Menjemput Kematian

562 84 22
                                    

Genre: Slice of Shit | Jumlah kata: 1913 | created at -


Tubuhku menggantung, terayun-ayun oleh angin dan hujan. Membusuk di udara bersama lalat-lalat yang mengerubunginya. Sampai seminggu kemudian, seseorang menemukannya dan pulang—lantas membawa belasan warga kembali. Tubuhku diturunkan perlahan, bau busuknya menguar kemana-mana. Menusuk hidung orang-orang yang bila tak tahan, tak akan sanggup menggendong mayat tersebut ke satu kantong plastik besar khusus.

Tubuhku lenyap dibawa massa, meninggalkan pohon ketepeng dan diriku sendiri dalam kesepian. Aku tak mengerti kenapa tidak ada satu pun jemputan dari langit datang mengiringiku minggat dari dunia. Apa mungkin aku terlupakan?

Kutadah dahi ke atas, menatap langit biru dan segaris awan di sana. Sedang apa gerangan para malaikat? Apa setan tak ingin merenggutku ke neraka? Mungkinkah aku ditakdirkan untuk gentayangan selamanya?

Lantas, seolah doaku terjawab, dari teriknya matahari yang bersinar turun gerimis entah darimana. Begitu cepat, menyelubungi panas dengan titik-titik air yang hangat. Kemudian di udara, di antara pepohonan, sewujud asap berkumpul ke satu titik. Berputar-putar, lalu memadat dan membentuk sosok berjubah hitam besar yang tepian kainnya menjumbai serupa asap yang menguap.

Sosok itu terbang mendekatiku. Memamerkan wajah gelap—yang lebih pekat dari warna hitam manapun—di balik tudung jubahnya. Ada desis angin dan kemuraman sarat yang tersimpan dalam auranya yang kelam.

Malaikat kematian.

"Sudah lama aku menunggu, kenapa tidak menjemputku?"

"Kematianmu samar-samar, sebabnya."

Bingung.

"Apa kau ingat apa yang menyebabkan kematianmu?"

"Tali gantungan dari tambang plastik berwarna biru."

"Alasan kau menggantung diri?"

"Karena ..." Aku tergugu. Pikiranku langsung berputar-putar mencari jawaban: kenapa, kenapa, kenapa. Lidahku seperti menempel pada langit-langit mulut. Pita suaraku tak mau bergetar. Semua jawaban seolah pantang keluar dari tenggorokan.

"Bukankah langit tahu semua yang terjadi di bumi. Kenapa tidak tanya kepada Tuhan-mu saja?"

"Tidak anakku, meski tahu sekalipun, kami tetap harus bertanya dan mendapatkan jawaban itu langsung dari mulutmu. Itulah kenapa arwah orang meninggal masih bergentayangan selama 40 hari setelah kematiannya."

"Untuk menghantui keluarganya?"

"Untuk mencari jawaban, sayang." Suaranya seolah keluar dari seluruh arah. Menusuk seperti angin dingin di musim hujan.

Aku bahkan tidak ingat siapa diriku dan keluargaku! "Aku ... lupa segalanya, semua ingatan semasa hidup."

"Maka carilah. Sisa waktumu masih 30 hari lagi. Lepas dari itu, kau akan hidup dalam kehampaan sampai kiamat tiba."

Maksudnya?

Tepat ketika aku hendak bertanya, hujan panas mereda. Sosok di depanku menguap seketika menjadi asap dan berbaur dalam udara. Hilang. Meninggalkanku sendiri dalam kebingungan.

****

Aku bimbang. Terombang-ambing dalam kesibukan manusia dimana-mana. Herannya, meski matahari memanggang jalan sekalipun, aku tidak merasa gerah atau penat. Entah panas di kaki atau kulit—rasanya biasa saja. Bahkan ketika tubuhku sudah berjalan beribu-ribu langkah, aku tidak merasa sedikit pun kelelahan. Semua terasa tidak normal. Tetapi itu jadi pengingat bahwa aku bukan lagi makhluk hidup yang butuh makan, minum, dan istirahat.

Menjemput Kematian [Kumcer] [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang