BAB 21

49.3K 3K 33
                                    

Bulan membuka rumahnya ketika baru pulang dari luar kota yang ia lihat sekarang adalah sepi itu yang Bulan rasakan, karena anak anaknya masih sekolah mungkin sebentar lagi mereka pulang pikir Bulan melihat jam dinding.

"Masak dulu aja, sebentar lagi anak-anak juga pulang" gumam Bulan berkutik didapur.

"Gila...ini wangi masakan enak banget" seru Rain bersama kedua saudaranya ketika membuka pintu rumah.

"Ini siapa yang masak" tanya Bintang bingung tak melihat siapapun didapur.

"Udah makan aja kali" Tirta mengangguk dan mengikuti Rain yang langsung mengambil piring untuk makan.

"Eits...sepertinya ada yang lupa buat berdo'a dulu saat makan" mereka terkejut mendengar suara yang mereka rindukan meski dalam waktu sebentar.

"BUNDA..." mereka langsung memeluk Bulan bersamaan.

"Bunda kangen" gumam mereka diangguki Bulan yang mendapatkan ciuman dipipi mereka dari Bulan.

"Kok bunda gak percaya ya.." Bulan berkacak pinggang seolah tak percaya.

"Bunda kita gak ada bunda susah tau" sewot Rain.

"Lebay akh udah sekarang ayo makan dulu" ajak Bulan duduk di kursi meja makan.

"Bunda udah makan belum?" tanya Tirta bingung.

"Udah tadi bunda beli cemilan waktu di bandara, sekarang bunda mau ganti baju dulu" mereka mengangguk mengerti.

"Enak banget padahal cuma sehari bunda pergi, berasa makan lagi masakan bunda setelah seratus tahun" lebay Rain makan dengan lahap.

"Lebay banget sih lo" dengus Bintang melemparkan tulang ayam yang sudah habis ke Rain malah mengenai Tirta.

"Gila...jijik banget sih lo" Tirta membuang asal dengan jimpitan tanganya.

"Hehe sorry" cengir Bintang.

"Huh" Tirta melempar timun ke Bintang.

"Mau ribut lagi mending gak usah makan, inget ribut didepan makanan itu nggak baik" pekik Bulan duduk di kursi meja makan.

"Maaf bunda" lirih mereka melanjutkan makanya.

"Oh...ya Bintang kalau kamu habis ini mau ngajar bimbel kamu bawa aja itu oleh-oleh kecil buat murid kamu, dan Tirta kalau mau ke bengkel bawa juga jajanan kecil itu buat karyawan yang lain kasihan mereka, dan Rain kamu ada manggung di cafe nggak hari ini" tanya Bulan yang tak pernah membatasi apapun yang anak-anaknya lakukan.

"Ada bun nanti di V'Cafe" jawab Rain.

"Yaudah bawa juga oleh-olehnya, lagian bunda udah siapin semua buat kalian bagikan ke teman-teman kalian" Bulan tersenyum hangat.

Inilha salah satu yang mereka kagumi dari bunda mereka sikapnya yang baik hati kepada siapun meski tidak kenal denganya, tetap Bulan memperdulikan mereka.

"Bunda baik banget deh" seru Rain memperlihatkan deretan giginya.

"Mereka juga manusia nak, mereka sama seperti kita mencari rezeki dengan peluh keringat buat hidup apalagi untuk orang yang sudah berkeluarga mereka tidak hanya bertanggung jawab pada diri sendiri melainkan anak dan istrinya" tutur Bulan yang tak pernah lelah menasehati anak-anaknya.

"Tapi bunda kebanyakan mereka akan lebih mementingkan harta, tahta, semata ketimbang orang yang jelas-jelas udah mendukungnya" ucap Tirta bermaksud menyinggung Bara yang dulu lebih mementingkan dirinya.

"Nak harta memang penting untuk hidup, tapi kebahagiaan karena orang yang mendukungnya tidak bisa dibeli dengan berapa pun nilainya...ibarat pohon tidak akan bisa berdiri tanpa akar, tidak bisa berbuah tanpa bunga begitu juga manusia, yang pasti akan ada sosok berjasa dibalik kesuksesanya" mereka mengangguk.

"Bunda hebat" mereka memeluk Bulan dengan erat.

Bulan berdiri di ambang pintu melihat kepergian anak-anaknya melakukan hal yang mereka sukai tanpa paksaan dari Bulan.

"Assalamualaikum" ucap seseorang yang menghentikan langkah Bulan ketika ingin menutup pintu rumahnya.

"Waalaikumsalam, mau apa anda kesini" tanya datar Bulan melihat pria yang ia akui sangat tampan diusianya yang sudah berkepala tiga dengan jas kantor yang sangat pas ditubuhnya, tapi sangat sayang dari sorot matanya terlihat sangat tidak baik.

"Aku mau bicara sama kamu lan, sebentar saja kalau kamu tidak mau aku tidak akan mempermasalahkan nya" pinta orang itu dengan penuh ketulusan tidak ada niat untuk membujuk lagi.

"Huft...duduk lah" pasrah Bulan, melihat orang itu adalah Bara yang kali ini Bulan dapat melihat keinginan Bara yang benar-benar ingin berbicara denganya.

"Terimakasih" hanya kata itu yang keluar dari mulut Bara dengan kepala tertunduknya.

"Buat apa" tanya datar Bulan menatap lurus kedepan.

"Udah membesarkan anak..." ucapan Bara terpotong oleh suara Bulan.

"Mereka anak-anak ku, jadi mereka adalah tanggung jawabku meski aku tahu membesarkan mereka tidak mudah tapi mereka adalah sumber kebahagiaanku hanya anak-anakku yang aku punya saat ini" jawab tenang Bulan mengisyaratkan kesakitan yang begitu dalam.

"Kamu benar dan aku adalah seorang ayah yang gagal karena tidak pernah ada untuk mereka bahkan dengan kejamnya dulu...haha begitu bodoh aku dulu ingin melenyapkan yang jelas-jelas adalah darah dagingku sendiri yang sekarang..." ucapan Bara tercekat dan menghela nafas kembali.

"Yang sekarang begitu aku inginkan adalah maaf kamu dan anak-anak, meski aku tahu permintaan ku sangat egois tapi hanya itu yang aku inginkan dihidupku saat ini lan" Bulan mengangguk mengerti.

"Maaf? aku sudah memaafkanmu karena sekeras apapun kamu menjauh dari dunia ini tak akan menampik satu fakta kalau kamu adalah ayah dari anak-anak ku" Bulan tidak bisa bertarung dengan pikiranya terus untuk menjauhkan anak-anaknya dari Bara selama bertahun tahun pikir Bulan.

"Terimakasih..lan..terimakasih" Bulan berdiri dan menjauh dari Bara ketika Bara akan berlutut di kakinya.

"Kenapa...kenapa lan" kaget Bara melihat Bulan menggeleng keras kepalanya.

"Jangan menyentuhku atau mendekat denganku Bara" seru Bulan sedikit bergetar karena meski dirinya sudah memaafkan Bara tapi untuk berdekatan atau disentuh sedikit Bulan masih enggan.

Bara terpaku di tempat ketika melihat Bulan masih ketakutan saat dia ingin menyentuh bahkan mendekat ke arahnya.

"Maaf...maafkan aku" ucap Bara membuat Bulan menganggukan kepalanya lagi.

"Aku sudah memaafkanmu tapi untuk berdekatan denganmu rasanya tidak mungkin" Bulan menghela nafas sekali lagi.

"Makasih udah maafin aku, tapi anak-anak mereka..." ucapan Bara tercekat yang membayangkan anak-anaknya masih membencinya hingga detik ini.

"Aku tidak bisa membantumu soal itu, kamu harus berusaha sendiri dan asal kamu tahu aku yakin anak-anak ku adalah orang yang tahu benar dan salah...mereka punya alasan sendiri jika akan membenci apapun, bukan membenci tanpa alasan" jawab Bulan mengerti sifat dan watak mereka masing-masing.

VOTE & COMEENT

MAAF AKU UPDATE LAMA KARENA MENTAL KU MASIH DOWN, DAN AKU BARU BUKA HP SETELAH DIKASIH IZIN LAGI SAMA BUNDAKU YANG MEMPRIHATINKAN KONDISIKU...UNTUK SEKARANG...

My triplets sonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang