Tujuh

152K 5.9K 195
                                    

Rara masuk ke kamar mandi, jatuh terduduk, dia membekap mulut dan terisak semakin menyedihkan.

Dia akan di buang, dia akan kehilangan Darka dan Disha. Dirinya tak dibutuhkan lagi. Tidak layak berada di sekitar mereka.

Entah berapa lama Rara menangis di sana, dia terpaksa menghentikannya saat mendengar ketukan. Mengusap air mata, Rara membuka pintu.

"Kamu kenapa?"

Rara menggeleng, dia melangkah meninggalkan Bi Asih. Meski Bi Asih masih ingin merecoki, tapi dia harus menahan diri.

Mereka membereskan meja makan, membersihkan piring kotor. Belum lagi Rara beristirahat, panggilan Darka membuatnya kembali bangkit.

"Kita pulang," kata Darka. Selagi Rara membereskan barang bawaan mereka, Darka memanggil Disha yang masih asik bercerita dengan Eyangnya.

Lima menit kemudian, mobil yang mereka naiki sudah berkutat dengan kemacetan jalanan.

Rara terus terdiam, dia menatap ke luar jendela. Meremas kedua tangan dan melirik Darka. "Tuan akan menikah lagi?" tanya Rara dengan takut-takut. 

"Kalau ya, memangnya kenapa?"

Rara semakin meremas kedua tangannya, dia menggigit bibir, menahan tangis. Jawaban Darka sangat menyakitinya. "Lalu bagaimana dengan saya?" tanya Rara bergetar.

Menarik napas panjang, isakan Rara keluar tanpa bisa di tahan.

"Kenapa kau menangis?" tanya Darka melirik kaca spion dan kembali sibuk menatap ke depan.

Sudah sedari tadi dia bertanya-tanya kenapa Rara memasang wajah nelangsa. Ternyata ini ada hubungannya dengan perjodohan itu.

"Apa Tuan akan membebaskan saya dari...." Rara tidak melanjutkan ucapannya, dia menggigit bibirnya semakin kuat.

"Tidak."

Rara mendongak, jawaban cepat Darka membuatnya terkejut dan sakit hati. "Kenapa? Bukankah Tuan akan memiliki istri lagi?"

"Bukan urusanmu, turun," jawab dan perintah Darka. Dia menunjuk ke luar dengan dagunya.

Rara melihat sekitar dengan bingung, dia turun sembari bertanya-tanya dalam hati. Mereka belum sampai,  rumah Darka tinggal beberapa meter lagi, tidak mungkin kan Darka menyuruhnya berjalan dari sini. Rara menghela napas lega, saat Darka hanya menyuruhnya membeli sesuatu di mini market depan.

Tidak ingin membuat Darka menunggu lama, Rara bergegas pergi. Dia mengingat pesanan Darka dengan baik.

"Hai ... Rara." Tepukan dan sapaan ramah membuat Rara tersentak kaget. Dia menoleh dan tersenyum melihat Damar, pegawai mini market ini tengah tersenyum lebar. "Jarang kelihatan, ke mana aja?"

Tersenyum tipis, Rara berkata, "Ada aja kok, cuman lagi sibuk." Rara berpindah ke rak lain, lalu berjalan ke kasir bersama Damar yang mengikuti dari belakang.

"Bagi nomornya lagi dong, ponsel aku hilang." Rara terkekeh, dia menyebutnya nomor lamanya yang langsung dicatat Damar dengan ponselnya. "Makasih ya."

Mengangguk, Rara permisi. Dia berlari kecil kembali ke mobil.

"Siapa tadi?"

Tersentak, Rara menatap Darka bingung. "Ada apa, ya, Tuan?" tanyanya dengan kening berkerut.

"Siapa tadi?"

"Oh ... dia hanya teman saya, Tuan," kata Rara, dia tersenyum tipis dengan harapan merayap semakin besar.

Darka menatap Rara tajam, tanpa mengatakan apa pun dia kembali menjalankan mobil.

                          ******

Rara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang