Lima

181K 6.1K 217
                                    

"Saya terima nikahnya Arrabella binti Farida dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

Seruan kata sah membuat setetes air mata jatuh menuruni pipi Rara. Kini resmi sudah dia menjadi istri Darka. Istri sementara lelaki itu. Mengusap pipi tanpa ketara, Rara menunduk semakin dalam sembari mengikuti doa yang dibawakan lelaki tua di hadapan mereka.

Meski hanya pernikahan siri, nasehat-nasehat pernikahan tidak lupa disampaikan. Rara hanya mengangguk atau terkadang menjawab iya. Selebihnya dia diam, mendengar dengan baik apa yang diucapkan Darka dan tujuh orang lainnya.

Lima belas menit, setelah semua acara selesai. Rara pamit ke kamar mandi, dia tidak tahan ingin menangis.

"Dari mana kau dapat laki macam itu, jual diri kau?"

Rara mematung, dia melirik wanita paru baya di depanya- yang tak lain tak bukan adalah sang Ibu. Hal ini juga membuat Rara pusing, Darka mengundang ibunya di pernikahan ini. Padahal Rara tidak berharap ibunya akan datang. Dia juga tidak tahu dari mana Darka mendapatkan alamat ibunya.

"Jawab aku setan!" Rara meringis, dia tidak sempat menghindar saat ibunya memberi tamparan.

Mengusap pipi, Rara menatap ibunya dengan marah. "Memangnya kenapa kalau aku jual diri?"

Satu lagi tamparan diterima Rara.

Rara menatap ibunya semakin marah, dia hendak pergi saat sang ibu menarik selendang yang dia pakai. Rara menjerit, dia merintih kala rambutnya juga ikut tertarik.

"Menyesal aku membiarkanmu hidup. Tahu begini, udah aku bunuh kau dari dulu," kata Ibunya sebelum meninggalkan Rara seorang diri.

Rara jatuh terduduk, dia membekap mulutnya. Lalu terisak di sana. Sudah bertahun-tahu dia tak pernah bertemu ibunya. Dia kira ibunya sudah berubah, sudah sedikit menerima keberadaannya. Namun ternyata sama saja, ibu masih membencinya seperti dahulu.

Kesedihan masih membayangi Rara, tapi dia juga tidak bisa berlama-lama di sini. Jadi dia memutuskan mengusap air mata dan kembali ke ruang tamu.

Dia duduk di samping Darka, hanya lima menit karena setelah itu mereka pamit pulang.

"Rara," panggil Darka setelah mereka memasuki mobil.

"Ya, Tuan." Rara menunduk, dia meremas-remas tangannya. Nada suara Darka sangat tidak enak didengar.

"Jaga tanganmu, jangan sampai kamu melakukan sesuatu yang buruk pada Disha," kata Darka menatap Rara tajam. "Aku tidak akan mengampunimu jika Disha terluka." Darka meremas setir. "Jangan sampai kamu memperlakukan Disha seperti Ibumu memperlakukanmu."

Rara terperangah, dia tidak tahu jika Darka mengetahui perlakuan kejam ibunya. Dan apa itu tadi, sumpah mati dia tidak pernah berniat melukai Disha.

Dia menyayangi Disha, karena Disha gadis kecil yang cantik dan juga nenek gadis kecil itulah yang memberinya upah selama ini.

"Saya bersumpah, saya tidak akan pernah melukai Non Disha, Tuan."

"Bagus. Saya pengang sumpahmu."

Setelah itu barulah mobil berjalan. Rara terus menunduk, dia sedih karena Darka tidak mempercayainya. Apa selama mereka tinggal bersama dia pernah menyakiti fisik Disha?

Jawabannya tentu saja tidak, Rara yakin Darka tahu itu. Akan tetapi sekarang Darka menatapnya lain. Darka curiga karena ibu kandungnya saja bisa melukainya, apa lagi dia dan Disha.

Rara juga takut dan gelisah memikirkan nasibnya. Belum ada satu hari status mereka berganti, Darka sudah mencurigainya macam-maca. Menghela napas, tanpa terasa air mata menetes, Rara cepat-cepat mengusap sebelum Darka tahu.

Rara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang