“Menurutmu bagaimana, Tuan Wong?” Renjun menoleh pada Lucas seraya tersenyum. Memainkan peran seorang sekretaris profesional, dengan CEO yang cerdas.
Lucas membalas senyum itu. “Aku rasa itu akan menjadi awal yang baik, mengingat Korea dan Tiongkok berada dalam hubungan yang dingin,” ujar Lucas seraya mengangguk lamat-lamat.
Renjun nyaris tertawa keras. Hebat. Lucas benar-benar hebat. Ia dapat menjawab pertanyaan itu dengan merangkum seluruh perkataan Renjun. Dan voila, kau terlihat bagai CEO yang waras sekarang.
Saat ini, kedua lelaki berbeda tinggi badan—yang sangat jauh—itu tengah berada di suatu kafe di pusat kota Seoul.
Dan kejutannya adalah, ternyata pria yang merupakan seorang pemilik perusahaan telekomunikasi di Tiongkok ini, datang bukan sekadar untuk bertamu. Ia datang menawarkan kerjasama.
Pria paruh baya di hadapan mereka itu tersenyum, nampak puas dengan jawaban Lucas. “Aku tunggu jadwal pertemuan kita selanjutnya.” Ia mengangguk lamat-lamat.
“Senang berbincang denganmu, Tuan Zhang,” ucap Renjun seraya mengulurkan tangannya.
Ketiga pria itu berdiri. Renjun dan Lucas bergantian menyalami tuan Zhang dan saling mengucapkan 'sampai jumpa'.
Pria paruh baya itu pun berjalan keluar diikuti oleh para ajudannya. Salah satu ajudan itu lalu dengan sigap membuka payung berwarna hitam yang lebar, lalu memayungi tuan Zhang.
Renjun yang menyaksikan itu sedikit kaget. Ia tidak tahu di luar hujan. Kafe ini dirancang dengan dinding yang berwarna kemerahan, berbentuk pola seperti batu bata. Juga, kafe itu kedap suara, membuat suara hujan tidak dapat terdengar.
“Hujan?” Lucas mengikuti arah pandang sang sekretaris. Alisnya bertaut.
Renjun mengangguk. “Mungkin kita harus menunggu hingga reda?” Sarannya pada pemuda jangkung di hadapannya itu.
Meski mereka menggunakan mobil untuk sampai ke sini, namun tetap saja mereka harus berjalan mengitari tempat parkir untuk sampai ke mobil Lucas.
Lucas mengangkat cangkir mochaccino hangatnya dengan pelan, lalu mulai menyeruputnya ....
dengan sangat menyebalkan.
Ia memang menyeruput isi cangkir itu dengan khidmat, namun maniknya menatap lurus kepada Renjun, lebih seperti mendelik. Dan itu sangat menyebalkan. Renjun hampir saja mendorong cangkir itu hingga isinya masuk ke dalam hidung besar Lucas.
“Ini enak,” ucap Lucas seraya tersenyum, begitu canggung. “Cobalah.” Ia lalu mendorong cangkirnya pelan ke arah Renjun.
Renjun mendorong cangkir itu kembali. “Tidak, terima kasih.”
Lucas merengut. Ia kembali mendorong cangkir berwarna putih itu. “Coba.”
Renjun memutar bola matanya kesal. Ia tahu ini tidak akan berakhir kecuali ia telah mencoba kopi yang ditawarkan Lucas itu.
Jadi, ia mengangkat cangkir itu dan mulai meminum isinya.
Perpaduan antara karamel, kopi, dan entah apa berdansa di lidah Renjun dengan harmonis. Kopi itu benar-benar terasa enak, tidak meninggalkan hakikat kopi yang pahit, namun juga tidak menekan lidah dengan rasanya yang terlalu kuat.
Renjun tanpa sadar memejamkan matanya, menyesap nikmatnya mochaccino itu, tanpa menyadari tatapan Lucas yang jahil seolah menertawakannya.
“Menikmatinya, Renjun-ah?” Lucas terkekeh geli.
Renjun tersentak. Ia menarik cangkir itu turun dengan cepat. Sedikit merasa malu karena terlalu menikmati minuman yang merupakan milik sang atasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Your Typical CEO [Lucas x Renjun]
FanfictionHanya sebuah cerita tentang keseharian pemuda bernama Huang Renjun menjadi sekretaris CEO perusahaan ternama, Wong Yukhei.