Pendekatan

23 5 0
                                    

"Kak Juna!"

"Hai kak! Dateng juga akhirnya."

Juna hanya tersenyum tipis membalas sapaan dua anggota pasus yang baru saja berpapasan dengannya. Juna terus berjalan di lorong sekolah menuju ruang latihan anggota pasus. Sambil berjalan, Juna melirik ke arah lapangan. Di tengah lapangan, beberapa anggota pasus berkumpul sambil mengumpulkan bambu dan tambang.

Jadi kangen latihan dulu pas SMA. batin Juna sambil tersenyum tipis.

Setelah sampai di depan ruangan, Juna pun masuk. Di dalam ruangan, ramai anggota pasus yang sedang berlatih sesuai mata lombanya masing-masing.

"Woi." Juna menepuk pundak Cakra, membuat Cakra yang sedang memainkan handphone-nya menoleh.

"Eh, dateng juga lo." Cakra tertawa. "Salman gak dateng ya?"

"Lagi ada kelas dia sekarang," balas Juna. "Gimana nih latihannya?"

"Gimana apanya?"

"Ya gue harus ngapain gitu? Masa gue diem doang." Juna menarik kursi dan duduk di sebelah Cakra.

"Diem aja, pantau mereka latihan." Cakra kembali tertawa. "Sekarang jam 4, nanti jam 5 tes mereka semua, kasih soal."

"Lah, emang selesai latihan jam berapa?" tanya Juna.

"Jam setengah 6."

"Ooohh." Juna mengangguk pelan. "Terus nanti teknisnya gimana?"

"Sekarang kita lagi latihan buat pos satu dulu. Pos satu mata lombanya ada semaphore, morse, wawasan nusantara, PUPK, materi PPGD sama pioneering. Kita bagi dua aja. Lo tes tiga materi, gue tes tiga materi. Lo mau yang mana? Kalo soal gue udah siap, nanti tinggal kasih."

"Gercep juga lo." Juna menyengir. "Asha ikut lomba apa?"

"Buset dah, langsung to the point ke Asha." Cakra menatap Juna heran. "Pos satu... Dia ikut wawasan nusantara."

"Yaudah, gue ambil wawasan nusantara. Terus... Pioneering sama semaphore deh, mata lomba gue dulu," ujar Juna.

"Yaudah, gue sisanya," balas Cakra. "Lo mau PDKT ya ke Asha? Jangan-jangan lo ikut ngelatih disini gara-gara itu juga."

"Itu mah akal-akalan si Salman aja biar ada yang bantuin disini." Juna tertawa. "Tapi gapapa lah, itung-itung bisa lebih deket."

"Gila, modus lo." Cakra ikut tertawa. "Lo yakin mau sama Asha? Kalo tipe lo anak pasus, masih banyak yang rekomen selain dia disini."

"Gak ah, yang lain gue kan gak kenal. Mumpung abangnya si Asha temen deket gue, jadi mau deketin dia aja."

"Oh iya, Abi ya." Cakra mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ah tetep aja Jun, susah. Temen-temen gue aja pada gagal."

"Dia kayak gimana di sekolah? Kan lo yang kakelnya dulu, sama-sama anak pasus juga."

"Cuek parah anaknya Jun. Jarang ngomong lah, kalem. Mukanya juga datar mulu jarang senyum. Kalo ada cowok yang deketin dia, biasanya dia langsung jutek ke cowok itu. Yang gue tau ya, dia udah nolak lebih dari sepuluh cowok di sekolah ini."

"Buset dah, laku amat?"

"Yaa siapa sih yang gak mau sama dia. Cantik, pinter, kesayangan guru-guru. Multi talenta. Anak pramuka iya, dulu juga anak paskib. Suara juga bagus. Apalagi abang sama adeknya, famous se-Depok. Pasti yang incer banyak lah. Yaa, biarpun gak semua incer karena tulus sih. Pasti ada yang liat cuma dari cantiknya atau pinternya aja. Gue mah ogah deketin dia, cuek parah. Sama gue juga jarang ngomong. Posisi dia emang wakil ketua, tapi jarang banget kayak bercanda atau apa gitu sama gue, ya mentok-mentok sama si Salman yang udah lama deket."

pradnya.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang