BAB 4

1.1K 75 11
                                    

Ia mencatat setiap kejadian dalam mimpinya yang ia ingat. Rangkaian peristiwa itu semakin lama terlihat benang merahnya. Menjadi kesatuan yang menyimpulkan bahwa itu bukanlah sekedar mimpi.

Siklusnya semakin sering. Ketika ia memejamkan mata sejenak bayangan itu muncul. Bahkan hanya melamum sekalipun. Yang baru disadarinya adalah mimpi ini mulai muncul ketika Seno memberikannya sebuah gelang dengan aksen matahari di tengah. Waktu itu ia melihat Seno keluar ruangannya dan disaat itu juga ia mendapati sebuah gelang di atas meja. Hal itu membuatnya menyimpulkan bahwa Seno lah yang menaruh benda itu. Hingga kini ia sendiri pun tak mengerti apa maksud pria itu.

Perempuan itu benar-benar bertekad mencari tahu sampai semua pertanyaan yang berkecamuk selama ini terjawab. Dalam apartemen yang ukurannya tidak begitu besar, ia melakukan riset. Dimulai dari sejarah Universitas Gunaraja. Sebelum kampus itu berdiri, ada sebuah sekolah elite yang menempati tanah itu. SMA 203 Jakarta. Sekolah yang berdiri di abad ke-21.

Dalam beberapa foto yang diabadikan pada tahun itu, bangunannya sama persis seperti apa yang ia lihat kemarin. Ia memijit pelipisnya, mendadak pening.

Lalu atensinya tertuju kepada sebuah kotak kaca yang di dalamnya terdapat gelang berwarna silver. Ini hanya kebetulan saja atau memang gelang itu berhubungan dengan apa yang ia alami ini?

Ia membuka mata dengan cepat. Gadis itu menegakkan tubuhnya, mencoba mengumpulkan kesadaran setelah tadi tanpa sengaja tertidur. Cairan bening turun membasahi pipi. Perempuan itu terisak dengan dada yang sesak.

"I love you too, Zein."

Kata itu pernah ia dengar dalam mimpinya. Mimpi yang tidak terlalu jelas hingga ia sendiri pun tidak bisa mengingatnya. Namun sekarang ia mendapatkan itu kembali. Mimpinya terlalu nyata untuk dikatakan bahwa itu hanyalah sebuah mimpi. Gadis itu ingat. Setiap adegan mimpinya tadi.

"Faro..."

"Ayo ke rumah sakit!"

"Ashyhadu allaa ilaaha illallah..."

"Apa-apaan sih lo! Bangun! Kita bawa Zein ke rumah sakit!"

Salwa terisak hebat. Bibirnya gemetar namun tetap melanjutkan, "wa ashyhadu anna Muhammadar rasuulullah."

Gadis itu mengangkat kepalanya. Menatap Zein yang juga menatapnya sayu. "I love you too, Zein."

Ia melihat dirinya di sana. Berlutut dengan tangis pilu. Salwa adalah dirinya. Gadis bernama Salwa yang ada di mimpi itu adalah dirinya.

Lalu siapa Zein? Siapa cowok itu? Wajahnya tak pernah bisa ia ingat.

Sebuah panggilan masuk memecahkan keheningan malam di apartemennya.

dr. Seno? Ada apa?

"Bisa nggak sih lo nggak buat gue khawatir, Salwa Faradita?! Kenapa baru angkat telpon sekarang?!"

Ia tertegun. Kembali merasa dèjavu.

Helaan napas terdengar di sebrang sana. "Gimana keadaan lo?"

Yang jadi pertanyaan ia saat ini adalah mengapa Seno sekhawatir itu?

🍁🍁🍁

Gadis itu duduk memeluk lutut sambil menatap bangunan ibu kota dari balkon apartemennya. Tatapannya menerawang jauh. Sesekali ia memejamkan mata menikmati semilir angin yang berhembus malam ini.

Dia memutuskan keluar apartemen. Berharap ada hal yang bisa mengubah moodnya menjadi lebih baik. Namun nyatanya apa yang ia lihat sekarang semakin mengacaukan segalanya.

Dari dalam minimarket ia melihat 2 orang keluar dari sebuah mobil. Hujan yang tiba-tiba turun membuat salah satunya mengangkat jaket untuk melindungi kepala mereka. Ia bergeming sambil terus memperhatikan. Kemudian meraih ponselnya, menghubungi seseorang.

I'm Done 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang