Enam

170K 5.9K 177
                                    

Selamat membaca, kuyy follow yang belum.

Ehh gak maksa ini ya 😉



Nyatanya menjadikan Rara simpanan sangat menguntungkan. Dia bisa memakai Rara kapan saja, tanpa takut dosa yang mengikuti dari belakang. Selalu merasa puas tiap waktu. Dia juga tidak perlu repot memperlakukan Rara dengan lembut, tidak perlu takut wanita itu marah dan berhenti memberinya jatah tiap malam.

Darka juga bisa bersikap sesuka hati. Membangunkan Rara tengah malam, dan dia tidak akan mendapat penolakan apa pun. Sangat sempurna bukan?

"Tuan mau pergi?" Pertanyaan Rara membuat Darka berbalik. Dia menatap Rara tajam.

"Kenapa? Kau ingin saya tetap di sini?" tanyanya dengan sinis. Darka mendengkus lalu mengelengkan kepala. Menatap remeh wanita yang berada di atas ranjang berantakan itu.

Sebagai jawaban, Rara menggeleng. Meski ingin, mana berani dia meminta seperti itu pada Darka.  Menggigit bibirnya, Rara menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya.

"Lalu kenapa kau memasang wajah seperti itu."

Rara menyentuh pipinya, dia menunduk. "Memangnya kenapa dengan wajah saya?"

"Minta di kasihani."

Tubuh Rara menenggang, dia mendongak menatap Darka. "Maaf," katanya.

Mengibaskan tangan, Darka berdecih. "Ingat tempatmu, Nona," katanya penuh sindiran dan berlalu dari sana. Darka bersiul gembira sembari berjalan keluar dari kamar Rara. Dia merapikan baju dan membanting pintu kamar tanpa menoleh lagi ke belakang.

Memasuki kamarnya Darka langsung berbaring dengan santai. Dia sempat tersenyum, tapi beberapa detik kemudian  dia memasang expresi dingin dan memejamkan mata.

Hari demi hari berlalu dengan sangat cepat, sebulan sudah Rara menjadi istri simpanan Darka.  Setiap waktu dia selalu melayani Darka. Hatinya remuk, berat badanya berkurang banyak. Akan tetapi Rara tetap pasrah, menjalaninya dengan lapang dada.

Darka tidak perubah. Status pernikahan tak membuatnya mendadak lembut. Darka malah menjadi semakin mengerihkan, ada saja yang terlihat salah di matanya.

Makian dan teriak menjadi teman akrab Rara, Darka selalu melakukannya setiap waktu. Apa lagi jika Disha tidak ada di dekat mereka.

Seperti pagi ini, Darka sudah memarahinya sejak membuka mata. Masalahnya cuman satu, Rara tanpa sengaja memecahkan mangkok sup kesukaan Disha.

"Maafkan saya, Tuan." Sudah berkali-kali Rara meminta maaf, tapi Darka tetap mengomel. Mengatakannya ceroboh, bodoh dan banyak hal tidak mengenakkan lainnya. Setelah puas menumpahkan semua kemarahan, Darka pergi begitu saja.

Rara menghapus air mata, dia mulai membersihkan kekacauan yang dibuatnya.

Selesai masalah dapur, Rara membangunkan Disha. Anak kecil itu sempat merengek, tidak mau mandi dan bersekolah. "Ayolah, Non. Nanti terlambat."

Malas-malasan Disha bangkit, dia merengek lagi saat Rara membawanya ke kamar mandi.

"Papa aku gak mau mandi," kata Disha membuat Rara menoleh ke belakang. Dia mengangguk sopan, dan kembali memandikan Disha dengan perasaan tak nyaman.

Rara merasa pekerjaan tak becus jika Darka tetap mengawasinya seperti itu.

"Papa...."

Lagi-lagi Disha merengek. Membuat Rara kewalahan memandikannya.

"Mandi yang benar, Sayang. Nanti malam kita ke rumah, Eyang," kata Darka menggulung lengan kemeja, menarik handuk dari bahu Rara dan menutupi tubuh gempal Disha.

Rara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang