Anweil merasa dirinya akan mati saja hari itu juga. Saat serangan besar datang dari Arfan tiba-tiba...

Splaaaaaasssh
Duaaaaaaaaaar

Seluruh tubuh Anweil bersinar terang kemudian semua terpental jauh karena kekuatan Anweil, mata Anweil berubah menjadi kabut putih yang hampa. Di belakangnya terdapat sebuah lingkaran yang semua adalah senjata miliknya. Arfan yang memandangnya merasa heran, bahkan semua  orang terheran. Jelas itu bukan kekuatan yang di wariskan oleh Sarida Bree, meski beberapa kekuatan yang di miliki Anweil adalah milik ibunya, tetapi yang barusan itu? Murni milik Anweil yang ia miliki sejak lahir. Pemilik kekuatan seluruh alam semesta, dan senjata itu adalah.

"Roda penghakim? Bagaimana mungkin dia memiliki itu!"  Semua berkata serentak.


Bersambung....

Kyaaaaa jangan lupa Vote dan Komennya ya....

BL-The Land Of DawnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang