Tiga

223K 6.6K 140
                                    

Tubuh Rara bergetar. Dia meringkuk di lantai. Memejamkan mata, Rara tidak berani melihat Darka yang menjulang tinggi di atasnya. Tuannya pasti mengamuk, dia mulai yakin malam ini adalah akhir hidupnya.

"Bodoh!"

Makian Darka membuat Rara terisak.  Dia sangat ketakutan, kini dia menyadari kesalahannya. Akan tetapi masih banyak pertanyaan di kepala.

Bukankah Darka memintanya menjadi simpanan? Lalu sekarang setelah dia menyetujui, kenapa Darka mengamuk padanya.

Mata Rara terpejam, dia terisak pilu saat lagi-lagi Darka mengumpatinya. Ingin sekali rasanya Rara berubah menjadi tuli, dia tidak ingin mendengar makian dan umpatan Darka. Rara bukan binatang, dia hanya gadis yang tersesat di dunia kejam ini.

Rasa hangat di tubuh, membuat Rara membuka mata. Dia langsung memeluk selimut yang dilemparkan Darka. Mengubur diri di bawah selimut, Rara mengusap air mata sembari memperhatikan Darka yang bergerak gelisah.

"Cari pakaianmu, sekarang!" Bentakan Darka membuat Rara tersentak. Dia mengkerut, memeluk diri sendiri semakin kuat.

Darka berdecak, dia menatap Rara bengis dan mengedarkan pandangan. Setelah melihat apa yang di cari, Darka melangkah dengan cepat dan kembali dengan melempar Rara dengan baju gadis itu.

"Pakai," kata Darka kejam, "cepat."

Mengangguk, Rara berusaha bangun tanpa melepas selimut yang melindungi tubuh telanjangnya.

Isakannya masih terdengar, dan Darka tidak peduli. Dia memilih melangkah dan berdiri di pinggir balkon kamar. Mengacak rambut sembari mengumpat.

Darka tidak mengerti dengan Rara. Dia memang meminta Rara menjadi simpanannya, tapi dia tidak meminta Rara merangkak ke kamarnya di tengah malam buta dan telanjang.

Kesal, Darka menendang sofa yang ada di sana. Dia memaki lagi, sebelum duduk. Menangkup wajah dengan kedua tangan, Darka menarik dan menghembuskan napas dengan kasar.

Menengadah, Darka menaikkan kaki ke atas meja, dia tidak peduli telah menjatuh dan memecahkan vas bunga di sana. Kemarahannya sulit di reda, dia harus mengambil jarak dari Rara sebelum melukai gadis bodoh itu.

Entah berapa lama Darka di sana, angin dingin sedikit membantu membakar panas di dada. Darka menghela, sebelum bangkit dan kembali masuk ke kamar.

Rara sudah tidak ada, gadis itu sudah melarikan diri begitu selesai memakai pakaian miliknya. Darka mendengkus, melihat selimut sudah terlipat rapi.

Tidak mau ambil pusing, Darka memilih membanting diri di ranjang, dia mulai memejamkan mata. Melupakan kejadian tadi dan tidur dengan tenang adalah apa yang diinginkannya.

Akan tetapi dia tidak bisa, mata Darka kembali terbuka beberapa detik kemudian. Mengumpati bayangan tubuh Rara yang sangat sulit di lupakan, dia bangkit dan menendang selimut hingga jatuh ke  lantai.

Darka turun dari ranjang, mengacak rambut dia memandang pintu penuh permusuhan. Mendesis, Darka bangkit dan berjalan ke luar. Setiap langkah yang diambil, Darka membuang jauh keraguan.

Dia hanya meminta asal lalu, meski Rara tidak menyetujui dia tidak akan keberatan. Namun, lihatlah sekarang, Rara yang datang sendiri padanya.

Jangan salahkan dia karena menyambar kesempatan yang ada.

Katakan lah dia lelaki kesepian, dan itu memang benar. Sudah bertahu-tahu sejak istrinya meninggal Darka tidak pernah lagi berhubungan dengan para wanita. Hubungan sekedar pertemanan tentu saja ada, tapi hubungan yang lebih jauh dari itu dia tidak pernah melakukannya.

Rara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang