What is Love?

2.9K 143 5
                                    

Aku tak tahu. Aku tak paham. Aku tidak mengerti arti kata cinta. Yang kutahu hanya kisah klasik di novel remaja. Bercerita tentang bad boy menyukai nerd girl. Lalu mereka mengalami tragedi yang berujung pada cinta. Pacaran, menikah, punya anak, dan sebagainya. Lebih dari itu aku tidak paham dengan kata 'I love You' di setiap bab yang ku baca. Aku tahu gelajanya, umum dan sangat biasa. Jantung berdetak kencang, tubuh berkeringat, pikiran mendadak mati, wajah bersemu merah setiap kali bertemu. Temanku selalu seperti itu ketika bertemu dengan pujaan hatinya. Salah tingkah dan bertindak aneh. Yang bisa kulakukan hanya memandang dan berpikir. Apa itu cinta?

"Sesuatu yang merepotkan tapi menyenangkan." Shikadai mengomel di tengah bermain game bersamaku. Dia tidak melepas pandangan dari konsolnya. Sementara aku harus terhenti. Memandangnya dengan tatapan heran. Kenapa tiba-tiba? Merasa dipandangi Shikadai menatapku sekilas. Dia mendesah berat seakan malas untuk menjelaskan. Well, dia memang malas. Dia berputar, berguling di atas kasurku yang empuk sebelum akhirnya menjawab,

"Kau tahu, kau selalu memandang Inojin dan Sumire setiap mereka berkencan. Terlihat jelas kau tidak paham dengan sesuatu dan sesuatu itu adalah 'cinta', bukan?"

Aku mengerjab. Otakku mendadak lambat bekerja. Apa aku semudah itu untuk dibaca? Memang benar aku memandang mereka, terkadang mendengus tidak suka. Tapi bukan karena aku cemburu atau bagaimana. Aku hanya... ingin tahu saja. bagaimana rasanya, bagaimana caranya, bagaimana... itu bisa terjadi?

"Bagaimana kau tahu, dattebassa?" akhirnya suaraku keluar. Sungguh, wajahku merah padam karena malu. Perasaan bukanlah gayaku. Sangat tidak keren.

"Sudah ku bilang kau terlalu mudah." Dia membanting konsol gamenya ke bantal. Mendengus kesal ketika kalah dalam pertarungan. Bagaimana tidak? Tiba-tiba saja aku keluar dari game.

"Hei! Apa yang kau lakukan?!" tanpa menghiraukannya aku beranjak keluar. malas berdebat perihat game, cinta, atau apalah itu.

"Rasanya seperti berbunga-bunga!" Inojin memandang salah satu bunga di genggamannya. Lavender. Katanya warna ungu itu mengingatkan dirinya pada sumire. Kekasih yang selalu diceritakan setiap ada kesempatan. Sering sekali sampai telingaku muak. Inojin selalu berlebihan ketika berbicara tentang Sumire.

Matanya berpijar lebih terang dan jujur saja, setiap kali mereka bertemu, wajahnya tidak pucat lagi melainkan rona pink yang lembut. Baru kali ini aku melihatnya seperti.... manusia. Maksudku, dia putih, rambut pirang pucat, dan mata kosong, siapa pun yang melihatnya pasti berpikiran sama. dia seperti mayat hidup. Walau bosan, aku mendengar setiap kata-katanya. Tentang bagaimana merasa jatuh cinta, perasaan ingin melindungi dan selalu ada disampingnya. Katanya saat kau jatuh cinta kau akan rela melakukan apapun, walau jiwa menjadi taruhannya. Aku mengerjab, kenapa?

"Seperti ada listrik dihatimu. Rasanya menggelitik." Ujar Mitsuki duduk di dahan pohon. Melihat matahari terbenam menjadi kegiatan favoritanya. Bahkan di tengah misi sekalipun, dia akan menyelinap pergi untuk menikmati pemandangan ini. Walau aneh, tapi aku tetap menemaninya. Entahlah rasanya menyenangkan melihat Mitsuki menjadi dirinya sendiri. Dulu dia mengatakan hal aneh tentang aku mataharinya. Aku tidak paham namun membiarkannya saja. Dia selalu mengikuti kemana pun aku pergi.

Sampai kejadian itu, untuk pertama kalinya aku melihat tekad yang kuat di mata Mitsuki. Bahkan sekarang dia sudah memiliki pujaan hati. Katanya memandang matahari terbenam selalu mengingatkannya kepada wanita itu. Kau tahu siapa dia? Chouchou! Yah, aku tidak menyangka tapi sudahlah. Siapa aku bisa menghakiminya. Aku hanya berharap semoga hubungan mereka berjalan lancar. Ketika aku bertanya kepada Mitsuki bagaimana dia tahu dia mencintai Chouchou, dia tersenyum. Senyum tulus yang pertama kali kulihat,

"Entahlah."

Aku memandang lugu. Merasa aneh dengan arah pembicaraan ini. Entahlah? Jawaban macam apa itu?

"Yah, semoga aku tidak mengalaminya." Ujarku asal. Tanpa kusadari Mitsuki melihatku dengan mata lucu. Seakan ucapanku adalah lelucon lama.

Well, itulah yang kukatakan pada Mitsuki. itu juga yang kukatakan pada teman-temanku. Shikadai, Inojin, Iwabe, Bahkan ayah dan Sasuke sensei. Tapi respon mereka sama. Tertawa, mendengus, Berkata 'what a joke'. Saat itu aku tidak paham. Kenapa mereka tersenyum? kenapa mereka menentangku? Apa aku sudah mengalaminya? Tidak, lebih tepatnya, apa aku sedang mengalaminya?

"Boruto, kemarilah."

Suara merdu nan tegas memanggilku dari tempatnya berdiri. Dia terlihat anggun dengan gaun putih bercampur merah. Rambutnya digulung manis menampilkan wajahnya yang cantik. Memperlihatkan leher jenjangnya yang putih. Bulu mata lentik berpadu bibir merah yang kutahu sangat menggiurkan untuk di cicipi. Perlahan kuraih tangannya. Mengaitkan jari jari kami. Sesekali kutarik dia mendekat. Mengecup punggung tangan halus miliknya. Hembusan napasku membuatnya geli, dia tertawa sedikit.

"Hentikan, baka." Ujarnya. Tubuhku menjadi hangat ketika dia merangkul leherku mesra. Wajah kami berdekatan dan aku tidak masalah. Sebaliknya aku suka. Aku suka ketika dia tersenyum, aku suka ketika dia memelukku, aku suka ketika dia melihatku dengan mata indahnya, aku suka saat dia mengelus rambutku seperti saat ini. Dia sempurna. Dan itu lebih dari cukup.

"Kau terlihat tampan, Bolt" Dia menangkup wajahku mendekat, jemarinya menelusuri kumis turunan ayah. Aku tertawa, menyentuh hidungnya dengan hidungku. Menatapnya penuh cinta dan syukur. Oh Tuhan, aku tidak menyangka jatuh cinta bisa semanis ini.

"Kau jauh lebih cantik, Sarada." Pipinya merona, membuatku tertawa. Tanpa diminta tanganku merangkul pinggangnya, memohon dirinya mendekat dan itu yang dia lakukan. Sarada adalah hal terbaik yang pernah kudapatkan. Dia selalu ada disisiku, mendukungku, meneriakiku ketika aku berbuat salah, menopangku untuk berdiri tegak. Dia kuat, baik, pintar, dan cantik. Di samping sifatnya yang keras, aku tahu dia peduli. Kalian tidak tahu Jantungku hampir meledak ketika dia menerima lamaranku. Rasanya seperti roket meluncur sangat tinggi, bahkan aku pingsan seketika.

"Aku mencintaimu." Aku berkata. Entah kenapa terasa benar setiap kali aku mengucapnya pada wanita ini. Apa ini Cinta? Aku tidak tahu. Rasanya menggelitik seperti kata Mitsuki. berbunga-bunga seperti kiasan Inojin. Merepotkan tapi menyenangkan seperti ucapan Shikadai. Apa itu sudah cukup? Bisakah aku menyebutnya cinta? Entah kenapa terasa kurang.

"...Aku juga mencintaimu..." Sarada tersenyum. Tidak melepas pandangan satu sama lain. Aku merasa tubuhku meringan. Hatiku berdebar tapi masih bernapas dengan tenang. Sarada memberiku kekuatan. Menyelipkan keberanian dan kasih sayang mendalam. Ia tidak tahu betapa aku sangat menginginkannya. Menangis bukan sesuatu yang keren. Tapi kali ini tidak apa, kan? Sarada milikku, aku miliknya. Demi tuhan tak ada yang kuinginkan selain hari ini. Sungguh, inilah cinta bagiku. Cinta saat orang yang kau cintai membalas perasaanmu. Tak ada yang lebih membahagiakan. Sungguh.

"Kau siap?" Sarada menarik mundur tubuhnya. Menyisakan udara disela tubuhku. Walau hanya sebentar, aku sudah merasa rindu.

"tentu saja, dattebasa!" Pintu dibuka diikuti kemeriahan tamu. Bunga bertebrangan, musik mengalun. Disebrang, ninja-ninja hebat telah mennunggu. Orang tua kami. Yang telah membesarkan dia dan aku dengan sangat baik. Aku meraihnya, dia meraihku, kami tersenyum, melangkah ke depan menuju pelaminan. Menantikan masa depan dan memperdalam cinta kami. Ya... cinta kami berdua. Boruto Uchiha dan Sarada Uchiha.

Borusara One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang