Prolog

136 8 8
                                    

Hampir setengah jam berlalu, gadis berseragam putih abu-abu itu masih terdiam di tempatnya. Orang-orang yang berlalu-lalang di sekitarnya memperhatikannya, membuatnya menjadi risih.

"Gila dah, mana sih gak dateng-dateng?!" keluh si gadis.

"Lagi nungguin siapa?"

Gadis itu menoleh. Di depannya kini, berdiri seorang laki-laki berkaus hitam dan bercelana jeans hitam, sembari membawa almamater berwarna kuning di tangannya.

"Nungguin abang," jawab si gadis.

"Siapa namanya?"

"Abi. Abimanyu Pratama."

"Abi yang anak managemen?" tanya si laki-laki.

"Iya."

"Oalah, si Abi." laki-laki tersebut seketika tertawa. "Gue tau dia ada dimana. Ayo sini, ikut gue."

Gadis itu hanya mengangguk dan mengekori si laki-laki dari belakang.

"Jadi lo adek ceweknya si Abi?" laki-laki tersebut memulai topik. "Lo Asha kan?"

"Iya," balas Asha. "Lo temen deket bang Abi?"

"Sebenernya udah kenal lama sih dari SMA, dulu kita satu tempat les," balas si laki-laki. "Tapi baru deketnya pas sekarang. Btw kenalin, gue Juna."

"Satu jurusan sama bang Abi?" tanya Asha.

"Enggak, gue hukum."

"Kok bisa deket?"

"Ya bisa aja lah."

"Hmm," gumam Asha. Juna melirik Asha dengan keheranan.

"Lo kelas berapa?"

"Dua belas."

"Berarti tahun depan udah masuk kuliah ya." Juna mengangguk-anggukkan kepalanya. "Mau masuk UI juga?"

"Enggak, mau ke UGM," balas Asha.

"Ngapain jauh-jauh ke Jogja kalo udah ada yang bagus disini?"

"Ya suka-suka gue dong?"

"Yaa sori-sori, gue nanya aja," ujar Juna. "Ngambil jurusan apa?"

"Sastra Indo."

"Oalah, anak bahasa," respon Juna. "Yaaa sukses deh buat lo, semoga dilancarin UN sama SBMPTN-nya."

"Gue mau ambil SNMPTN," balas Asha santai.

"Anjay, oke-oke, lo pinter kayak abang lo." Juna tertawa. "Semoga lolos ya."

"Aamiin, thanks."

"Nah, udah sampe." Juna menghentikan langkahnya di depan perpustakaan. "Abi tadi disuruh buat bantuin dosen, tapi kayaknya udah selesai. Lo tunggu disini, biar gue panggilin dulu."

"Oke."

Juna pun masuk ke dalam perpustakaan, sementara Asha menunggu sambil memainkan handphone-nya. Tiba-tiba, seseorang menarik kunciran rambut Asha, membuat rambut Asha menjadi tergerai.

"Woi!" seketika Asha menoleh dengan tatapan galak. "Gue bilang jangan ditarik kan?!"

Abi yang baru saja keluar dari perpustakaan tertawa sembari memainkan ikat rambut Asha. "Ngegas amat sih lo, mentang-mentang lagi PMS."

Asha hanya menatap kakaknya dengan tatapan jengkel. "Setengah jam gue nungguin disini, dan lo gak ngabarin kalo lo bakal telat. Gue nunggu lama tau gak?!"

"Buseeettt, galak amat si mpok," balas Abi. "Iya-iya, pulang gue traktir deh. Yaaa, gimana?"

"Traktir gramed sama cafe." Asha menatap Abi sinis.

"Iyeeee elah, abis duit gue nih dipalakin mulu sama lo."

"Woi jangan ribut depan sini, gue ditegur bu Citra di dalem," celetuk Juna yang baru saja keluar dari perpustakaan.

"Ehh iya Jun, sori," balas Abi. "Btw, makasih ya udah nganterin si Asha kesini. Gue tadi mau ngabarin dia, tapi hp gue lowbatt."

"Kan, lambat banget otak lo jalannya." Juna menatap Abi heran. "Jelas-jelas di dalem perpus banyak colokan, kenapa lo gak nge-charge?"

"Gak bawa charger, gak ada kabel yang sama."

"Alesan aja lo," balas Juna. "Lo udah mau pulang?"

"Iya bentar lagi, ambil barang dulu di dalem," jawab Abi. "Sha, lo mau nunggu disini apa langsung masuk mobil?"

"Di mobil aja dah, mau ngadem," balas Asha.

"Yaudah, nih." Abi menyodorkan kunci mobil yang langsung diambil oleh Asha. "Lo jadi mau pinjem buku dari perpus gak?"

"Jadi, tolong pinjemin ya. Judulnya inget kan?"

"Iya, sans," balas Abi. "Udah sana."

Asha mengangguk, kemudian melirik ke arah Juna. "Makasih udah dianterin. Duluan."

"Oh, iya." Juna ikut mengangguk. Asha pun berjalan meninggalkan Abi dan Juna.

"Gue baru pertama kali liat si Asha," celetuk Juna.

"Hah? Emang iya?" balas Abi heran.

"Baru liat langsung."

"Yaelah." Abi tertawa. "Gimana, cantik gak?"

"Yaa, muka-muka inceran banyak cowok," balas Juna.

"Bisa aja lo." Abi kembali tertawa. "Lo gak minat nih?"

"Emang lo ngerestuin?"

"Ya itu mah urusan belakangan."

"Kan." Juna menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Gue udah sering denger kok, banyak yang deketin dia tapi pada mundur. Dia kayak cuek gitu, gak respon."

"Yaaa karena banyak alesan," balas Abi pelan sambil tersenyum. "Gue sebenernya males juga sih liat orang-orang pada deketin dia. Tapi di sisi lain, gue berharap ada yang bisa ngerubah dia."

"Emang dia kenapa?" tanya Juna.

"Kok nanya gue? Cari tau sendiri lah."

"Halah lo mah." Juna menatap Abi malas. "Gue kenal dia aja belom."

"Makanya kenalan," balas Abi. "Tumben lo, biasanya gercep kalo ada cewek kosong. Kenapa? CLBK lagi sama si Ara?"

"Apaan sih, kagak. Gue lagi males aja. Lo inget lah kemaren, yang kejadian sama si Fina."

"Alesan lo, bilang aja di-chat lagi sama Ara." Abi tertawa. "Udahh, coba aja dulu sama si Asha!"

"Emang kenapa sih?" balas Juna. "Gue deketin juga gak bakal ada respon kan? Mana mau dia sama gue."

"Lah, kok jadi pesimis gitu?" Abi merangkul Juna. "Justru itu, mungkin lo bakal tau kenapa dia gak respon cowok-cowok yang deketin dia kalo lo deketin dia."

"Gak ah." Juna memalingkan wajahnya. "Paling gara-gara mantan. Am i right?"

Abi seketika tersenyum lebar. "Makanya gue suruh lo deketin dia. Lo harus tau mantan dia siapa."

"Siapa emang?"

"Gak seru lah kalo gue kasih tau sekarang." Abi tertawa. "Pokoknya lo harus tau siapa mantan dia. Pasti lo kaget, orangnya gak lo duga-duga."

pradnya.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang