Genre: Drama | Jumlah kata: 2223 | created at -
Besok chuseok, hari libur, kesempatan melepas penat dari kesumpekan Seoul. Ae Ri harusnya bersyukur karena mendapat masa tenang. Tetapi ia malah ketakutan di beranda, berdiri gemetar sambil menyesap sekaleng bir dingin yang getas di lidah.
Tidak seperti teman-teman seasramanya—yang sibuk mengepak barang ke dalam koper, dan pesta daging sebelum berpisah selama tiga hari—Ae Ri justru tidak merayakan apa-apa. Ia menghukum dirinya sendiri dengan keterasingan dan rasa sepi. Berharap kesedihan benar-benar merenggutnya sampai lumat. Lalu ampasnya lenyap di balik selimut dan Ae Ri lahir dari abu keputusasaan menjadi manusia baru.
Sayang, tidak semudah itu melenyapkan rasa bersalah. Ae Ri menjamah smartphone rahasianya di saku mantel tidur, di dalamnya berisi pesan dari ibu, teman dekat, dan akun media sosial gandanya. Naver memberitahukan tingkat polusi hari ini cukup rendah untuk jalan-jalan ke luar rumah. Ibunya menanyakan apakah paket kentang manisnya sudah sampai. Dan teman dekatnya mengucapkan duka cita serta salam menguatkan jiwa. Sisanya notifikasi e-mail dari akun resmi yang banjir komentar prihatin. Berharap debut-nya di masa mendatang tidak akan terganggu.
"Nak," pesan ibunya mengawali. Ae Ri menggulir layar dengan tatapan hampa. "Semua orang berkumpul dan menanyakan kabarmu, bahkan orang tua Eun Jung kemari untuk berdoa. Kau seharusnya menemui mereka, Nak, kau bisa menggantikan Eun Jung di sini sebentar."
Untuk menggantikan objek kesedihan, Ae Ri menyesap bir lagi. Merasa pahit dengan posisinya yang hanya jadi pelampiasan rasa kasihan. Dunia bertingkah seolah dirinya korban paling menderita. Memberi perhatian berlebihan. Agensi bahkan menyuruh Ae Ri memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menggunggah postingan manis-sedih, mendulang simpati, agar citranya terangkat menjadi gadis rapuh yang mencoba tegar menghadapi badai.
"Untuk debut nanti, kau bisa bilang lagu yang kaubawa didedikasikan untuk Eun Jung."
"Gila," Ae Ri mengepalkan tangan kuat-kuat. Di hadapan manajer dan ketua direksi, ia menolak mentah-mentah usulan tersebut, dan pergi dari ruang pertemuan. Kabur ke kamar, memendam luka dalam bantal. Ae Ri menangis dan memaki orang yang memanfaatkan sahabatnya.
"Pulanglah," pinta ibu Ae Ri di ujung pesan. Bukannya tidak mau, Ae Ri memang tidak sanggup kembali ke Gangwan-do tanpa Eun Jung. Ia malu, karena Eun Jung lebih memilih terbang ke luar balkon dengan Peter Pan ke Neverland. Ketimbang latihan menari dan menyanyi, Eun Jung meminta debu ajaib Tinkerbell dan menyongsong cakrawala dengan jiwanya. Meninggalkan jasad yang remuk dan berkubang darah di halaman. Menjadi tontonan gagak dan staf-staf yang lewat.
Kematian Eun Jung jelas menjadi berita nasional, ia baru debut satu setengah tahun, girlgroup-nya memenangkan penghargaan acara musik di comeback ketiga. Kemarin ia baru selesai pemotretan sampul majalah. Hari ini paras cantiknya lenyap di balik tumpukan organ yang hancur parah.
Wartawan merayapi jalan menuju agensi. Beberapa jadwal untuk girlgroup tersebut terpaksa dibatalkan untuk menghormati Eun Jung. Sesaat sebelumnya, publik tahu Ae Ri dan Eun Jung sangat dekat. Mereka sering memposting foto bersama atau saling mendukung di kolom komentar. Terlihat jalan-jalan ke minimarket terdekat, atau makan bersama di tempat pembuatan music video saat Ae Ri tidak punya jadwal latihan.
Di luar dugaan, Ae Ri justru menghilang. Ia tidak mau bertemu siapa-siapa. Persiapan debut-nya tertunda. Beberapa foto teaser mandeg di dalam folder dan tidak terpublikasi.
"Kalau kau tidak bisa profesional, pulang sana!" teriak manajernya. "Setiap hari orang mati di rumah sakit, jangan memanjakan kesedihan kalau tingkahmu melambatkan pekerjaan orang lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjemput Kematian [Kumcer] [TAMAT]
Historia CortaSetiap sudut punya kepingan cerita: di bawah lampu jalan, tiang gantung, dan kepompong pecah yang meneteskan luka.