“Kerjakan.”
Setumpuk map-map berisi laporan ditumpukkan di depan hidung mungil pemuda itu.
Pelakunya tak lain dan tak bukan ialah Jung Soojung.
“Dan ini juga.”
Bruk!
“Juga ini.”
Bruk!
Bruk!
Bruk!
Dan seolah tak berdosa, Soojung malah tersenyum pada Renjun yang kini menatap canggung tumpukan kertas-kertas jahannam yang harus ia kerjakan.
“Oh, dan ini, jadwal Tuan Wong. Mulai hari ini, kau yang mengurus jadwalnya,” imbuh Soojung.
Soojung menepuk punggung Renjun seolah menyemangati. “Aku tunggu sampai jam makan siang nanti,” ucapnya dengan senyuman tipis.
Renjun menghela nafasnya lelah. Ini baru hari kedua tetapi rasanya seperti dua dekade. Pekerjaan tak kunjung henti datang padanya.
Lucas bahkan belum datang sama sekali. Sepertinya si bodoh itu masih terlelap di atas ranjangnya dengan nyenyak.
Sialan. Mendengarnya, Renjun jadi merasa kesal.
Seluruh pekerjaannya yang menumpuk itu adalah akibat dari kemalasan Lucas. Ia jarang sekali mengerjakan pekerjaannya.
Apabila ia mengerjakan pun, akan menjadi bencana. Pada akhirnya, sekretarisnya pula yang harus menyunting ulang semuanya.
Renjun mengerjakan laporannya dengan cepat. Sesekali ia berpikir, masih agak kesulitan dalam menggarap dokumen-dokumen itu, tetapi itu tak berlangsung lama. Pemuda manis itu benar-benar cepat tanggap.
Setelah menyelesaikan sekitar seperempat dari pekerjaannya, Renjun memutuskan untuk memeriksa jadwal Lucas hari ini.
Hari ini ... ah, pertemuan dengan kepala teknisi ... dan menjamu menteri komunikasi dan informatika.
Renjun mengerjapkan matanya. Sepertinya hari ini adalah hari yang penting? Pantas saja sedari tadi para office boy sibuk.
Vas bunga dari kaca yang ditata sedemikian rupa, makanan-makanan yang sedari tadi keluar-masuk kafetaria kantor, belum lagi Soojung yang tak henti-hentinya mengecek penampilannya dari cermin mungil yang selalu dibawanya kemana-mana.
Dan di tengah hiruk pikuk itu, pukul sepuluh pagi, Lucas baru saja memasuki gedung dengan gontai, seolah anggota kementerian—tamu penting—tidak akan berkunjung kemari dan menemuinya.
Pemuda itu bahkan tidak mengenakan business suit atau setidaknya blazer. CEO sinting itu malah mengenakan jaket kulit dengan t-shirt.
Renjun mendelik menatap Lucas. “Apa yang kau kenakan itu?” tanyanya ketus.
“Eh? Oh, ini?” Lucas tersenyum lebar menampilkan jaket kulitnya. “Ini jaket kulit lembu. Harganya sangat mahal, loh, hadiah ulang tahunku yang ke-19,” ujarnya bangga.
Renjun memukul mejanya pelan. “Kau tau hari ini hari apa, Wong Yukhei?” tanya Renjun keras.
Lucas mengerjapkan matanya, terkejut dengan suara Renjun yang keras.
“Hari ... Rabu?” tanyanya pelan, agak takut juga dengan bentakan pemuda manis itu.
Frustasi, Renjun kembali memukul mejanya. “Wong Yukhei, anggota kementerian akan datang ke sini dan yang kau kenakan adalah jaket kulit?!” Teriak Renjun keras, membuat seluruh karyawan terdiam sebentar untuk mencuri dengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Your Typical CEO [Lucas x Renjun]
FanfictionHanya sebuah cerita tentang keseharian pemuda bernama Huang Renjun menjadi sekretaris CEO perusahaan ternama, Wong Yukhei.