part 27

7.8K 719 51
                                    

"S-sakit Bun"

"Luys!"

Cengkraman tangan Iqbaal terlepas begitu saja. (Namakamu) berlari menghampiri sang anak yang sangat pucat meringis kesakitan.

"Luys kuat ya Nak. Kita nyusul Daddy ya" (Namakamu) menggendong tubuh lemah anaknya

"Sa-- Loh Luys?"

Baik tubuh (Namakamu) dan tubuh Iqbaal menegang. Karel menyusul (Namakamu) dan Luys yang sedang ke toilet kata Luce. Karel menghampiri (Namakamu) namun langkah nya terhenti saat mendapati sosok Iqbaal yang berada beberapa langkah di belakang (Namakamu).

"NGAPAIN LO DISINI HAH?!" Teriak Karel

Karel menggeser tubuh (Namakamu) yang nampak begetar karena ketakutan sembari memeluk erat tubuh Luys yang berasa dalam gendongannya.

"Gue yang harus nya nanya kayak gitu sama lo Tuan Karel. Kenapa (Namakamu) dan anak gue bisa ada sama lo?" Jawab Iqbaal santai

Karel mengeraskan rahang nya. Sialan. Dari mana Iqbaal tau? Ia menarik napas nya dalam-dalam.

"Lo lupa kalau lo sendiri yang udah nge bunuh anak lo? Dan anak kembar ini hasil cinta gue sama (Namakamu) Tuan Iqbaal yang terhormat" Karel menyeringai puas

SKAK

Iqbaal mengepalkan kedua tangannya. Namun sudut bibir nya tersungging senyum sinis. "Bahkan gue sendiri nggak yakin kalau itu anak kandung lo. Karena nggak ada anak yang nggak mirip sama kedua orang tua nya tapi, malah mirip sama orang lain"

Karel menghampiri Iqbaal dan akan melayangkan tinjuan pada wajah yang sangat muak untuk Karel lihat. Tetapi semua itu tercegah saat (Namakamu) berteriak.

"LUYS!"

"BANGUN NAK! KAREL! LUYS PINGSAN!"

*****

(Namakamu) menangis tersedu-sedu dalam pelukan Karel. Tangisan yang tak kunjung berhenti dari sejak satu jam yang lalu. Karel berkali-kali melotarkan kata-kata penenang untuk sang pujaan hati namun nihil.

Sedangkan Luce duduk diam sembari menunduk dengan sedih. Kakak kembar nya tengah di periksa dokter dalam ruangan itu. Luce ingin sekali ikut merasakan apa yang Luys rasakan. Kebiasaan yang selalu di ajarkan oleh (Namakamu) maupun Karel untuk selalu saling berbagi.

Tetapi pikiran nya kembali mengingat hal yang terjadi saat di bandara tadi. Percakapan atau yang bisa di sebut dengan perdebatan antara Daddy dan Om yang ia ingat bernama Iqbaal itu, membuat dirinya bertanya-tanya.

Anak yang di bunuh?
Dan
Anak kandung yang tidak mirip dengan orang tua kandung nya tetapi justru mirip dengan orang lain?

Tapi ada benar nya. Kenapa wajah dirinya dan sang kakak tidak ada yang mirip dengan Daddy? Kenapa lebih mirip bahkan sangat mirip dengan Om Iqbaal itu?

Luce memegang kepala nya yang terasa pusing saat ia berusaha berpikir hal berat dengan otak nya yang kecil ini.

Clek

(Namakamu) dan Karel melepas pelukan nya. Berdiri mendekati Dokter yang menangani anak nya baru saja keluar.

"Bagaimana anak saya Dok?" Tanya (Namakamu) cemas

"Syukur lah anak Bapak dan Ibu cepat di bawa kesini kembali. Hanya saja kondisi tubuh nya semakin lemah lantaran salah satu ginjal nya mulai tidak bekerja dengan baik" jawab Dokter

Karel menggenggam erat jari-jari (Namakamu) seolah-olah menyalurkan kekuatan.

"Tapi anak saya bisa sembuh kan Dok?"

"Kami pihak medis akan melakukan yang terbaik untuk pasien. Saya permisi dulu"

Dokter itu melenggang pergi. Lagi. Tangis (Namakamu) kembali meledak saat Karel menarik tubuh nya untuk masuk dalam dekapan hangat itu.

"Luys masih kecil Rel!"

"Kenapa enggak aku aja yang ngerasain sakit nya?!"

"Jangan gitu Bie" lirih Karel berusaha memberi ketenangan dengan mengusap pelan punggung (Namakamu) yang bergetar

"Luys kuat Bie. Luys pasti sembuh"

"Kenapa takdir aku selalu menyedihkan? Anak aku masih terlalu kecil hikss"

"Cukup aku yang ngerasain sakit. Jangan anak aku Rel! Jangan anak aku! Hikss"

(Namakamu) memukul dada bidang Karel meluapkan amarah dan kesedihannya. Karel dalam diam nya ikut meneteskan air mata. Dada nya sesak. Bukan karena pukulan kecil (Namakamu) tetapi sesak karena harus melihat orang yang ia sayangi, kedua nya tampak rapuh di waktu bersamaan.

Luce menurunkan kaki nya menapaki lantai rumah sakit. Sudah sejak tadi air matanya turun. Ia menyeret kaki nya pelan mendekati kedua orang tua nya yang menangis dalam posisi berpelukan di lorong rumah sakit. Menangis sedih atas kesakitan yang menimpa saudara kembar nya.

"Bunda.. Daddy.."

Luce menabrakkan tubuh kecil nya pada kaki Karel dan (Namakamu). Membuat (Namakamu) melepaskan pelukannya pada Karel. Dengan sigap pria tampan itu mengangkat Luce untuk di gendong nya dan kembali memeluk (Namakamu).

Keluarga bahagia yang harus merasakan kesedihan yang mendalam.

*****

"Lo kenapa sih Baal?!"

"Anak gue sakit Bas!"

Dada Iqbaal turun naik akibat napas nya yang tersengal-sengal akibat emosi yang siap meledak kapan saja.

"Nggak ada bukti nya kalau kembar itu anak lo. Mereka anak Karel. Aldi sendiri yang bilang" Bastian menggelengkan kepala nya

"Gue mau ke rumah sakit"

Iqbaal beranjak dari duduk nya namun berhasil di cegah oleh Bastian.

"Lo nyari mati hah?! Keadaan lagi nggak memungkinkan Baal. Lo jangan gila!"

"Lo yang lebih gila Bas! Lo ini sahabat gue apa teman si bangsat Karel itu?"

"Kaki lo belum sembuh. Lo nggak akan pernah pake kepala dingin kalau udah sama Karel terlebih ini tentang (Namakamu)" ucap Bastian

"Tapi gue harus tau gimana keadaan anak gue" jawab Iqbaal

"Iya! Gue tau. Tapi nggak sekarang. Keadaan nya nggak tepat. Kaki lo butuh istirahat karena batal operasi di Jerman besok"

"Argh! Sial!"

"Tenangin diri lo Baal!"

"Andai waktu bisa di putar, gue nggak akan gegabah yang berujung kehancuran diri gue sendiri Bas!" Iqbaal menjambak kuat rambut nya

"Sial sial sial!!"








.
.
.
.



Bersambung...








.
.




Haiiii!
Aku bebasss!!
Maaf ya amburadul dan banyak typo.

I'm Not Bitch • IDRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang