Irene menatap cangkir kopinya yang hingga saat ini masih tak tersentuh.
"Hei... Aku membuatkanmu untuk diminum. Bukan untuk dipandangi seperti itu." Sentak Seulgi.
Seulgi. Gadis bermata sipit itu duduk di seberang Irene. "Eum... Nanti aku pasti minum." Ucap Irene.
"Masih memikirkan Lisa itu?" Irene mengangguk. "Aku sudah bilang, dia tak waras. Kenapa kau tak mendengarkanku?" Irene diam.
Seulgi tahu benar seperti apa Irene. Dia menyebalkan. Tapi tak pernah se-stress ini. "Irene-ah..." "Seul... biarkan aku berfikir dulu."
"Kau tak percaya pada Sehun?" Tanya Seulgi. "Aku tak percaya siapapun saat ini." Ucap Irene mengalihkan pandangan.
Seulgi diam menatap sahabatnya sedih. Irene seringkali dilukai lelaki. Tapi baru kali ini ia melihat Irene tak sesehat ini.
"Irene..." ucap Seulgi meraih tangan Irene. "Percayalah, Seul... Aku tak ingin terluka lagi." Ucap Irene sendu.
"Aku tak suka jadi makin terlihat buruk sebagai pasangan Sehun. Aku tak ingin." Ucap Irene.
Seulgi hanya diam mengusap tangan Irene. Mendengarkan keluhan sahabatnya saja cukup membuatnya sedih.
"Lalu mau bagaimana, Irene-ah?" Tanya Seulgi lirih.
Irene menggeleng.
"Irene-ah... Jalani saja. Kau akan baik-baik saja." Ucap Seulgi. "Jangan pikirkan orang lain. Egoislah atas dirimu sendiri."
Irene mengangguk. "Malam ini lembur?" Tanya Seulgi. "Kurasa begitu." Ucap Irene.
Tak lama, ponsel Irene berdering. "Ne, Suho-ssi..."
"Irene, sudah kubilang jangan formal padaku." Ucap seseorang dari seberang.
Suho, manager di kantor. "Tidak bisa, Suho-ssi... Tuan Sehun bisa memarahiku." Ucap Irene.
"Baiklah... Nanti aku pulang awal, ada dokumen disini, minta tolong bawakan untuk tuan Sehun." Pesan Suho. "Ne..." ucap Irene.
Panggilan berakhir singkat.
"Ya, sepertinya pertanyaanku terjawab sudah." Ucap Seulgi."Benar. Aku akan menemani Sehun semalaman." Ucap Irene mengambil cangkir kopinya lalu menyesapnya pelan.
***
Irene kembali ke ruangan Sehun mengantar banyak dokumen. "Irene-ah..." Sehun bangkit menyahut tumpukan dokumen yang dibawa Irene.
"Terimakasih." Ucap Irene. "Jangan sering membawa barang berat." Ucap Sehun.
"Tak apa. Aku biasa." Ucap Irene terduduk. Sehun diam menatap Irene.
"Jangan terlalu lelah. Aku tak ingin kau sakit. Lihat dirimu..." ucap Sehun menatap Irene.
Bahkan kekasih Oh Sehun itu hanya diam mengangguk.
Sampai kapan wanita ini terus begini? Batin Sehun. "Bae Irene..." Irene menoleh. "Sampai kapan kau terus begitu?" Tanya Sehun.
Irene diam. "Aku harus membuktikan dengan apa?" Tanya Sehun. Irene tetap diam.
Sehun duduk menatap Irene diam. Keduanya hanya terdiam. Irene tak berniat buka suara.
Tak lama, ponsel Sehun berdering. "Sebentar." Ucap Sehun mengangkat telfon. Sehun tak berpindah dari tempatnya.
Irene tak merespon sedikitpun. Sejak berhubungan dengan Sehun, Irene lebih banyak tertekan. Bukan karena Sehun. Tapi ia menjadi bahan pembicaraan orang.
"Iya. Urus saja." Ucap Sehun memutus panggilan. Irene hanya melirik. "Irene-ah..." Irene menoleh.
"...temani sebentar, setelah itu aku antar kau pulang." Ucap Sehun.
Irene mengangguk. Sehun cepat menyahut dokumen-dokumennya. Sementara itu, Irene diam disana memainkan ponselnya.
***
Pukul 11 malam. "Selesai..." ucap Sehun merenggangkan ototnya. Sial.
"Irene-ah... Ayo pul..." Sehun menatap Irene. Tertidur. Sehun hanya tersenyum, kasihan sekali.
"Sudah malam, aku tak tega membangunkannya." Ucap Sehun menatap Irene.
Sehun kemudian memindahkan Irene ke kamar di ruangannya.
Ruangan Sehun dibuat selengkap mungkin. Ada kamar tidur, ruang kerja, ruang tamu, dan semua fasilitas yang terbaik.
"Besok bagaimana?" Batin Sehun.
-TBC

YOU ARE READING
PSYCHO
RomanceApa yang harus kulakukan padamu? Bagaimana cara mengendalikanmu? Kau sangat memahamiku dan memegang seluruh kendali atas diriku. Dan aku juga melakukan yang sama...