BAB 7

59.2K 3.9K 26
                                    

Rain berbinar saat melihat hujan turun dengan sangat deras membuatnya ingin keluar dari cafe selesai dari manggung, tapi niatnya ia urungkan takut sewaktu waktu Rain kelamaan mandi hujan dia bisa demam dan sakit yang nantinya bisa merepotkan bundanya.

"Kamu gak pulang Rain?" tanya Bara yang sedari tadi menunggu Rain, sementara Ferdi sudah pulang karena telphone dari istrinya.

"Gimana mau pulang om lagian masih hujan terus kalau saya nerobos takut kelamaan dibawah guyuran hujan bisa sakit, ya walau itu gak pernah terjadi sih" cengir Rain sambil memainkan air hujan karena ia duduk di luar bersama Bara.

Rain kembali membuka ponselnya menghubungi salah satu saudaranya.

"Assalamualaikum kak Bintang, bisa nggak jemput gue?" tanya kesal Rain menghubungi Bintang.

"Waalaikumsalam, sorry dek lo tungguin disitu aja dulu sampai hujanya terang soalnya rumah pada bocor noh si Tirta lagi kelimpungan nyari bak buat yang bocor di dapur" pekik Bintang seperti terburu-buru oleh sesuatu.

"Yaudah hati hati awas kepleset licin, terus bunda udah pulang?" tanya Rain memikirkan bundanya.

"Belum tadi bunda sebelum hujan udah pulang tapi balik lagi ke tokoh di antar Tirta terus kata bunda soalnya ada masalah dikit gitu, lha gini bunda juga gak bisa pulang soalnya tadi dianter Tirta bukan naik motor sendiri" jelas Bintang sepertinya panik.

"Ok kalau gitu lo bisa jemput gue pas hujanya udah redah," Rain menghembuskan nafasnya pasrah.

"Iya...udah lo enak di cafe dari pada dirumah ikut sengsara lo ngadepin genteng bocor sama kedua kakak lo ini" sahut suara Tirta disebrang sana.

"Hem...yaudah gue tutup dulu assalamualaikum," pamit Rain.

"Waalaikumsalam," Bintang menutup sambungan telphonenya.

"Apa gue nerobos aja ya," gumam Rain masih didengar Bara disampingnya.

"Jangan...mending nunggu disini," cegah Bara ia tidak ingin Rain menerobos hujan dan bisa menyebabkan anak ini jatuh sakit nantinya.

"Tapi om kalau saya nggak pulang pulang, kasihan saudara saya yang kesusahan ngurusin rumah," Rain juga mengkhawatirkan kedua kakanya itu yang sekarang berada dirumah.

"Lah kan ada orang tua kamu?" tanya bingung Bara berfikir mungkin ada orang lain selain saudaranya Rain.

"Bunda balik lagi ke tokoh katanya sih ada masalah gitu," ucap Rain sendu hujan seperti ini bundanya itu masih mementingkan yang lain ketimbang dirinya sendiri.

"Yaudah kamu mau saya anterin kebetulan saya pakai mobil" Rain kaget kemudian menggeleng keras dengan wajah imutnya itu.

"Nggak usah om ngerepotin kalau gitu saya nerobos aja deh...dan terima kasih buat hehe tadi makananya sama ngobrol ringanya," cengir Rain membuat Bara merangkulnya dari samping.

"Pasti dia udah sebesar Rain..." batin Bara teringat anaknya dengan Bulan.

"Nggak...mending saya nganterin kamu," keukeh Bara dia merasa khawatir harus melepaskan Rain di hujan yang deras seperti ini.

"Om nggak usah ngeyel kayak kakak kedua saya deh, mending sekarang saya pamit dulu assalamualaikum," pamit Rain langsung menerobos hujan lari begitu saja.

"Waalaikumsalam," sahut Bara lirih merasa ada yang hampa di dalam dirinya sama seperti Bara belum bertemu Rain.

Rain berlarian di bawah guyuran hujan sama seperti namanya yang berarti hujan, Rain sangat menyukai hujan.

"Yuhuu....gila seger banget," pekik Rain tidak ada yang mendengar teriakanya.

"Kalau seger gini ceritanya udah dari tadi gue nerobos aja," gumam Rain berlarian menerobos hujan untuk pulang.

Setengah jam berlalu Rain sampai di rumahnya dengan jalan kaki.

"Assalamualaikum...kak...bunda," teriak Rain sampai di rumah teras rumahnya saja sudah kotor dengan campuran injakan tanah dari sepatu Rain dan air hujan.

"Waalaikumsalam bentar elah," Rain tertawa kecil mendengar sahutan yang sepertinya suara Bintang.

ceklek...
Bintang kaget melihat adik bungsunya basah kuyup seperti ini.

"Rain...lo kok basah gini pasti lo nerobos hujan kan, udah sekarang lo masuk mandi ganti baju," kesal Bintang karena Rain tidak menuruti omonganya.

"Iya," Rain pun masuk kedalam rumah dan melihat Tirta sedang mengganti bak yang sudah penuh dengan baskom.

"Lo kok udah balik...hm," heran Tirta membawa bak di tanganya.

"Hehe nerobos hujan tadi terus jalan kaki," cengir Rain membuat Tirta berdecak tak lupa Bintang sudah melempar handuk kering itu ke Rain.

"Goblok kalau bunda sampai tau habis lo, mending sekarang lo mandi ganti baju terus bantuin gue sama kak Bintang," Rain mengangguk menuruti ucapan Tirta kakaknya itu.

"Kak Bintang sini...cepetan!" teriak Tirta yang ternyata melihat ke atas genteng rumahnya melengser sehingga bocornya lebih luas.

"Gila...kok tambah gini bocornya, sebentar biar gue yang keluar naik ke genteng buat benerin ini," kaget Bintang melihat semakin deras atap yang bocor.

"Lo nya kok tambah gila sih...ini hujan deres terus angin kenceng jangan bikin diri lo sendiri bahaya deh," omel Tirta.

"Udah...kagak percaya lo sama gue, kalau kagak ada yang keluar gimana mau kelar," kesal Bintang.

"Udah gini aja kak ambil tong besi yang di gudang noh...itukan lumayan besar," sahut Rain yang baru keluar dari kamar mandi sudah dengan keadaan kering.

"Hah...betul tuh...lo ambil gih Rain," suruh Tirta membuat Rain mendengus.

"Nyesel gue ngasih usul tadi," gerutu Rain mengambil tong.

Rain kembali dengan membawa tong dan memasangkan tong itu ke tempat yang bocor.

"Huft...pegel gue," keluh Tirta yang sekarang mereka duduk di ruang tamu hingga lupa menjemput Bulan di tokoh hingga hujan sudah terang.

"Nggak lo doang," Bintang menonyor kepala Tirta, membuat Tirta mendengus kesal.

Cklek...
Perhatian mereka teralihkan dengan seseorang yang membuka pintu ternyata Bulan bunda mereka.

"Assalamualaikum," ucap Bulan memasuki rumahnya.

"Waalaikumsalam," jawab mereka bersamaan.

"Bunda kok udah pulang?" tanya Rain berdiri dari duduknya.

"Lah hujanya udah terang, terus gak ada yang jemput bunda di toko yaudah bunda pulang naik ojek," ucap Bulan duduk di tengah tengah anak anaknya.

"Maaf bun," lirih mereka yang juga lupa menjemput Bulan.

"Udah nggak papa, bunda ngerti kok pasti kalian lelahkan gara gara rumah bocor," Bulan menatap satu persatu mata anak anaknya yang menunduk.

"Besok pagi mumpung libur kita kerja bakti buat benerin genteng sama beresin rumah yang berantakan gara gara bocor ok," ucap Bulan menggengam tangan Bintang, Tirta, Rain jadi satu.

"Siap bunda," sahut mereka lalu menerjang Bulan dengan pelukan.

"I love you my triplets son," Bulan mengelus satu persatu wajah anak anaknya.

"We Love you more bunda," Bulan sungguh bahagia bisa merasakan dan melihat anak anaknya tertawa bahagia meski tau mereka hidup seperti apa.

VOTE & COMEENT

My triplets sonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang