Janeva Pricilia

74 7 1
                                    

“Neva, berhenti! Neva !”

Gadis itu tak mempedulikan teriakkan ibunya dan terus melangkah menuju kamar. Usai melewati ambang pintu, ia melepar tasnya dengan kesal. Ia yakin akan ada kata-kata berisik yang harus ia dengar.

“NEVA!” Sarah berteriak untuk mendapatkan perhatian putrinya.
Dengan kesal, Neva membalikkan tubuh untuk menatap ibunya. “Kenapa, Ma?”

“Kenapa? Kamu masih tanya kenapa?” Sarah berteriak kesal, lalu melemparkan beberapa lembar kertas yang sejak tadi dibawanya ke wajah Neva.

“Kenapa kamu pilih bilingual IPS?!” teriak Sarah. “Kamu buat Mama kecewa, Neva! Berulang kali Mama berharap kamu masuk bilingual IPA, tapi kenapa saat tes kamu memilih program IPS? Mau jadi apa kamu nanti?”

Neva mengendus kesal, “Memangnya kenapa kalau Neva pilih IPS?”

“Kalau begitu jawab Mama mau jadi apa nanti kalau kamu masuk IPS?!” tegas Sarah.

“Banyak, Ma. Neva bisa jadi jaksa, hakim, akuntan, diploma, dan—lainnya.”

“Lainnya?” Sarah tersenyum kesal. “Mama yakin kamu nggak berpikir sampai ke sana! Di keluarga kita nggak ada yang bersentuhan dengan pekerjaan seperti itu, masa depanmu akan sulit nanti.”

“Neva pasti bisa, Ma.”

“Bisa apa? Bisa ngeles?” Sarah mulai kesal dengan putrinya. “Mama ingin kamu mengikuti Kak Jessi. Dia bisa masuk SMA Cahaya –SMA terbaik di ibu kota, bilingual IPA dengan peringkat bagus. Harusnya kamu belajar dari kakakmu.”

“Tapi, Neva bukan Kak Jessi, Ma.” Tegas Neva. “Neva lebih bodoh—“

“Kalau kamu tahu lebih bodoh, harusnya kamu belajar lebih giat, bukan menurunkan impian kamu.”

“Tapi, Cuma itu yang Neva bisa. itu batas kepandaian Neva, Ma.”

Sarah menggeleng cepat. “Mama tahu kamu bisa lebih dari ini kalau kamu mau berusaha lebih juga.” Sergah Sarah.
Sarah menghela pelan. “Kamu hanya punya dua pilihan sekarang,” Sarah menjeda kalimatnya. “Kamu harus ikut tes bilingual SMA Citra Bangsa, atau tes akselerasi SMA Cahaya.”

“Ma!” Neva mengeluh kesal. “Neva udah berusaha sejauh ini, Ma. Biarin Neva bertanggung jawab atas pilihan Neva.”

“Kamu mau bertanggungjawab?!” Sarah kembali membentak. “Kamu pikir kalau kamu tidak dapat pekerjaan nanti siapa yang akan menanggung beban hidup kamu, hah? Mama dan Papa berusaha mengarahkan kamu ke jalan yang baik dan masa depan yang cerah, tapi kamu tidak pernah memperhatikannya!”
Neva menunduk kecewa.

“Sekarang, cepat mandi dan segera belajar. Mama akan mengurus pendaftaran tes bilingualmu.” Sarah berucap tegas sebelum meninggalkan kamar putri bungsunya.

-oOo-

“Arrghhh!” Neva melemparkan buku soalnya dengan kesal, kemudian mengacak-acak rambutnya frustasi. Ia begitu lelah dengan soal-soal matematika yang harus dipelajari otodidak, semua konsepnya begitu menyiksa.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan dari pintu kamar, lalu Sarah datang mendekati putrinya yang sedang duduk frustasi di meja belajar. Ia meletakkan susu yang dibawanya dari dapur, lalu mengusap pelan rambut Neva.

“Mama tahu belajar itu berat,” Sarah berucap dengan suara yang lembut. “Neva, kamu harus tahu,  Mama melakukan ini agar masa depanmu terjamin dan lebih baik. Ayahmu adalah seorang insinyur, banyak paman dan bibimu yang menjadi dokter spesialis, beberapa dari mereka juga bekerja sebagai insinyur dan peneliti. Jadi, itulah alasan Mama mengarahkanmu ke jurusan IPA.”

Sarah meraih tangan putrinya. “Mama tidak ingin kamu terpaksa atau tertekan saat belajar, jadi belajarlah dengan baik dan jaga kesehataan, oke?”

Perlahan Neva tersenyum, lalu mengangguk kearah Sarah. Sarah pun kembali mengusap lembut rambut putrinya.

“Ah, Mama punya sesuatu untukmu.” Sarah bergerak untuk mengambil sesuatu yang sejak tadi disembunyikannya. “Mama membelikanmu buku latihan baru agar kamu bisa menguasai lebih banyak soal. Mama ingin kamu belajar dengan baik agar bisa memiliki masa depan yang cerah.” Sarah meletakkan buku itu ke meja belajar Neva.

“Terimakasih, Ma.” Ucap Neva pelan. Sarah mengangguk sebelum meninggalkan kamar Neva.

Setelah memastikan Sarah benar-benar meninggalkan kamarnya, Neva bergerak bangkit dari kursi belajarnya menuju jendela di dekat ranjangnya. Tangannya membuka pelan tirai yang menutupi sebuah kaca lebar. Matanya menatap kosong kendaraan yang keluar masuk gang di sebalah rumahnya.

“Aku tahu sebenarnya Mama sayang sama aku. Aku tahu semua yang Mama lakukan hanya agar aku punya masa depan yang lebih baik. Aku yang salah! Aku yang terlalu berlebihan menganggap Mama mengekang. Seharusnya, aku belajar lebih baik agar bisa bertanggung jawab atas diriku sendiri. Seharusnya aku tidak menyalahkan Mama.” Neva bermonolog sembari membiarkan air matanya terus mengalir deras.

“Mama pasti sayang sama Neva, karena itu Mama berusaha untuk selalu mengarahkan Neva ke jalan yang baik.”

Gadis itu terus menangis, namun menahan diri agar tidak mengeluarkan suaranya. Ada kekecewaan besar yang dirasakannya. Beberapa hari sebelum ujian masuk SMA Cahaya, ia marah besar pada Sarah karena terus dituntut untuk belajar. Oleh karena itu, ia sengaja memilih jalur bilingual IPS sebagai bentuk pemberontakannya.

“Maafkan, Neva. Neva janji akan berusaha lebih baik."

-oOo-

❤🌹❤

A Love To Remember (ALTR)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang