Cerita Yang Belum Terselesaikan

9K 1.8K 257
                                    

"Jadi, telinga kamu udah agak baikan gara-gara brankar yang jatuh tadi sore?"

Di belakang Hangyul, Hyungjun mengangguk beberapa kali sambil membenarkan letak helmnya. Sesekali ia menatap pantulan dirinya di salah satu spion Hangyul, kemudian meringis entah karena apa. "Iya karena brankar yang jatuh tadi sore. Padahal paginya telingaku bisa dengar, tapi samar banget. Setelah brankar jatuh tadi sore, telingaku langsung kayak bisa berfungsi lebih baik. Belum baik-baik banget sih, tapi udah lebih bisa dibuat mendengarkan," katanya.

Hangyul terkekeh sambil memelankan laju motornya saat memasuku kompleks perumahan tempat Hyungjun tinggal. "Bagus deh kalau gitu. Makanya lain kalau dengerin musik pakai earphone jangan kelamaan. Kamu nggak ada kapoknya kalau belum pernah budeg gitu sih."

Hyungjun tertawa keras sambi memukul bahu Hangyul. "Habisnya kalau dengerin biasa lewat speaker hape, nggak kerasa sama sekali sensasinya, kak. Kalau nggak dengerin Gloomy Sunday, biasanya aku dengerin ASMR sebelum tidur. Ampuh banget tuh."

"Aku nggak pernah dengerin apapun sebelum tidur. Kalau udah naik ke kasur, meluk guling, bau bantal bentaran aja, udah langsung tidur. Malah kalau sebelum tidur dengerin sesuatu, aku yang nggak bisa tidur." Hangyul menarik tuas rem motornya dan benar-benar menghentikan lajunya di depan pagar rumah Hyungjun.

"Setiap orang punya pengantar tidur yang berbeda, kak. Jujur, aku nggak bisa langsung tidur kalau begitu, walaupun udah ngantuk. Pernah tuh aku insomnia, kupaksain baca-baca pdf referat punya Eunsang yang panjangnya kayak jalan kenangan. Ampuh, aku langsung ngantuk saking nggak ngertinya sama bahasanya Eunsang yang ketinggian." Hyungjun berujar sembari turun dari boncengan motor Hangyul, melepaskan helm hijau toska yang ia kenakan.

Hangyul terkekeh mendengarnya. Ia mengulurkan satu tangannya, merapikan helaian rambut curly Hyungjun yang sedikit berantakan. "Dia suka baca buku-buku yang bagus. Selalu ada buku-buku baru yang dia baca tiap minggunya. Kamu nggak suka baca buku begitu juga?"

Hyungjun tertawa, lalu menggeleng-geleng. "Aku--nggak. Aku nggak bisa menghabiskan sebagian besar waktuku buat baca buku dan mataku emang nggak ditakdirkan buat terlalu lama membaca buku. Aku bukan Eunsang yang bisa tergila-gila sama tokoh Ratu Victoria dalam novel, kak. Aku lebih tergila-gila ke pasangan paranormal sejenis pasangan Warren."

"Itu gayamu. Kamu lebih suka sesuatu yang gothic  dan agak menyeramkan." Hangyul menatap Hyungjun berlama-lama. Sebelah bibirnya naik membentuk satu senyuman tanpa makna.

Hyungjun tertawa sekilas, tangannya sibuk menggulir-gulirkan tali helm, sebelum akhirnya menyerahkannya pada Hangyul. "Aku harus masuk sekarang. Mau mampir sebentar?" tawarnya.

"Nggak usah. Aku langsung pulang aja." Hangyul menggeleng. Ia meraih helm yang diserahkan Hyungjun padanya, kemudian meletakkannya di bagian depan motornya. Namun saat ekor matanya menangkap Hyungjun yang hendak berjalan meninggalkannya, ia buru-buru memanggil, membuat si curly berparas manis itu kembali menatapnya untuk beberapa waktu. Ia tidka ingin mengulur waktu, maka begitu Hyungjun menatapnya penuh tanya, ia merogoh saku jaketnya dan mengulurkan sebungkus macaron berwarna dominan ungu dan biru, mirip galaksi. "Tadinya mau beli satu kotak, tapi tinggal satu karena laku banget. Ini buat kamu," katanya.

Hyungjun mengulum senyum sambil menerima macaron yang diberikan Hangyul padanya. "Aku pernah mau coba macaron ini bareng Eunsang, tapi nggak pernah jadi. Makasih banyak udah nyempetin beli lho hehehe..."

"Biar kamu semangat belajar buat ujian akhir stasenya." Hangyul meringis lebar.

Sejenak Hyungjun terdiam. Ia kelihatan canggung, kemudian menggaruk belakang kepalanya. "Sebenarnya aku nggak pernah belajar tiap mau ujian stase karena baru belajar aja udah ngantuk nggak tertahan. Kayaknya aku lebih milih tidur, daripada belajar. Jadi, anggap aja macaronnya sebagai penyemangat 10 menit belajar hehehe..."

Hangyul terdiam sejenak, kemudian memaksakan diri untuk tertawa. Bahkan saking terpaksanya, suara tawanya malah terdengar garing dan mirip dengan tangis ratapan seseorang yang sudah mengerjakan tugas semalaman sampai begadang, tapi ternyata dosennya lupa tentang tugas itu.

Melihat Hangyul hanya menanggapinya dengan tawa yang terkesan begitu garing, Hyungjun menggaruk belakang kepalanya yang bahkan tidak terasa gatal. "Aku masuk dulu ya?"

Hangyul mengangguk sekilas. "Jangan lupa belajar," katanya memberi pesan.

"Kalau nggak ngantuk duluan." Hyungjun mengulum senyum.

"Mau aku beliin kopi di Starbuck?"

Kali ini Hyungjun tertawa renyah. "Nggak perlu, kak. Aku punya stok kopi kalengan," tolaknya.

"Stok kopi kalengan." Hangyul mendesis. "Rasanya nggak pernah lebih baik daripada kopi yang beneran kopi. Terlalu lama mengendap. Kamu suka?"

Hyungjun mengangguk. Ia menyimpan sebungkus macaron dalam saku jaketnya, sementara tangannya mulai membuka pintu gerbang rumahnya dengan posisi masih setengah menghadap Hangyul. "Aku bisa keluar bareng Dongpyo nanti kalau butuh minuman," katanya.

"Padahal aku nggak keberatan kalau harus ke Starbuck beli kopi." Hangyul mengangkat bahunya.

Kali ini Hyungjun tersenyum maklum. Saat ia membuka gerbang rumahnya, ia melihat motor Dongpyo terparkir di sana, di samping Audi milik papanya. "Kak Gyul," panggilnya.

"Hm?" Hangyul menoleh, tatapannya terlihat lebih santai.

Hyungjun tersenyum. "Besok aku balikin kotak sarapannya. Aku buatin sandwich ya?"

Hangyul mengangguk. "Apapun asalkan nggak ganggu waktu kamu. Tapi sandwichnya jangan aneh-aneh. Jangan kamu dandanin serem-serem sandwichnya."

"Nggak bakalan kok." Hyungjun menoleh ke belakang sebentar. Ia mendengar suara pintu rumahnya dibuka perlahan, jadi ia buru-buru masuk ke dalam dan menutup kembali pintu gerbangnya. "Aku masuk dulu. Hati-hati di jalan," katanya.

Sebelum sempat ia mendengar jawaban Hangyul, ia memilih melangkah cepat meninggalkan pagar rumahnya saat ia mulai mendengar seseorang menggerutu di dekat pintu rumahnya. Dari kejauhan, ia bisa menebak itu suara papanya. Walaupun bingung mengapa papanya pulang di saat tidak tepat begini, namun ia tetap bisa mengenali bahwa papanya sedang mengumpat pada apapun yang membuatnya jengkel, mengucapkan beberapa sumpah serapah, dan menghina sesuatu yang tidak bisa Hyungjun duga. Satu harapannya sekarang, ia tidak sungguh berpapasan dengan papanya.

Namun ternyata realitas berkata lain. Ia menjerit, hampir oleng saat mendadak harus menghentikan langkahnya begitu tubuhnya nyaris menubruk tubuh papanya yang berdiri memandangnya penuh kecongkakan sambil mengisap cerutu di bilah bibirnya.

Sialan. Dia pasti dengar, umpatnya.

"Siapa laki-laki itu? Pacarmu? Papa kira kamu akan memilih punya pacar perempuan seperti Dongpyo. Ternyata sesama laki-laki."

COASS COOPERATE TAMAT!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

COASS COOPERATE TAMAT!!
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Kalau ceritanya sudah selesai hehehe😈🌹💙

Sinyalku lagi jelek di sini duh😌

COASS COOPERATE 4.0 (Part of 2.0 and 3.0)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang