Part 4

995 51 0
                                    

Ridho Allah adalah ridho orang tua
.
.

______
Azzam's POV

Setelah kepergian 2 santriwati dari ruanganku, aku menyimpan proposal dilaci mejaku dan keluar hendak adzan Dzuhur di masjid.

Sepertinya aku pernah berbicara pada salah satu dari santriwati tadi. Kalau tidak salah ingat sih waktu dia mengawasi santriwati pelanggar. Tapi bukan urusanku juga mau kenal atau tidak dengan mereka.

Aku masih saja didepan kantor pusat, seingatku tadi aku melepas sandal disini, dan tidak menghalangi orang berlalu lalang yang kemudian mereka akan menginjak sandalku yang sudah satu setengah tahun bersamaku.

Yang ada hanya sandal gunung merek eiger warna hitam merah seperti punyaku, hanya saja ini terlihat seperti masih baru. Jika sandal ini tidak kecil aku akan mengakui bahwa ini sandalku.

"Zam, kenapa bengong? Ayo ke  masjid." Ucap ustadz Muniir, beliau sudah lama mengajar dipondok ini dibandingkan denganku.

"Ini tadz, sandal ana mengecil." Jawabku sambil tersenyum tipis.

"Mana ada. Yaudah dipake dulu saja. Orang sini juga ngga ada yang sandalnya kaya kamu." Ustadz Muniir menggandengku menuju masjid.

"Allahu akbar Allahu akbar..."

'Yah, keduluan' batinku.

Aku merasakan tanah yang bersentuhan langsung dengan telapak kakiku. Aku masih berfikir siapa yang berani beraninya ghossob punyaku.
.
.
.
Ba'da sholat dzuhur aku langsung ke kantor dewan pembina. Menyerahkan map merah yang berisi proposal tadi. Dengan terpaksa aku meminjam sandal milik temanku yang juga menjadi ustadz sini.

Lumayan nyaman menggunakan sandal swallow kuning milik temanku daripada sandalku sekarang.
Aku berjalan melewati lapangan yang lenggang, hanya ada satu dua lima santri yang lewat dan menyalamiku. Mungkin mereka izin ke kamar mandi.

"Assalammu'alaikum ustadz." Salamku sambil membuka pintu ruangan ustadz Syaif.

Bukannya aku tidak sopan, tapi memang ustadz Syaifullah sudah mengizinkan semua orang yang ingin bertemu dengannya langsung membuka pintu.

Ustadz Syaifullah memakai baju batik lengan pendek dan peci hitam diatas kepalanya sedang duduk diatas sofa, yang jelas lagi membaca laporan milik para ustadz terkait santri binaan mereka.

"Ustadz Syaif ini proposal dari pondok putri terkait pengadaan tempat Al Qur'an di masjid." Ucapku.

"Duduk dulu tadz."

Aku hanya tersenyum dan kemudian duduk.

"Ini Insyaallah perpulangan jadi." Ucap ustadz Syaifullah setelah membaca proposalnya.

"Berarti di Acc ya tadz?"

"Na'am, tapi ini kurang tanda tangan dari ustadzah bagian ibadah sana." Ustadz Syaifullah menunjukkan padaku kolom tanda tangan yang masih kosong.

"Oh iya ana lupa ngoreksi tadz. Insyaallah nanti sore ana antarkan ke pondok putri."

"No. Ustadzah Rizka bagian Ibadahnya kan belum menikah, jadi..."

"Ana nitip ke ustadzah Fatimah tadz." Sambungku sebelum diteruskan oleh ustadz Syaifullah karna yang aku tau pasti nanti arah pembicaraannya beralih ke perjodohan.

Flashback on

Rizka Halimatus Sa'diyah. Dipondok putri terkenal dengan sebutan ustadzah Rizka. Ustadz Syaifullah pernah memperkenalkanku padanya. Bukan hanya sebatas ta'aruf, tapi ustadz pembina itu ingin menjodohkanku pada ustadzah Rizka.

Dia sungguh maasyaallah hingga aku terlihat kecil saat berhadapan dengannya. Ilmunya benar benar seperti syeikh. Setelah hafidzah di Indonesia dia menempuh pendidikan di Turki dan dilanjut pendidikan hadits di Mesir. Siapa yang menolak untuk memperistrinya?.

Dan jawabannya adalah aku. Kenapa? Sebelum aku di perkenalkan ustadz Syaifullah kepada Rizka aku sudah diberitahu jika ingin dijodohkan.

Saat masih proses ta'aruf, aku melaksanakan istikhoroh. Dan belum juga dapat petunjuk dari Allah. Bahkan katanya istikhoroh tidak hanya sekali, sudah aku lakukan hingga 2 sampai 3 kali. Tapi masih saja sama, aku hampir putus asa.

Hubunganku dengan ustadz Syaifullah dan wali dari Rizka semakin dekat. Istikhoroh ke empat barulah Allah memberiku petunjuk dalam mimpi, tapi dia tidak ditakdirkan denganku.

Lalu aku istikhoroh lagi dilain waktu untuk memastikan. Disisi lain aku tidak berharap lebih Rizka akan menjadi istri sholihah ku.

Istikhoroh ke lima dan enam mimpiku masih sama. Dan selesai dari istikhorohku yang ketujuh disepertiga malam terakhir ummi ku menelpon sambil menangis.

Katanya, ummi juga sempat 3 kali sholat istikhoroh dan bermimpi bukan Rizka yang akan menjadi menantunya. Dan perlu aku ingat bahwa ridho Allah adalah ridho orang tua.

Mungkin sudah takdir Allah untukku dan Rizka. Allah sayang padanya hingga ingin menyatukan ia pada orang yang bisa membimbing dia pada saat sekarang.

Dan aku masih butuh belajar lagi untuk mendirikan rumah tangga, memuliakan istri, menjadi bapak dan membimbing keluarga menjadi sakinah mawaddah wa rohmah.

Flashback off

Sorenya aku mengajak ustadz Rifqi, yang juga temanku untuk ke pondok putri menemui ustadzah Fatimah. Dan aku kembali memakai sandalku.

Aku meninggalkannya di pos satpam putri sendirian, sedangkan aku berjalan menuju kantor ustadzah putri. Pondok putri sepi tidak ada orang. Mungkin karena masih pada di masjid.

Aku sudah menghubungi ustadzah Fatimah sebelumnya, jadi beliau sudah menungguku didepan kantor.

"Mana map nya. Tinggal ttd ke ustadzah Rizka kan."

"Iya. Syukron kak"

"Yaudah sana balik keburu santriwatinya pulang dari masjid."

Sebelum aku berbalik mataku melihat sandal yang mirip seperti sandal eiger ku. Dan besar. Tidak mungkin kan dipondok putri ada yang punya sandal sebesar ini.

"Eh, kak ini sandal siapa?" Ucapanku menghentikan ustadzah Fatimah yang notabebe nya adalah saudara sepupuku.

"Ini ada santri yang setoran disini, mungkin itu miliknya." Jawabnya singkat yang kemudian bertanya pada orang didalam.

"Zaara sandal eiger warna merah didepan itu punya anti tidak?"

Tanpa jawaban ternyata yang ditanya sudah muncul di depan pintu.

"Iya ustadzah, eh bukan ustadzah. Tapi mirip punya ana us. Punya ana masih bagus. Dan itu kebesaran."

Nah, pasti nih anak ini. Tebakku.

"Berarti ini punya anti kan." Ucapku sambil melepas sandal yang aku pakai.

"Nah, iya ustadz ini punya ana." Dia mendekat, kira kira tingginya sebahu ku. Matanya mengarah ke sandal yang baru saja aku lepas.

"Syukron ustadz sudah nemuin sandal ana." Dia menatapku dengan tatapan yang mungkin bahagia. Aku tidak tau raut wajahnya seperti apa dan aku tidak mau membayangkannya.

Tapi setelah dia menyadari aku adalah ustadz yang dia temui tadi pagi di kantor pusat akhirnya dia meminta maaf.

"Afwan ustadz tadi ana salah makainya." Aku hanya mengangguk paham. Lalu dia kembali masuk ke kantor putri. Ustadzah Fatimah pun masuk setelah mengusirku halus.
_____

Alhamdulillah pendek. Hehe😂

Sekarang udah ketebak kaan apa sebenernya hubungan antara ustadzah Fatimah sama ustadz Azzam.😂😂

Oh iya part ini baru author ceritain ustadzah Rizka sama ustadz Azzam yaa.

Tapi author nggak akan flashback ustadz Azzam sama ustadzah Rizka yah soalnya mereka tidak ada komunikasi.

Mungkin author mau nyeritain ustadzah Rizka akhirnya menikah.

Iya dong, masa nggak menikah😂😂

Syukron jazakunnallah khayron katsiron yaa udah baca.😍

I Love You Mr. UstadzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang