Empat

207K 6.3K 163
                                    

"Pergilah. Aku tidak suka ada wanita lain di ranjangku." Puas mempermainkan Rara, tanpa perasaan Darka mengusir gadis itu keluar dari kamarnya. Dia bangkit dan berjalan ke arah pintu, membukanya lebar. 

Rara tidak kuasa membantah, dia mengangguk patuh dan turun dari ranjang. Sangat sulit berjalan dengan kaki bergetar, tapi dia berusaha kuat menahan agar tetap menapak lantai.

Rara bersiap memakai kembali pakaian, tapi dengan tidak punya perasaan Darka mengusirnya. Tidak mengizinkan, memakai baju lebih dulu.

"Pakai di kamarmu!" kata Darka tak sabar.

Bak menelan empedu, Rara menahan malu dan lelah. Dia tertatih melewati Darka yang memalingkan wajah. Tak sudi melihatnya.

Tiba di luar kamar, Rara memejamkan mata saat Darka menutup pintunya dengan keras. Dia tersungkur jatuh, pakaian berserakan di lantai, tapi Rara tidak peduli. Dia memeluk diri sendiri dan meraung di sana.

Memukul dadanya yang sesak, menanyakan pada Tuhan tentang keadilan.

Kenapa hidupnya seperti ini?

Tidak adakah kebahagiaan di hidupnya?

Apa ini karma untuknya. Rara menangis pilu, dia memeluk diri sendiri dengan tubuh bergetar.

Entah berapa lama, Rara berada di sana. Dia bangkit saat langit mulai berubah warna. Mengusap pipi, Rara meraup pakaian yang berserakan dan kembali melangkah ke kamarnya.

Sepeninggalan Rara, Darka keluar dari tempat persembunyiannya. Darka mendengkus tak senang, dia belum merusak Rara. Lebih tepatnya belum merusak mahkota Rara sebagia seorang perempuan.

Dia hanya mengganggu, mempermainkah Rara sembari memuaskan diri sendiri. Namun, nanti Darka tidak berjanji tak merusak Rara. Cukup malam ini saja, dia memaksa nafsu binatang dalam dirinya terlelap. Tidak untuk malam-malam lainnya.

Aroma pelepasan mereka membuat Darka mendengkus tak senang, dia menyadari tubuhnya kembali menginginkan Rara. Berderap melangkah ke kamar mandi, Darka harus membersihkan diri sembari memikirkan hal apa yang harus dia lakukan selanjutnya.

Menikahi Rara sudah pasti, mungkin hanya nikah siri. Tidak perlu banyak orang yang tahu pernikahan sementara ini, asalkan dia dan Rara terikan dalam ikatan suci bernama pernikahan, selesai semuanya.

Darka memang bukan orang yang taat dalam menjalankan agamanya sendiri, tapi dia tidak suka berzina dan dia juga tahu Tuhannya sangat membenci orang-orang berzina. Walaupun yang baru saja dia dan Rara lakukan sudah termasuk dalam berzina.

Selesai membersihkan diri, dia keluar, berganti pakaian dan langsung melihat putri kecilnya. Melihat putrinya, Darka menjadi takut dan merasa bersalah. Dia memiliki seorang anak perempuan, tapi dia dengan tega mempermainkan perempuan lain yang lebih lemah dan butuh perlindungan.

Darka berdoa, dia sangat berharap, kesialan yang dialami Rara tidak pernah menimpa belahan jiwanya. Mengecup tangan Disha, Darka mengelus kepala anaknya sebelum bangkit hendak pergi.

"Biarkan dia tidur lebih lama, kau ikut saya," kata Darka yang telah lama menyadari keberadaan Rara di pintu masuk.

"Baik, Tuan."

Darka berjalan lebih dulu, dia duduk di ruang tamu. Membiarkan Rara menyiapkan kopi untuknya. "Duduk," perintah Darka tidak mau dibantah.
"Apa orang tuamu masih hidup?"

Untuk beberapa detik Rara terdiam membatu, lalu dengan gerakan lambat dia mengangguk.

"Di mana mereka tinggal."

Rara menyebutkan satu nama daerah yang sangat di kenal Darka. Rara tidak mengerti kenapa Darka ingin tahu asal usulnya, dia juga tidak berani bertanya. Takut pertanyaannya malah menyulut api kemarahan lelaki itu.

Rara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang