BAB 14

52.3K 3.1K 18
                                    

Hari seperti ini tepatnya hari minggu Bintang, Tirta, Rain sedang mencoba membuat kue di toko bundanya, dengan bantuan para pegawai tentunya.

"Ini tuh di kukus juga bisa" seru Bintang.

"Ya kurang...sip mending di oven" sahut Tirta karena sedari tadi mereka selalu debat.

"Dari pada di oven atau kukus mending di panggang aja gimana" jengah Rain mendengar perdebatan keduanya.

"Goblok.." umpat Bintang dan Tirta membuat Rain mendengus.

"Udah sekarang mbak tanya sama kalian emang adonanya udah jadi" jengah pelayan bernama Rani.

"Hehe...belum mbak" jawab kompak mereka.

"Huft dari tadi ngapain, kalau nyonya Bulan tau huh...kenak kalian" mereka mendengarnya bergidik ngeri apa seseram itu bundanya saat di toko.

"Ok...ok ayo kita buat pertama pisahkan kuning sama putih telur" tutur Bintang seolah olah dia bisa.

"Kok gue ragu ya" bisik Rain ke Tirta.

"Oy ngapain kalian bisik bisk udah ikutin" seru Bintang.

"Salah...masih tahap beginian udah salah" pekik Rani memperhatikan dengan jeli.

"Salah oy...salah, jadi bukan telur melainkan tepung kan mbak ya" sahut Rain dijawab gelengan Rani.

"Pertama memangnya kalian sudah siapin perlengkapanya" tanya Rani yang menggelengkan kepalanya, melihat mereka yang sudah penuh tepung di tubuh mereka tapi belum jadi kue apapun.

"Udah kok...mbak tapi tuh" tunjuk Bintang dengan baskom yang tergeletak di lantai.

Sementara di luar dapur seseorang datang memasuki toko dengan tampilanya yang menawan.

"Nyonya Bulanya ada?" tanya orang itu adalah Bara.

"Nyonya Bulan sedang sibuk tuan katanya tidak bisa diganggu siapapun untuk saat ini dan nyonya tidak berada di ruangan pribadinya melainkan ruangan pertemuanya" ucap pegawai kasir menyampaikan pesan dari atasanya itu.

"Dimana ruanganya" datar Bara kini dia tidak suka melihat Bulan yang terus bekerja tanpa memperhatikan jam makan siang.

"Tapi tuan kata nyonya siapapun dilarang menemuinya untuk saat ini. Dan itu perintah mutlak dari nyonya" seru pegawai itu karena takut Bulan marah kepadanya.

"Biar jadi urusan saya nanti, sekarang kamu tunjukan dimana ruang pertemuan itu" pegawai itu jengkel dengan sikap Bara yang seenaknya seperti ini.

"Baik kalau itu mau tuan, ruang pertemuam nyonya Bulan berada di lantai dua anda bisa menaiki anak tangga" tunjuk pegawai itu diangguki Bara.

Bara melangkah kan kakinya dan sampai di ruangan pertemuan yang sangat tertutup dengan selambu, karena itu ruang private saat Bulan sibuk dengan pekerjaanya atau bertemu dengan orang dari cabang tokohnya.

"Fristy sudah saya bilang jangan masuk sebelum saya mengabari kamu" sentak Bulan karena sekarang dia sedang sibuk dengan pulpen dan berbagai map di tanganya.

"Apa kamu tidak dengar apa yang saya bicarakan Fristy sebaiknya kamu keluar dulu, ka....kamu" ucapan Bulan terpotong saat melepas kacamata minusnya dan pandangnya jatuh ke Bara yang berdiri di ambang pintu dan tersenyum.

"Mau apa anda kesini" tanya ketus Bulan menutup mapnya dengan kasar.

"Aku? aku kesini hanya untuk menemuimu tapi sepertinya aku kesini tidak hanya menemuimu melainkan mengurusmu" ucap jahil Bara mendekati Bulan.

"Gila....apa anda tidak tahu sopan santun tuan berada diruangan orang tanpa izin" decih Bulan memalingkan wajahnya.

"Justru kamu yang membiarkan aku masuk kesini, setelah aku melihat kalau kamu masih sibuk dengan alat alat persetan ini" Bulan emosi dengan ucapan Bara yang sederhana dan seenaknya.

"Anda bilang alat alat ini persetan dan peduli apa anda tentang hidup saya tidak adakan" Bara tidak menyangka jika perkataanya seperti tadi dapat menyinggung Bulan.

"Aku peduli sama kamu Lan, aku tidak mau melihatmu jatuh sakit lagi seperti kemarin jadi sebaiknya kamu tinggalkan dulu pekerjaanmu dan istirahat lha" geram Bara mencekal pergelangan tangan Bulan tapi ia hempaskan begitu saja.

"Haha... mungkin untuk anda meninggalkan pekerjaan tidak akan membuat anda bangkrut seketika, karena anda tidak memikirkan besok makan apa, anak anak masih sekolah, kebutuhan besok masih tercukupi atau nggak, dan nyatanya anda tidak terpikirkan sampai situkan" Bulan tertawa sumbang.

"Bulan bukan begitu maksud aku Lan, aku cuma khawatir sama kondisi kamu yang baru sembuh" Bara berucap dengan terbatah batah.

"Itu nggak penting buat anda...untuk peduli dengan urusan saya, karena selama ini sebelum kehadiran anda dihidup saya semua baik baik saja bahkan tidak ada orang yang akan ikut campur hidup saya selain anak anak saya"

Bara lelah dan merasa sakit saat Bulan selalu mengungkit tentang hal yang sekarang begitu sensitif baginya. Yang membuat Bara merasa jadi manusia paling hina dan penuh dosa walau kenyataanya seperti itu.

"Lan aku mohon...please kalau kamu masih marah, kecewa, benci sama aku silahkan tapi aku hanya ingin maaf dari kamu dan kembali meyakinkan kamu untuk memberi aku kesempatan untuk aku perjuangkan dan buktikan ke kamu lan" Bara memegang kedua bahu Bulan yang bergetar menahan tangisnya.

"Enggak sampai kapan pun anda tetep Bara yang kejam, tak punya rasa kasihan, bajingan, pembohong dan satu lagi kamu itu kehancuran di hidup saya dan anak anak saya" sekali lagi hati Bara dibuat hancur dengan ucapan Bulan.

"Haha...bener Lan yang kamu sebutin itu bener itu lah Bara kevano Othario, aku sadar sampai kapanpun penyesalanku ini sudah gak berguna...bahkan hanya dapat bertemu anak anak ku saja...tidak pantas, terus mau mendapat pengakuan dari ketiga anak ku mungkin itu sebuah khayalan" Bara tertawa hambar dengan mentertawakan dirinya lagi untuk sekian kalinya.

"Anda bahkan bukan hanya sebuah penyesalan melainkan...musibah" ucap seseorang membuat Bulan dan Bara kaget.

VOTE & COMEENT

My triplets sonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang