BAB 3

1.1K 74 7
                                    

Entah apa yang ada di pikirannya hingga sampai di tempat ini. Gadis itu pergi pagi-pagi buta hanya demi menyusuri jalanan ibu kota. Memperhatikan dengan seksama setiap bangunan yang ada. Buat apa? Dia sendiri pun tak tahu. Rasanya seperti ia akan menemukan sesuatu di balik ini.

Melihat jam yang melingkari tangannya, ia akhirnya memutuskan untuk menaiki bus cepat setelah melewatkan beberapa bus sebelumnya. Sebenarnya ia jarang sekali menaiki bus. Selain karena ada kereta cepat yang stasiunnya dekat dengan rumah sakit, ia juga mempunyai pengalaman tak menyenangkan dengan kendaraan beroda empat itu. Perempuan itu pernah tak sengaja tertidur dan melewatkan jauh halte pemberhentiannya.

Bus berhenti di halte berikutnya untuk menurun dan menaikkan penumpang. Sebagian besar penumpang tadi turun di halte ini. Tak heran. Ini adalah satu-satunya halte yang paling dekat dengan kampus favorit di sana. Melihat bangunan Universitas Gunaraja membuatnya merindukan masa kuliahnya dulu.

Sebuah bus tiba-tiba melintas dan menghalangi pandangannya. Sesaat setelahnya ia di buat bingung. Apa yang dilihatnya benar-benar berbeda dengan yang sebelumnya. Tidak ada gedung kampus Gunaraja. Sekelilingnya bahkan berubah. Bus yang ia naiki terasa panas dan penuh sesak.

Di mana?

Dengan linglung ia keluar bus. Dia berdiri termenung menatap bangunan di sebrangnya. Sebuah sekolah. Bukankah seharusnya tempat itu adalah bangunan kampusnya?

Perempuan itu merasa bahwa ini adalah halusinasinya. Bagaimana mungkin bisa sangat berbeda dari sebelumnya?

"Sal."

"Salwa."

Ia sedikit tersentak. Atensinya teralihkan.

Satu panggilan lagi terdengar lebih tegas.

"Sal."

Ia terdiam sambil memperhatikan pemuda yang tampilannya terlihat sama sekali tak rapi.

"Dasar ceroboh." Cowok itu mengulurkan benda pipih ke arah seorang perempuan.

Dirinya hanya bisa memperhatikan interaksi keduanya sambil terus bertanya-tanya.

"Jangan ikat rambut lagi. Gue nggak suka."

Sudut bibirnya terangkat. Sikap dan gerak-gerik pemuda itu menunjukkan kasih yang besar untuk sang kekasih. Entahlah apa mereka berdua sepasang kekasih.

"Nggak nyaman, em?"

"Zen..."

"Gue lebih nggak nyaman liat lo sama dia."

Ia mengerutkan kening. Matanya mengikuti ke mana arah pandangan perempuan itu. Ada satu pemuda juga di sana. Jaraknya hanya beberapa meter dari mereka.

Siapa?

Drrtt Drrtt Drrtt...

"Mba itu ada yang telpon!"

Dia terperanjat lalu menoleh ke sampingnya. Keadaan kembali seperti semula. Tidak ada gedung SMA, yang ada hanya gedung kampus Gunaraja. Apa ini? Dia mengarahkan tatapan ke segala arah. Dia mencoba mencari jawaban yang hasilnya nihil.

"Itu Mba, hp-nya," kata orang di sampingnya lagi.

"Oh... Iya." Matanya mengerjap beberapa kali.

"Kamu di mana?"

Pertanyaan itu langsung terdengar ketika ia menerima panggilan.

"Ada apa?"

"Saya ada di depan apartemenmu."

I'm Done 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang