Asha

84 4 2
                                    

Pagi ini, Bu Hani sedang membagikan hasil ulangan Bahasa Indonesia di kelas. Sambil menunggu, para siswa asyik mengobrol satu sama lain.

"Ngelanjutin cerita lagi?" Suci menoleh ke belakang, memperhatikan Asha yang sedang menulis di bukunya sambil mendengarkan lagu. "Mau baca dong."

Asha menggeleng sambil melirik Suci. "Lagi gak mood bikin cerita baru. Gue nulis sajak doang."

"Buat ditaro di mading?" tanya Suci.

"Enggak kayaknya. Minggu lalu kan gue udah bikin sajak tentang bucin. Belom kepikiran lagi tema sajak buat ditempel di mading."

"Bucin mulu mbak-nya. Lagi kangen dia ya?" ledek Raihan yang baru saja mengambil kertas hasil ulangan-nya.

Asha melirik Raihan dengan tatapan malas. "Dapet nilai berapa lo Han? Gue mau liat."

"Gak setinggi nilai lo kok Sha, gue gak jago-jago amat di bahasa," jawab Raihan.

"Terus ngapain lo masuk bahasa, dodol?" tanya Suci.

"Bingung gue, belom ada minat kemana-mana," jawab Raihan asal.

Asha menghela napas pelan. "Jangan gitu ah, gue juga belom tau nilai gue berapa."

"Ashania Andini," panggil Bu Hani di depan kelas. Asha pun melepas earphone yang sedari tadi dia pakai, lalu bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju meja guru di depan kelas.

"Hmm," gumam Bu Hani begitu Asha sampai di depan meja guru. "Nomor tiga esai, sebenernya ibu ngarepin kamu jawabnya lengkap. Tapi gapapa, jawaban kamu udah memenuhi standar."

"Hehe." Asha menyengir. "Waktu itu saya lupa jawaban lengkapnya bu."

"Iya, gapapa," balas bu Hani sambil tersenyum. "Sependek-pendeknya jawaban kamu, tetep aja dapet nilai seratus. Pertahanin ya, jangan sombong."

"Makasih bu," ujar Asha sembari mengambil kertas ulangan-nya.

"Pulang sekolah ke ruangan ibu dulu ya."

"Mau ngapain bu?"

"Biasa, lomba," jawab Bu Hani sambil tersenyum.

"Serius?" seketika Asha menampilkan ekspresi antusias. "Lomba apa, bu?"

"Yaa, nanti juga kamu tau. Pas pulang sekolah aja."

"Oke bu, siap," balas Asha. "Nanti ya, bu."

"Oke."

Dengan santai, Asha berjalan kembali menuju tempat duduknya. Ketika sedang berjalan, hampir semua orang di kelas memperhatikannya. Tak sedikit dari mereka yang berbisik-bisik membicarakan Asha.

"Si Asha dapet seratus lagi ya?"

"Gila dah, makan apa sih sampe otaknya encer begitu?"

"Padahal ulangan yang kemaren susah tau. Ya kan?"

"Ya kalo udah pinter dari sananya mah sabeb."

"Kan kesayangan guru-guru. Wajar kalo nilainya tinggi."

Sirik aja sih, heran, batin Asha kesal. Asha tetap berjalan tanpa memedulikan omongan teman-temannya, hingga akhirnya Asha sampai di tempat duduknya.

"Seratus kan?" tanya Raihan yang dibalas anggukan oleh Asha.

"Ajarin kek, gue gak bisa jawab yang nomor lima essay kemaren," pinta Suci.

"Itu mah jawaban sendiri Ci, gak ada di buku," ujar Asha. "Nanti deh gue ajarin. Btw, gue mau ikut lomba lagi, pulang sekolah disuruh ke ruangan Bu Hani."

pradnya.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang