6

1.9K 309 31
                                    


Dulu, Ica kira frasa love can make you stay young itu hanya bualan sajak belaka.

Dulu, sebelum Ica bertemu Oik. Si pleboi TK UI yang berhasil bikin dia bersedia jadi belahan jiwanya, teman selamanya sekaligus ibu dari anak - anaknya.

Bahkan diumurnya yang nyaris kepala tiga, Oik selalu bisa membuatnya seperti remaja labil yang dimabuk asmara.

"Uni, jagain Uda sama Adek ya." Ucap Ica pada sulungnya si Manda sesaat sebelum ia pergi menemui Oik di tempat yang mereka janjikan. Kan malam mingguan kata Oik mah, jadi anak - anak titip di rumah Mama Amira dulu.

"Uda sama Adek dengerin Nenek ya. Jangan bandel." Kemudian dikecup satu persatu dahi bocah - bocah menggemaskan itu.

"Mah. . Ica pergi dulu, titip anak - anak ya." Pamit Ica sambil menyalami Mama Oik itu.

"Hmm. . Hati - hati nak." Balas Mama Oik sambil mengedip jail.

"Assalammualaikum."

"Waalaikumsalam."

.
.
.
.
.
.
.

Setelah Ica turun dari grab-nya, tak butuh waktu lama untuk menemukan Oik yang sudah duduk di salah satu meja yang ada di warung sate Padang langganan mereka berdua. Ingat kan? Warung yang sama tempat Oik nembak Ica dulu.

"Sorry. . Tadi macet Yang." Ucap Ica sambil mengambil tempat di depan Oik.

"Sorry juga nggak jemput ke rumah aja tadi." Balas Oik.

"Nggak apa - apa, time saving yang. Kita jadi nggak keabisan waktu di jalan. Udah mesen?"

"Belom. Kan nunggu kamu dulu."

"Aku pesenin ya," Ica mengangkat tangannya agar si uda sate ngeh dia mau mesen.

"Eh. . Lah tibo bini Oik. Pasan a Ca?" Sangking seringnya mereka kesana si uda sampe kenal banget mereka berdua.

"Hehe, biaso Da. Punyo Ica kuah kacang. Oik yang padeh, tu es teh duo." Dan tentu saja bahasa Minang Ica semakin membaik setiap kali mereka kesana.

"Tunggu santa yo." Si uda lalu melipir ke gerobaknya.

"Jadih." Jawab Ica dengan senyum manisnya.

"Gimana tadi di kantor?" Tanya Ica ke Oik yang sedari tadi hanya menatapinya sambil senyum - senyum.

"Capek. Tapi duitnya lumayan haha dan jangan bilang kamu mau bantu aku kerja juga." Oik langsung menggeleng.

"Ihh. . Ge er. Aku tuh udah ngerasain nikmatnya nunggu slip gaji kamu haha." Kekeh Ica kemudian.

"Bagus." Oik mengacak puncak kepala Ica gemas.

"Abis ini kita mau kemana yang?" Tanya Ica lagi.

"PS yuk, nonton. Aku pengen nonton knives out."

"Midnight nih?"

"He eh. Udah jam segini juga."

"Oke, tapi aku yang nyetir ya. Kasian kamu."

"Siap Nyonya Besar."

Dan obrolan mereka terhenti sesaat ketika pesanan mereka sampai di atas meja. Sesekali Ica membersihkan noda kuah sate di sudut bibir Oik. Siapa sangka setelah Ica membersihkan saus ayam goreng di pipi Oik dulu waktu mereka sama - sama ngantri bimbingan, akan ada adegan serupa ratusan bahkan ribuan kali dalam hidupnya?

"Ih aku lupa cerita. . Tadi Manda berantem sama temen sekelasnya," Mulai Ica heboh.

"Kok bisa?" Dahi Oik berkerut kaget. Ternyata si sulung itu bukan kaleng - kaleng.

"Jadi tadi tuh ada temen sekelas Manda yang gangguin Abar, terus Azam belain kan, taunya mereka berdua malah digangguin sampe nangis, terus Manda dateng abis dipanggilin temen - temennya yang lain. Manda kalo marah galak yang, mirip kamu hahaha."

"Terus kamu nggak ngapa - ngapain gitu?"

"Liatin dulu lah, let kids be kids. Biar mereka belajar stand up for themselves. Untung Mamahnya temen si Manda itu nggak salty gara - gara Manda marah - marah ke anaknya. Rese sih abisnya."

Oik menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tak percaya. Padahal baru kemarin rasanya Manda lahir, sekarang udah bisa marah - marahin anak orang.

Selesai makan dan membayar sembari pamit ke si uda sate, mereka berdua berjalan sambil bergandengan tangan menuju parkiran.

"Yang. ." Ica melepaskan gandengannya.

"Kenapa?"

"Kamu sakit?"

"Hah?"

"Kamu keringet dingin yang, tangan kamu dingin banget."

"Aku nggak apa - apa. Kita lanjut aja." Pintu mobil yang tadinya hendak Oik buka tertutup kembali karena ditahan Ica. Semingguan ini Oik memang sering lembur dan begadang karena akhir tahun sudah di depan mata, jadi deadline finishing project-nya untuk awal tahun harus sudah rampung sebelum libur.

"Nggak kalo kamu kaya gini, kita pulang aja."

"Ca. . Kita kan lagi quality time, nggak apa - apa."

"Oik. . Kamu tuuuh! Kebiasaan suka nahan sakit! Nggak ada cerita kita pulang."

Oik pun akhirnya mengalah demi kelangsungan rumah tangga mereka. Maklum jarang - jarang bisa berduaan kan.

Sesampainya di rumah Ica langsung membuatkan teh anget untuk Oik sekalian sama antangin-nya. Sebelum mengganti bajunya ke celana piyama dan kaus Oik seperti biasa.

"Ca. . Sorry. ." Ucap Oik di sela sendawanya saat Ica berakhir mijitin shirtless Oik yang masuk angin ckck.

"Kenapa lagi?"

"I ruined malem minggu kita." Lalu Oik sendawa lagi, membuat Ica terkekeh di belik punggung uda suami itu.

"Sama kamu, dimana aja bisa jadi malem minggu tau!"

"Bucin." Ledek Oik dengan senyumnya yang mengembang.

"Baru tau?" Balas Ica.

Kelar mijit Oik, mereka berdua berakhir di sofa ruang tamu cuddling-an sambil maraton Harry Potter di netflix.

Kaya yang Ica bilang, asal sama Oik nonton berdua di ruang tamu kaya gitu juga udah manis. Karena pada akhirnya Oik akan selalu bikin Ica ngerasa dia itu bukan cuma perempuan yang Oik nikahin terus jadi ibu anak - anaknya dia. Ica tetap perempuan yang berhak diromantisin dan diingetin kalau dia itu Nalalisa before anything else.

.
.
.
.
.
.
.
.

In case I haven't said it today. Oik sayang Ica.
.
.
.
.
.
.




Mereka nggak pernah gagal bikin gue ngerasa jones sih ya udah selamat malam minggu dari Papi sama Mami yang gagal malem minggu tapi anu hmm

Terima kasih sudah mau membaca :)

Iusernem

OXYTOCIN [YNWA AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang