Boruto dan Sarada duduk bersebrangan di kedai burger. Walau begitu mereka tampak sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ralat, kurasa hanya Boruto yang sibuk dengagn kegiatannya. Bermain game.
Sudah setahun mereka dijodohkan. Tapi belum ada progress apapun. Sarada mencoba untuk mengenal Boruto lebih jauh. dan kesimpulannya, tidak susah untuk mencintai Boruto. Well, dia sedikit bodoh, annoying, dan sangat tidak peka. Walau berumur 23 tahun. Pikirannya masih seperti bocah maksudnya dalam hal percintaan. Tapi dalam tanggung jawab, dia berputar 180 derajat. Boruto bisa diandalkan dan berani. Pemikir cepat tapi gila. Terkadang resiko yang diambil begitu besar. Tapi entah kenapa dia bisa mengatasinya dengan baik. Seperti yang diharapkan dari penerus Uzumaki Cooperation.
Berbeda dengan Sarada, dia dingin, cuek, dan tajam. tapi dia bisa bersikap lembut di depan orang yang ia sayangi. Terkadang dia suka memaksakan diri. Pekerjaannya selalu perfect dan teratur. Setiap tantangan yang ia hadapi selalu diselesaikan dengan baik. Bahkan sekarang dibawah naungannya, Uchiha crop berhasil menjalin kerja sama dengan tambang berlian. Dia juga berhasil menguasai perusahaan pasir besi di Suna. Wanita yang luar biasa.
Jujur saja, Boruto mengakui Sarada cantik. Pintar dan baik dalam segalah hal. Ia juga lembut terhadapnya. Entah dari lubuk hati atau sekadar formalitas. Lagi pula mereka teman sejak kecil. Tak sulit untuk mencintainya. Tapi sekali lagi. Cinta adalah hal yang paling rumit bagi Boruto. ia tidak paham atau pernah merasakannya. Sebelumnya boruto tidak pernah memikirkan hal ini. karena perjodohan ini lah yang membutnya memutar otak.
"Boruto" sarada membuka pembicaraan. dia mulai bosan dengan suasana ini.
"Nani, ttebassa?"
"Kau mencintaiku?"
"Ha? p-pertanyaan apa itu?" Boruto bergerak tak nyaman.
Sedikit yang sarada tahu, sebenarnya ia ingin menyembunyikan semburat merah diwajahnya. Entah kenapa setiap kali sarada membahas itu membuatnya merona. Belum lagi tentang pernikahan, cincin, pengantin, dan.... Ehem... malam pertama.
"Jawab saja, baka." Ujar sarada sinis. Sungguh, dia tidak mau merasakan bertepuk sebelah tangan. Rencananya, jika boruto mencintainya, maka dia akan mulai belajar untuk mencintai boruto. Tapi ini sudah setahun dan dia belum bereaksi apa-apa. Apa Sarada seburuk itu?
"...Entahlah. T-tidak?..." Boruto menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Hatinya merasa gelisah setiap kali menjawab pertanyaan ini. Bimbang, bingung, entah kata apa lagi yang cocok. dia benar-benar tidak paham. Rasanya seperti tanda tanya yang besar.
"Hn. Begitu ya."
"Bagaimana denganmu?"
"Entahlah."
"Begitu..."
"ya.."
"Apa?"
"Apa?"
"Kenapa responmu begitu, dattebassa?"
"Memang kenapa?"
"Biasanya kau akan membahas rencana kencan kita kedepan. Kau tau... untuk menumbuhkan c-cinta atau apalah."
Sarada terdiam. Benar juga. selama ini memang dia yang mengatur rencana kencan. Entah untuk dirinya atau mereka berdua. Dia tidak berharap Boruto mencintainya. Hanya saja, dia tidak ingin menjalin keluarga tanpa ada perasaan special. Itu membuat hidupnya hampa. Jika memang dirinya tidak ditakdirkan untuk boruto, maka tidak masalah. Jika Boruto menemukan pujaan hatinya, Sarada juga tidak masalah. Dia akan pergi seperti angin lalu. mendoakan yang terbaik untuk mereka. Setidaknya itu yang ingin dia lakukan. Tapi... kenapa rasanya sakit?
"... Apa kita akhiri saja?"
"Apa?" Boruto menghentikan aktivitasnya. Dia melihat wanita cantik didepannya ini dengan mata membulat. Sedangkan Sarada duduk dengan tenang. Menatap boruto pasti. Dia tidak memakai riasan apapun, hanya topi dan hodie merah yang menutup sampai paha. Walau begitu, bibirnya yang ranum menimbulkan kesan manis di wajah putihnya.
"Kau tau. Sudah setahun kita mencoba tapi hasilnya nihil. Apa aku seburuk itu?" sarada menghela napas berat. Sungguh dadanya sedang berperang sekarang.
"Ap- T-tidak, dattebassa. Tapi kenapa tiba-tiba?" Boruto duduk tegak. Ia memandang tangan mungil Sarada diatas meja. Tiba-tiba Ingin sekali dia menggegamnya.
".... Entahlah. Kupikir aku mengenalmu dengan baik. Tapi, kurasa tidak." hati sarada semakin sakit. Aneh, Kenapa Sarada merasa ingin menangis? Apa dia sudah jatuh duluan?
"... a-aku... " ingin sekali boruto mengatakan 'tidak' atau 'jangan' tapi tak satu pun dari kata simple itu keluar. mulutnya terasa kelu. dia tidak bisa berkata apa-apa. bingung sekaligus terkejut.
Melihat boruto diam. Sarada mengambil kesimpulan, bahwa dia menginginkan ini sejak lama. Berpisah.
Nyuut... Dadanya terasa sakit. sakit sekali sampai air matanya ingin keluar. tapi, Sarada menepisnya paksa. Tidak ingin mengambil kepuasan dari hasil ini. Dia tidak terima tapi ini lah takdir. Mau bagaimana pun ini adalah keputusan mereka berdua.
"Baiklah, kurasa kita tidak perlu bertemu sesaat. Agar papa dan naruto obaa-san percaya kita tidak berjalan baik , lalu membatalkan pertunangan."
Boruto diam saja. dia hanya melihat mata sarada dengan wajah yang tak terbaca. kemudian Sarada berdiri,
"Terimakasih atas waktunya selama ini, Boruto. aku pergi." Sarada beranjak dari duduknya. Membuka pintu dan mulai berlari.
Sungguh dia ingin menangis dari tadi. Hatinya meronta tidak suka. Sakit sekali. Rasanya seperti ditusuk 1000 katana secara bergantian. Di ujung lorong dia berbelok, meringkuk di sudut jalan sepi. Menutup wajahnya dengan topi merah. Dia menangis dalam diam. Berharap tidak ada yang dengar.
'Selamat tinggal, boruto..'
![](https://img.wattpad.com/cover/209587037-288-k255396.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Borusara One Shoot
FanfictionAll Boruto and Sarada! My second fanfic Write for fun Sorry if it's not really good (i still learn anyway) Hope you enjoy it Thank you for reading :)