Anweil tidak tahu harus berbuat apa, tetapi apa yang di katakan Alvian sangatlah benar. Jika semua musuh atau salah satu dari mereka mendapatkan Anweil, maka mereka akan menjadi kuat dan tak terkalahkan. Anweil gelisah dan mondar mandir di dalam kamarnya.
"Bagaimana ini? Ibu aku harus bagaimana?" Anweil kemudian beranjak dari tempat tidurnya dan berlari menuju perpustakaan.
Sesampainya disana, ia pun langsung membaca sebuah buku. Entah sejak kapan kini ia menjadi kutu buku dan mulai rajin membaca. Saat ia tengah asik menbanca buku, sebuah cahaya terang berpendar keluar dari buku yang ia baca, lalu sebuah pedang panjang yang sangat indah keluar dari buku itu. Anweil memperhatikan pedang itu, lalu ia pun menyentuh pedang itu. Saat ia memegang pedang itu, rasanya sangat aneh sekali. Terasa berat dan suara-suara bisikan aneh terdengar.
Saat ia semakin erat memegang pedang itu, ia pun sudah berpindah kelain tempat. Anweil berada di sebuah gua yang sangat misterius, gua itu rasanya aneh sekali, bau amis khas darah cium disana. Anweil berjalan terus menelurusuri lorong gua itu, kemudian ia pun langsung di suguhi pemandangan aneh. Sebuah gerbang hitam menjulang tinggi kemudian gerbang itu di kunci dengan ratusan ukiran ular yang sangat rumit. Kemudian, Anweil melihat seseorang berjubah hitam masuk ke gua itu juga, beruntung orang itu tidak melihatnya, kemudian Anweil memperhatikan orang yang membuka gerbang itu.
Perlahan Anweil memperhatikan gerakan tangan orang itu, kemudian orang itu menggoreskan tangannya dengan sebuah belatih, kemudian meneteskan kesebuah lubang kecil di sana. Seketika cahaya putih muncul berbentuk yang sangat eneh. Anweil yang melihat simbol aneh itu wajahnya langsung memerah. Kemudian saat orang itu sudah masuk kedalam, Anweil masih menunggu pintu tertutup rapat kembali. Lalu Anweil pun mendekati pintu itu, lalu membuat gerakan melingkar, silang, hati, lalu ia pun menggores tangannya dengan pedang itu. Seketika saat simbol itu muncul wajah Anweil memerah, wajar saja jika ia merasa malu, karena simbul itu mirip seperti milik wanita yang menganga.
'Siapa sih yang menbuat simbol seperti ini, seprtinya orang yang sangat mesum.' Benak Anweil. Kemudian pintu bersederit menandakan pintu sudah terbuka. Lalu ia pun masuk kedalam, pintu tertutup kembali, saat ia melihat sebuah kolam yang berwarna merah darah ia langsung merasakan mual yang teramat sangat.
"Tempat macam apa ini? Aku merasa seperti di dalam kemaluan wanita, dan kolam itu seperti darah haid." ujar Anweil.
Lalu ia terus berjalan masuk semakin dalam, saat ia ingin melangkah lebih jauh ia melihat seorang laki-laki yang mirip dengan Alvian, tidak itu memang Alvian. Kemudian ia menceburkan dirinya kedalam kolam darah itu, entah apa yang di lakukan Alvian. Kemudian Alvian berbicara.
"Aku tahu kau disini adik ku, kemarilah. Anweil," suara yang hangat membuat Anweil terkesiap.
"K-kakak, maafkan aku. Bukan maksudku untuk menguntitmu. Tetapi tiba-tiba saja aku berada disini, dan melihatmu masuk kedalam sini. Aku tidak tahu kalau kolam darah ini...?" ujar Anweil seraya mendekat ke tepi kolam.
"Kolam ini milik ayah, dia selalu membersihkan dirinya disini, dan ini adalah tempatnya menjernihkan pikiran ku. Aku yang memanggilmu kemari, maafkan aku." ujar Alvian sambil tersenyum manis yang membuat jantung siapapun berdegub kencang saat melihatnya.
Anweil hanya mengucapkan kata 'O' dan mengangguk. Kemudian Alvian menyentuh tangan Anweil dan menariknya masuk kedalam kolam. Kemudian Alvian mengajak bercanda Anweil, kemudian ia mendekati Anweil dan memeluk Anweil. "Maafkan kakak adik ku, seharusnya aku ikut denganmu dan ibu, tetapi jika kakak tidak ikut ayah, maka ayah akan membunuh mu dan ibu,"
"Kakak tidak perlu minta maaf," ujar Anweil.
Alvian bersandar di bahu adiknya yang bidang, aroma harum dari tubuh Anweil membuat Alvian terpikat dan terlelap dalam tidurnya. Rasa hangat menjalar ke hati Alvian, membuatnya damai dan enggan beranjak pergi dari sang adik. Kemudian saat mereka menyadari ada yang datang. Mereka buru2 pergi dan bersembunyi. Saat mereka melihat bahwa itu ayah mereka sambil membawa kesepuluh selir di samping kanan kirinya dan bercumbu dengan mesranya disana. Anweil tidak tahan melihatnya kemudian ia menarik gagang pedangnya dan ia pun keluar dari gua bersama Alvian.
"Kakak, aku harus kembali ke Academy, kalau tidak mereka akan mencariku." ujar Anweil.
"Baiklah kau hati-hati." Sahut Alvian.
Anweil pun hilang dan lenyap dari hadapan Alvian, perasaan sedih dan kehilangan langsung menyelimuti perasaannya. "Tunggu aku adik ku, aku akan membawamu bersamaku, dan kita akan bersama-sama lagi suatu saat nanti. Kau membenci ayah, maka aku juga membenci ayah, ayah sudah memisahkan kita dan ibu selama bertahun-tahun."
Di lain tempat, Anweil sudah sampai di academy, ia pun masuk kedalam kamarnya, disana Rendiya sudah menunggu. "Dari mana saja kau? Aku mencarimu sejak tadi."
"Aku habis jalan-jalan sore, kenapa, kau merindukanku ya?" sahut Anweil.
"Anak ini, sore katamu? Kau sudah menghilang dua hari kau bilang jalan-jalan sore!" sahut Rendiya.
"Maaf, tapi memang aku baru kema..." belum sempat Anweil melanjutkan kata-katanya. Terdengar suara ledakan dari luar.
"Apa itu?" tanya Anweil.
"Suara ledaka ayo keluar." ujar Rendiya.
Saat Anweil keluar dari kamarnya bersama Rendiya pemandangan luar sangat mengerikan, semua hancur, bau amis khas darah tercium begitu tajam. Terlihat di kejauhan Arfan, Mrs. Rani, dan yang lainnya sedang berjuang melawan monster mengerikan. Sebuah mosnter raksasa yang teramat sangat menjijikan. Monster-monster itu seperti habis di kuliti, terlihat urat dan daging mereka yabg berdenyut-denyut, bahkan salah satu di antaranya hanya tulang dan isi dalam perut mereka, ada yang matanya menggelantung. Rasa mual dan jijik menyelimuti Anweil, tetapi ia harus menahannya.
Anweil berlari dan menerjang salah satu monster yang menyerang Arfan, lalu dengan lincah Anweil melompat kesana kemari sambil menebaskan pedangnya.
Srut srut
Kres kresArfan menhindari setiap serangan, kemudian Anweil melompat dan berlari kearah Arfan, kemudian Anweil melompat ke atas punggung Arfan, kemudian mereka berdua berjuang melawan monster yang sangat besar dan kuat. Monster itu meneteskan air liurnya, bahkan hanya satu monster itu yang menggunakan baju zirah. Saat monster itu ingin menancapkan pedang, tiba-tiba saja berhenti dan meneteskan air mata. Seperti melawan sesuatu. Kemudian Anweil melihat sebuah rantai yang membelenggu di leher monster itu.
Anweil menyadari monster itu, "kakak? Kak Alvian?"
Kemudian mata Anweil terbelalak lebar saat tau punggung Alvian sudah tertusuk pedang milik Arfan. Anweil memutar balik tubuhnya lalu mencabut pedang itu, kemudian ia menebas rantai yang membelenggu Alvian yang menjadi monster. Arfan tertegun saat melihat monster yang berubah jadi manusia itu.
"Kakak siapa yang tega melakukan ini padamu?" ujar Anweil sambil mengguncang tubuh Alvian.
"A-ayah... Maafkan aku adik ku, a- uhuk uhuk, a-aku tidak bisa menjaga mu." ujar Alvian.
"Kakak jangan tinggalkan aku," ujar Anweil sambil menggore tangannya dengan pedang dan kemudian memasukan darah itu langsung kemulut Alvian.
Alvian yang terluka kini sembuh, kemudian saat ia bangkit, ia pun langsung membantu adiknya dan bertarung bersama dengan adiknya. Dan tepat pada detik itu juga ayah mereka datang dan langsung tercengang saat melihat Alvian berubah menjadi manusia lagi.
Bersambung...
Kyaaaa kyaaaaa
Jangan lupa vote dan komennya ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BL-The Land Of Dawn
FantasyAku hanya tahu ketika aku bertemu dengannya dan semuanya berubah menjadi aneh . Namaku Anwail Bree, aku hanya mengira itu adalah sekolah asrama laki-laki biasa, ketika aku baru saja melangkah ke dalam pintu gerbang sekolah itu, bulu kudukku langsung...