BAB 5

63.1K 3.9K 60
                                    

Bara sungguh lelah dengan urusan kantornya yang tidak ada habis habisnya sama sekali, ditambah sampai sekarang orang suruhanya belum memberi kabar apapun tentang Bulan.

tok...tok...tok..
Bara menghela nafas dan menegakan tubuhnya lagi.

"Masuk," ucap Bara tak lama orang yang mengetuk pintu tadi masuk dan mendudukan dirinya di sofa ruangan Bara.

"Masih ngestuck gini gini aja, seorang Bara Kevano Othario pengusaha sukses sejak muda ternyata mempunyai masalah yang sungguh rumit tak terduga," sinis orang itu yang adalah Ferdi.

"Masih belum nemuin Bulan sampai sekarang," Bara hanya menggeleng pelan.

"Susah," gumam Bara sambil menyugar rambutnya.

"Mungkin dia udah nikah jadi suaminya sengaja mungkin nutup akses buat lo nemuin Bulan," Bara mengepalkan tanganya ketika mendengar ucapan Ferdi.

Sampai kapanpun Bulan hanya miliknya, wanitanya tidak ada yang bisa memiliki Bulan selain dirinya.

"Tenang elah, itukan kalau mungkin mending gue saranin lo hangout lha semisal sekedar ke cafe gitu ngopi atau apa gak diem di kantor mulu," ucap Ferdi menatap miris sahabatnya ini.

"Kalau kata Aliora anak gue gini papa tuh jangan keseringan mikirin masalah yang ada papa cepet tua" Ferdi menirukan ucapan anak keduanya itu.

"Haha...ajaib," Bara tertawa kecil dia juga menginginkan panggilan itu untuknya dan membayangkan saat tertawa bersama anak anaknya.

"Bener ajaib memang dan gue udah ngerasain saat gue lelah banyak masalah ada istri yang senantiasa nasehatin, ngehibur, dan saat gue bosan atau suntuk ada tawa receh anak anak yang bisa hidupin masalah gue," cerita Ferdi sungguh membuat Bara iri terhadapnya.

"Lo beruntung," Bara mendongakan kepalanya agar tidak menangis.

"Gue yakin lo bisa nemuin Bulan dan anak lo, itupun kalau anak lo masih ada karena Bulan mempertahankanya atau ya kaya tadi Bulan udah married duluan," Ferdi tau kalau sahabatnya ini sungguh menyesali perbuatanya.

"Harapan gue udah gak sekuat dulu lagi Fer sayangnya dan..., jujur gue iri sama lo sungguh lo beruntung Fer lo punya istri yang baik, anak anak yang manggil lo papa lo dikelilingi orang orang yang begitu menyayangi lo yaitu keluarga kecil lo, sementara gue haha...gue udah buang kebahagiaan itu lebih dulu sebelum gue ngerasain semuanya,"

Air mata Bara sekarang sudah tak terbendung lagi dengan segera Ferdi berdiri dari duduknya dan memeluk Bara ala lelaki.

"Gue juga pingin Fer ngerasain itu semua, gue pingin bahagia bersama Bulan karena gue cinta sama dia tapi kenapa tuhan sadarkan gue kalau gue cinta sama Bulan disaat Bulan udah ninggalin gue," Ferdi mengerti perasaan Bara sekarang dia ingib membantunya, tapi dia sendiri bingung harus melakukan apa.

"Hey...gue yakin lo pasti bisa nemuin Bulan, dan mungkin ini cara tuhan buat nyadarin lo betapa berartinya Bulan di hidup lo," Ferdi menepuk pundak Bara.

"Yaudah sekarang main billiard aja dulu terus habis itu ngopi intinya kek refreshing lah," ajak Ferdi diangguki Bara yang memakai kembali jasnya.

Sementara di sekolah Bintang, Tirta, Rain seperti biasa mereka melakukan kebiasaan mereka yaitu bolos di gudang olahraga, dengan kasur matras sebagai tempat mereka untuk tiduran.

"ku mendambakan, mendambakanmu
bila kau butuh telinga tuk mendengar, bahu tuk bersandar, raga tuk berlindung pasti kau temukan aku digaris terdepan bertepuk dengan sebelan tangan"  Bintang dan Tirta mengakui kalau suara adik bungsu mereka yaitu Rain memang merdu, tapi mereka muak saat Rain menyanyikan lagu ballad.

"Gue akui suara lo bagus, tapi kalau nyanyi jangan lagu bucin napa," dengus Tirta membuat Rain bingung.

"Yaudah kak Tirta mau request apa, gimana kalau lagunya Inul daratista yang para penonton," ucapan Rain terpotong oleh suara Bintang.

"Lo mau nyawer hah," tuduh Bintang membuat Rain memutar bola matanya malas karena salah lagi.

"Yaudah lagu nya iklan tokopedia yang di tv terus muncul cowok korea ngomong gini saya Jimin B..T...S, tokopedia saja" Rain yang memparodikan iklan itu tertawa sendiri karena ulahnya.

"Goblok, kecanduan iklan kek gini nih udah mending sekarang lo diem aja dah," seru Tirta kesal sendiri melihat wajah tengil Rain yang memparodikan iklan itu.

"Nanti lo nyanyi di cafe mana?" tanya Bintang.

"Keknya di Dasta Cafe, kakak mau ikut yaudah nggak papa," ajak Rain karena bermusik adalah hobinya, apalagi hobinya menghasilkan pundi-pundi uang maka Rain tidak ingin mensia-siakan kesempatan itu.

"Enggak nanti gue ada ngajar di tempat les," ucap Bintang karena ia bekerja sebagai guru les di suatu tempat bimbel, Bulan pun sudah tau yang awalnya sangat melarang tapi Bintang menjelaskanya dengan santai karena Bintang ngajar tidak setiap hari.

"Kalau lo Tir kemana?" tanya Bintang ke Tirta.

"Gue palingan ke bengkel" selain bekerja Tirta juga ingin menyalurkan hobinya terhadap motor motor yang ia modifikasi dengan keinginanya sendiri, melalui pekerjaan ini di suatu bengkel ternama.

Karena kemampuan Bintang dan Tirta diatas rata rata mereka mudah mendapatkan pekerjaan dengan pembuktian walau tidak punya ijazah SMA.

"Syukurlah dengan usaha kecil kecil seperti ini setidaknya kita bisa bantuin bunda," ucap Bintang disetujui mereka.

"Tuhan itu adil kak, kita memang tidak punya soosk lelaki yang dikenal sebagai sebutan ayah dari dulu tapi tuhan berikan hal yang mudah seperti kita bisa membantu keuangan keluarga, biaya setiap hari," seru Tirta sambil memainkan kontak mobil di tangannya.

"Kita tanpa sosok lelaki ayah itu masih bisa bertahan hidup tapi tidak dengan bunda wanita yang berjuang melindungi kita dari apapaun apalahi hinaan tetangga sekalipun," ucap Rain kini mereka terbiasa hidup tanpa sosok ayah, bahkan kepikiran untuk bertemu dengan ayah itu sudah punah tertinggal masa.

VOTE & COMEENT

My triplets sonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang